Reading Score Earn Points & Engage
Romance

MAFIA

"Hentikan, Alexa!." Alan mengepalkan tangannya dan menutup matanya sebelum dirinya tenggelam dalam tatapan mata Alexa yang intens nan memabukkan. "Kenapa? Apa kau semakin sulit mengendalikan perasaan mu?." Tanya Alexa, bergerak lebih dekat dengan Alan dan terbentuk seringaian di wajah cantik gadis itu.     Alan Delvanio dia adalah seorang mafia kejam dan tak memiliki hati. Namun, tiba di suatu hari. Terdapat seorang gadis yang tertarik padanya. Semua orang takut padanya, kecuali gadis itu. Seperti apa kisah mereka? Dan mengapa gadis itu tidak takut pada sang mafia? Lalu apa yang mafia itu lakukan pada gadis yang tidak patuh pada nya itu? Akan kah sang mafia bertindak kejam pada nya? Ikuti kisah nya mereka hanya di sini!!!

Feb 7, 2025  |   192 min read

N E

Novi Elisa
MAFIA
More from Novi Elisa
0
0
Share
BAB 1| MAFIA YANG SEKSI.

Di sebuah ruangan yang gelap dan terasa mencekam, terdapat seorang pria yang di gantung dengan posisi terbalik, tengah menjerit kesakitan dan suara jeritan itu menggema cukup keras ketika dua orang pria tanpa ampun memukuli tubuh nya dengan tongkat panas. Disisi lain terdapat dua pria bertubuh kekar dengan balutan kemeja dan celana hitam tengah memegangi senapan dan berjaga di depan pintu masuk.

Dan tak lama dari itu, seorang pria jangkung dengan mengenakan tuksedo hitam, masuk ke dalam ruangan itu dengan tampang nya yang datar dan mata nya seakan berkobar di penuhi dengan api kebencian menatap ke arah seorang pria yang tengah di gantung secara terbalik tadi.

Dia adalah Alan Delvanio - bos mafia yang di kenal karena kekasarannya, arogansi, agresif dan dominasi nya yang kejam. Dunia berguncang di bawah kekuasaan nya, tidak ada yang berani menantang nya dan semua hidup dalam ketakutan akan kekuasan nya.

Orang yang berjalan di belakang nya, sekaligus yang menjadi tangan kanan nya - seorang pria yang juga menggunakan jas hitam dengan aura ketampanan nya yang tak kalah dari bos nya. Justine Roland, pria itu sangat di percayai oleh Alan dan tidak seorang pun kecuali Justine. Seperti sebuah ikatan persaudaraan yang terjalin karena kesetiaan Justine selama ini. Tugas Justine adalah lebih memprioritaskan untuk berusaha menjaga bos nya dan sebisa mungkin untuk tetap setia bekerja bersama Alan.

Setibanya Alan di dalam ruangan itu, 2 bodyguard yang di perintahkan untuk menyiksa orang tergantung itu menghentikan tindakan mereka, menundukkan kepala mereka di depan Alan sebagai tanda kepatuhan mereka.

Alan membuka kancing dan melepaskan jas nya, berjalan menuju seorang pria yang di ikat dengan tatapan mata nya yang mematikan. Alan menyerahkan jas nya pada seorang bodyguard yang telah memukuli tahan nya itu. Lalu berdiri di depan pria terikat sembari menggulung lengan kemeja hitam nya. Jari - jari kekar nya mengepal, Alan melepaskan tinjuan nya ke arah pria terikat itu, melampiaskan semua amarah nya di setiap serangan, membuat pria itu menjerit kesakitan.

"Katakan pada ku, kepada siapa kau membocorkan informasi rahasia itu?." Tanya nya menuntut dengan tegas. "Kau telah menipu ku dan kau pasti tau jika aku sangat benci dengan pengkhianat."

Dengan raut wajah nya yang sangat geram. Alan meraih pistol milik nya dan mengarahkan ke arah pria itu. "Apa kau ingin mengaku sekarang? Atau kau ternyata lebih memilih mati?." Tanya Alan dengan nada bicara nya yang mengancam.

Mendengar hal itu, ke dua mata pria itu melebar karena ketakutan. "Sa-saya telah menyampaikan informasi itu pada tuan Bryan." Dengan gugup, pria itu membeberkan semua nya.



Alan mengernyitkan dahi nya setelah mendengar nama seseorang yang keluar dari mulut tahanan nya dan tanpa ragu - ragu lagi, Alan lantas menarik pelatuk di pistol nya dan dahi tahanan itu tertembak.

"Ini adalah contoh bagi orang - orang yang berani mengkhianati aku. Mereka akan menghadapi kematian secara langsung atau neraka penderitaan yang mereka dapatkan." Kata Alan dengan seringai jahat di bibir nya, lalu berjalan keluar dari ruangan pengap itu.

Setelah dari ruangan itu, Alan mengunjungi ruang tamu nya yang megah di mansion nya. Terdapat seorang wanita muda dengan mengenakan gaun terbuka dan sepatu high heels tinggi yang sengaja ia panggil untuk melayani nya, tengah duduk menunggu kedatangan nya.

Alan langsung mendudukkan diri nya di sofa single dan menatap dingin ke arah wanita itu yang duduk bersebrangan dengan nya.

Tanpa diperintah lagi, wanita muda itu berjalan dengan sensual mendekati Alan, berlutut didepan kaki jenjangnya dan melepaskan ikat pinggang Alan.

Sementara itu, Alan lantas menjambak rambut wanita muda itu. "Cepat lakukan tugasmu, lalu pergi. Aku tidak punya waktu seharian untukmu!." Bentak Alan.



Wanita muda itu pun terlihat ketakutan dan mempercepat gerakannya membuka resleting celana jeans Alan sebelum akhirnya sedikit menurunkannya. Barulah setelah itu, ia meraih kejantanan nya dan akan menghisapnya dengan kuat. Membuat Alan memejamkan matanya dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.

Alan nampak begitu menikmati permainan lidah wanita itu.

Setelah milik nya berdiri tegak, Alan akan memerintahkan wanita itu memakaikan pengaman di kejantanannya dan membiarkan wanita itu duduk di pangkuan sembari memasukkan kejantanannya ke dalam kewanitaan. Wanita itu akan bergoyang dan membuat Alan merasa kenikmatan, sementara pria itu duduk hanya diam saja, menikmati permainan nya.

Alan akan menggunakan seks untuk melampiaskan rasa frustasinya atau ketika dia merasa stress.

Tak lama, setelah kejantanan Alan mengeluarkan kecebongnya di dalam pengamanan yang ia kenakan. Pria itu akan langsung menyuruh wanita panggilannya itu pergi dari mansion nya dan akan kembali ketika ia memanggilnya untuk memuaskannya lagi.

Ia meninggalkan ruang tamu itu dengan kembali mengancingkan resleting celana jeansnya. Melanjutkan langkahnya masuk kedalam lift untuk sampai ke kamar tidur nya yang mewah, gelap dan misterius seperti dirinya.

Di dalam, pelayan kepercayaan nya - Marie, sedang melakukan rutinitasnya merapikan kamar Alan. Dia satu-satunya orang yang di berikan akses untuk masuk kedalam kamar dan Alan juga menghormatinya.



"Siapkan pakaianku, ada rapat yang harus aku hadiri." Perintah Alan dan Marie hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, sebelum akhirnya melangkahkan kakinya menuju walk in closet di dalam kamar Alan.

Sementara itu, Alan masuk kedalam kamar mandi guna memberikan dirinya dari sisa-sisa kenikmatan dan juga keringat. Setelah menanggalkan pakaiannya. Alan membiarkan air mengalir ditubuhnya yang kencang dan berotot yang dihiasi dengan sixpack. Pikirannya di penuhi dengan pemikiran tentang pria yang telah ia bunuh sebelumnya, ia berusaha untuk memahami pengkhianatan yang telah di lakukan oleh salah satu orang terbaiknya yang telah dengan beraninya membocorkan informasi rahasia mereka pada saingannya.

Beberapa saat kemudian, Alan telah keluar dari dalam kamar mandi dengan handuk putih yang melekat di pinggangnya. Tuksedo hitam bersihnya tergeletak diatas tempat tidur. Dengan gerakan cepat, dia membuang handuknya, membiarkannya mendarat di sandaran kursi sofa. Sementara itu, Alan mengenakan kaos putih tipis di susul dengan kemeja nya.

Pakaian yang dikenakan oleh nya menggambarkan kehidupannya, tidak memiliki warna dan kegelapan ada disekelilingnya.

Setelah memakai arloji, Alan berdiri didepan cermin besar dan tengah menyisir rambut hitam legamnya.

****

Di sebuah bar, seorang gadis yang terlihat menarik dari yang lain, dengan mengenakan gaun hitam strapless, tengah duduk di konter bar bersama dengan teman-temannya. Rambutnya yang panjang berwarna kecoklatan tergerai di punggungnya, melengkapi pesonanya yang menawan, mata nya yang besar dan memabukkan, bibir sensual nya yang tajam, hidungnya yang tidak terlalu mancung dan pipinya yang cukup chubby.

Pesona gadis itu dengan mudah menarik perhatian semua orang yang ada di sekelilingnya. Dengan penuh gaya dan memikat sembari memegangi segelas anggur.

"Sampai jumpa besok, Alexa." Kata teman-temannya beranjak dari kursi mereka masing-masing dan berpelukan hangat sebelum akhirnya pergi meninggalkan bar.

Saat Alexa memandangi teman-teman nya yang tengah berjalan pergi, jantungnya berdetak kencang ketika pandangan nya tak sengaja menatap seorang pria yang menawan di kabin VVIP dan di kelilingi oleh orang-orang yang berpakaian jas rapi. Ya - pria itu tak lain adalah Alan Delvanio, pemilik klub ekslusif ini. Pria itu memiliki klub dan lounge di seluruh dunia.

Saat ini, Alan tengah asyik menjelaskan dan tiba-tiba merasa terganggu ketika mengetahui jika ada seorang gadis yang tengah memperhatikan nya.

Alexa menatap wajah hingga tubuh Alan tanpa berkedip, benar-benar terpesona akan ketampanan dan penampilannya yang sempurna. Alexa mengaguminya, ia tak sadar menggigit bibir bawahnya yang sensual dan memikat, merasakan sebuah dorongan kuat untuk merasakan bibir ranumnya menempel di bibir pria itu dan menciumnya dengan penuh gairah.

"Pria itu sangat luar biasa, dia seksi dan misterius sesuai dengan tipeku. Aku harap dia juga memperhatikanku." Alexa berbisik pada dirinya sendiri, sembari mengamati dengan cermat setiap gerakan Alan ketika pria itu menjelaskan pada orang-orangnya.

Alexa terlihat seperti tengah memata-matai dia.

Tiba-tiba, Alan mengalihkan pandangannya yang gelap dan intens ke arah Alexa. Membuat gadis itu dengan cepat membuang pandangan nya dan menghindari tatapan Alan. Namun, Alexa tak bisa menahan diri untuk tidak melihat kearah pria tampan itu, hingga akhirnya ke dua pandangan mereka bertemu.

Membuat Alan terpesona oleh bola mata coklatnya dan untuk beberapa saat Alan benar- benar lupa dengan dunia di sekitarnya. 'Kenapa gadis itu menatapku seperti ini?.' Alan bertanya-tanya pada dirinya sendiri, mengangkat sebelah alisnya keatas dan merasa curiga pada Alexa.

"Sialan! Tatapannya mematikan." Alexa bergumam. Menggelengkan kepalanya sebelum akhirnya kembali memalingkan wajahnya ke arah lain, menenggak segelas penuh anggur sekaligus.

Alan memberikan isyarat pada salah satu anak buahnya untuk mendekati gadis asing itu dan anak buahnya itu berjalan maju, membungkuk badannya di depan Alan. Lalu Alan mengintruksikan dia untuk membawa gadis asing itu ke ruang rahasia untuk diinterogasi.

Dua anak buah itu pun dengan paksa menarik Alexa hingga masuk kedalam ruang rahasia. "Kemana kalian akan membawa ku, bodoh? Aku memperingati kalian, lepaskan aku sekarang atau kalian berdua akan menerima konsekuensinya!" Kata Alexa dengan tegas.

"Bos kami ingin mengintrogasi anda." Salah seorang anak buah memberitahu nya.

Alexa mengernyitkan dahinya, ia tak tahu siapa bos mereka. Jika dirinya tau, maka Alexa akan sukarela pergi bersama mereka karena dia ingin mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan pria yang membuatnya tertarik akan ketampanan nya itu.



"Aku tidak kenal dengan bos kalian."Alexa mengepalkan tangannya, mengayunkan ke dua tangan nya dengan cepat dan meninju kejantanan ke dua anak buah tersebut. Hingga mereka merintih kesakitan sembari memegangi kejantanan mereka. Alexa juga memukul beberapa bagian tubuh mereka dengan gerakan yang gesit, seolah-olah gadis itu memang telah ahli melakukan ilmu beladiri seperti ini.

Setelah berhasil membuat kedua bodyguard itu kalah, Alexa mengibaskan rambutnya kebelakang dan tersenyum melihat dua orang pria yang tengah mengerang kesakitan, tergeletak dilantai.

"Bukankah aku sudah memperingati kalian berdua?." Dia tersenyum jahat pada mereka berdua, lalu merapikan gaun juga rambut nya sebelum akhirnya berjalan pergi dengan sikap yang tenang.

Tak berapa lama dari kepergian Alexa, Alan masuk kedalam ruang rahasia dan mata nya terbelalak kaget saat menemukan anak buahnya tergeletak dilantai dengan bekas pukulan dipipi mereka.

"Siapa yang melakukan ini pada kalian berdua dan dimana gadis itu?". Tanya Alan dengan marah.

Dua anak buahnya itu saling berpandangan dan menundukkan kepala nya. Mereka malu untuk mengakui pada bos mereka, jika mereka baru saja di pukuli oleh seorang gadis. Namun, keterdiaman mereka justru memicu kekesalan didalam diri Alan.

"Apa kalian berdua hanya akan diam? Atau kalian ingin hukuman dari ku?." Bentak Alan.

"Gadis itu yang telah memukuli kami bos." Salah seorang anak buahnya menjawab dengan gugup disertai ketakutan.

"Apa? Gadis itu mengalahkan kalian berdua?." Alan terlihat terkejut dan tidak percaya. "Jadi dugaan ku benar, gadis itu adalah mata-mata. Karena gadis biasa tidak akan bisa berkelahi dengan anak-anak buahku yang terlatih seperti ini." Gumam Alan pada dirinya sendiri.

BAB 2| PERTEMUAN PERTAMA.

"Bos, menurut saya ada yang tidak beres dengan gadis itu, dia seorang gadis kecil tapi bisa memukuli kami separah ini." Kata salah satu anak buahnya beranjak dari lantai dengan menahan rasa sakit yang masih terasa.

"Tidak, kalian berdua tidak berguna. Bagaimana seorang gadis bisa mengalahkan kalian, malulah pada diri kalian sendiri. Aku tidak ingin melihat wajah kalian lagi." Kata Alan, lalu berjalan keluar dari ruangan itu dengan rasa kesalnya.

Diluar klub, Alan masih berusaha mencari gadis itu. Namun, ia tak menemukan gadis itu lagi di dalam maupun di luar klub. Alan pun memutuskan untuk menghubungi Justine dan memerintahkan anak buahnya yang lain untuk menemukan gadis asing yang mencurigakan itu.

"Hallo bos." Kata Justine begitu panggilan mereka terhubung.

"Justine, cepat datang kesini!." Perintah nya.

"Oke bos." Jawab Justine, lalu mengakhiri panggilan mereka dan memasukan ponselnya kedalam saku jasnya.

Salah satu anak buah Alan telah memberitahukan pada Justine jika gadis asing yang dicari oleh Alan telah pergi meninggalkan klub. Alan menatap lurus ke depan dengan raut wajahnya yang serius. Karena saat ini, Alan dan Justine tengah berada di dalam ruang keamanan, memeriksa rekaman cctv saat gadis asing itu memasuki klubnya. "Jeda!." Alan menginstruksikan dan penjaga keamanan menghentikan video rekaman itu.

"Aku ingin tau segalanya tentang dia!." Perintah Alan pada Justine.

"Baik, bos. Saya akan segera menyelesaikannya." Balas Justine sembari mengamati seorang gadis yang berada di rekaman cctv tersebut.

Sementara itu, Alan juga mengamati gadis itu dan tenggelam di dalam pikirannya.

***

Keesokkan harinya, sebuah file berisi informasi tentang gadis asing itu telah ada di atas meja kerja Alan. Pria itu meraih dan membaca tentang latar belakang seorang gadis yang ternyata bernama Alexa Veronica. Dengan cermat Alan membacanya.

Sementara itu Justine berdiri tak jauh dari meja kerjanya.

Alexa Veronica merupakan seorang fashion blogger muda yang berbakat, seorang gadis yang kuat dan mandiri, juga pandai dalam mengelola bisnis ayahnya.

Tak ada satu pun informasi yang Alan baca mampu memberikan informasi yang jelas dengan apa yang telah ia curigakan pada gadis asing itu.

Alan menutup file tersebut dan kekecewaan terlihat jelas di raut wajahnya yang tampan.

"Bos, mungkin saja gadis itu memang bukan mata-mata." Kata Justine berasumsi.

Alan melayangkan tatapan tajamnya ke arah Justine dan menggelengkan kepalanya. "Tidak, Justine. Aku punya firasat jika gadis itu menyembunyikan sesuatu, dari cara dia menatapku kemarin dan ketika dia memukuli orang-orang kita di klub, itu menunjukkan jika dia bukan gadis biasa." Kata Alan menjelaskan dengan nada serius dan Justine mendengarkan dengan penuh perhatian.

"Sekarang, aku sendiri yang akan berbicara dengannya malam ini. Kau bilang dia selalu mengunjungi klub ku setiap akhir pekan. Apa dia akan datang malam ini juga?." Tanya nya dan Justine menganggukkan kepalanya.

Kemudian Alan menjelaskan semua rencananya pada Justine.

"Bersiap bertemu dengan orang yang tak mengenal kata maaf ini, Nona Alexa Veronica." Bisik Alan, bibir sensualnya membentuk seringaian yang menakutkan.

****

Alan tiba di klubnya dengan sedikit lebih cepat dari biasanya, setelah menerima telpon dari anak buahnya yang memberitahukan padanya jika Alexa telah tiba di klub.

Hari ini, Alexa mengenakan jumpsuit merah strapless dan sepatu hitam. Dia masuk dengan langkahnya yang anggun dan terlihat berkelas, rambutnya diikat seperti ekor kuda.

Saat dia berjalan ke kamar kecil, seseorang tiba-tiba mengunci pintunya dari luar.

Alexa yang terkejut, lantas berbalik badan. "Apa-apaan ini, siapa yang berani mengunci pintunya dari luar?." Alexa berteriak dan mencoba membuka pintu.

"Jadi, kau kesini?." Saat sebuah suara yang dalam masuk ke dalam indera pendengarannya, Alexa berbalik membelakangi pintu dan matanya melebar, terheran melihat apa yang di liat oleh kedua matanya.

Alexa tidak ingin melakukannya, tetapi perasaan nya tak bisa berbohong. Jantungnya berdegup kencang dan ia terpana melihat seorang pria tampan yang sangat ia kagumi berdiri di hadapannya dengan jas hitam yang menutupi tubuh kekarnya.

"Katakan padaku, untuk siapa kau bekerja?." Tanya nya dengan nada yang tegas juga dingin. Melangkah mendekati Alexa yang masih terdiam melamun.

Alan menjentikkan jarinya dan membuat Alexa tersadar dari lamunannya.

"Aku bekerja untuk diriku sendiri, aku adalah bosnya." Balas Alexa jujur, menatap takjub pada wajah tampan pria jangkung itu.

"Mengapa kau memata-matai ku?." Lagi, Alan kembali mengajukan pertanyaan.

Sementara itu, Alexa yang mendengar pertanyaan aneh Alan. Lantas mengernyitkan dahi nya. "Kenapa aku harus memata-matai mu?." Bukan jawaban melainkan pertanyaan yang Alexa lontarkan, karena gadis itu tak mengerti dengan maksud perkataan Alan.

"Aku melihatmu menatapku tadi malam, jadi jangan berani-berani berbohong padaku!." Alan memperingatinya setelah berjalan lebih dekat dengan Alexa.

Sementara itu, jantung Alexa hampir berdetak kencang karena posisi mereka yang berdekatan seperti saat ini, dia menatap bola mata cokelat pria misterius itu.

"Itu salahmu." Kata Alexa dengan santainya. "Kau sangat menarik dan saat itu aku sedang memperhatikanmu." Gadis itu memberikan jawaban yang jujur, tetapi sepertinya Alan tidak mempercayainya.

Alan berjalan mundur dan menyeringai. Membuat Alexa kebingungan.

"Jadi kau tidak akan langsung menjawab pertanyaanku." Pria itu mengeluarkan pistol dari dalam saku celananya dan mengarahkannya ke arah Alexa. "Katakan yang sebenarnya atau kau akan mati ditangan ku!."

Mata Alexa terbelalak saat gadis itu melihat pistol yang di todong kan di depannya secara langsung, tetapi ia membuang rasa takut nya dan menjawabnya dengan percaya diri. "Kau terlihat lebih menarik dengan pistol ditangan mu, sungguh aku tidak berbohong. Aku baru saja mengangumi semalam."

Alan merasa kesal ketika Alexa justru tak merasa takut padanya.

Alan menggertakkan gigi nya dan bertanya. "Jika kau tidak berbohong, lalu bagaimana kau bisa mengalahkan anak buahku yang sudah terlatih dengan begitu mudahnya?."

"Karena aku lebih terlatih daripada mereka dalam hal bela diri." Dia memutar bola mata nya dan tersenyum, seakan membanggakan dirinya sendiri.

"Kau hanya membuang-buang waktuku, jika kau tidak memata-matai ku, maka kau tidak boleh terlihat lagi di klub milikku!. Kata Alan memperingatinya dan kembali memasukkan pistolnya kedalam sakunya.

"Apa? Kenapa aku tidak boleh datang ke klub ini lagi? Kau memang menarik tapi kau juga aneh, kau tidak boleh menghentikan ku untuk datang ke sini!.'' Balas Alexa tak terima.

"Aku pemilik klub ini dan seorang pria yang di takuti banyak orang." Alan terlihat kesal.

"Tapi aku tidak takut padamu." Kata Alexa menatap bola mata coklat Alan.

Alan menghela napasnya kasar. "Katakan padaku apa motif mu yang sebenarnya?." Alan kembali mendesak, karena dia masih tidak yakin bahwa gadis asing itu bukan mata-mata.

"Baiklah, aku akan memberitahumu motifku yang sebenarnya."

Saat mendengar Alexa setuju untuk mengakui nya, mata Alan berbinar dan ia tau dirinya akan menang.

"Sekarang kau langsung menjelaskan saja! Aku tau ada motif nyata di balik pemukulan anak buahku dan ketika memperhatikan ku semalam."

Alexa dengan berani berjalan mendekati Alan dan berbisik di tertelinga pria itu. "Motifku yang sebenarnya adalah merayu mu karena kau membangkitkan hasrat batinku dengan kepribadian mu yang berbahaya dan misterius."

Kesemutan Alan rasakan di punggungnya saat napas hangat Alexa membelai telinganya. Pria itu berharap bisa mengungkapkan niat yang sebenarnya dari gadis asing itu, tetapi jawaban berani yang gadis itu lontarkan benar-benar mengejutkan dirinya.

Alexa tersenyum dan Alan melayangkan tatapan tajam nya sebelum akhirnya berjalan mendekati pintu. " BUKA PINTU NYA!." Perintah Alan dan pintu pun segera terbuka.

Alexa menganguminya dengan mata penuh hasrat, gadis mandiri itu benar-benar terhipnotis oleh daya tarik dan kepribadian misteriusnya. Hari ini, pria asing itu menodongkan pistolnya ke arah nya, tetapi Alexa tidak takut karena gadis itu memang tidak menakuti apa pun. Hidup nya telah membuat dirinya kuat dan tak kenal takut.

Sementara itu, Alan berbalik dan menatap Alexa. "Kau seharusnya tidak terlihat lagi di Klub ini." Pria itu memperingati Alexa dengan nada bicara nya yang serius. Lalu berjalan keluar.

"Aku tidak takut, aku akan datang ke sini lagi dan lagi untuk menemuimu, tampan. Aku ingin melihat bagaimana kau menghentikan ku!." Gadis itu bergumam, senyuman nakal muncul di wajah cantiknya.

BAB 3| MERASA KESAL.

Pada malam harinya.

Alan duduk di ruang kerjanya, sembari menghisap rokok dan tenggelam di dalam pikirannya. Raut wajahnya terlihat serius dengan tiga kancing kemeja bagian atas nya di biarkan terbuka dan memperlihatkan dada bidangnya yang kotak-kotak. Pria itu terlihat sangat tampan dan memukau.

Saat ini ia tengah merenungkan tentang Alexa, gadis misterius yang tidak takut padanya. 'kenapa ketika aku mengarahkan pistol ku di depan dia dari wajahnya sama sekali tidak terpencar ketakutan? Apalagi cara dia melawan anak buahku yang sudah terlatih, dia melawan dua orang sekaligus yang kekuatannya jauh lebih besar daripada dia. Itu menunjukan jika dia bukanlah gadis biasa dan itu membuatnya sangat mencurigakan. Apakah dia mata-mata rahasia?'. Gumam Alan, lalu menyeringai. "Alexa, aku akan mengungkap siapa kau sebenarnya." Kata Alan bermonolog.

**

Di hari berikutnya. Tepat nya di malam hari.

Alexa memarkirkan mobil BMW hitam nya di parkiran klub dan melangkah keluar, berjalan hendak memasuki klub milik Alan. Meski tau pria itu telah melarang nya untuk tidak datang lagi, nyatanya hal tersebut seakan terasa seperti tantangan bagi Alexa yang tertarik pada mafia kejam itu.

Gadis itu tampak memukau dalam balutan gaun ketat selutut berwarna putih dan sepatu hak tinggi yang senada. Rambut pirang coklat nya di gerai, menambah kesan cantik pada gadis berkulit putih itu.

Saat dia hendak melewati pintu masuk, seorang penjaga menghentikannya dengan meraih lengan Alexa. Membuat Alexa mengernyitkan dahinya karena marah atas kelancangan penjaga itu.

Alexa memelototi penjaga itu dan dengan gerakan cepat, gadis itu telah mencengkram lengan penjaga dari belakang punggung pria itu. "Beraninya kau menyentuh ku, hah? Tidak ada seorang pun yang boleh menyentuh ku." Alexa menghukum pria itu atas tindakannya.

"Nona, saya hanya melakukan apa yang di tugaskan pada saya. Saya di perintah oleh atasan saya." Kata penjaga itu menjelaskan dengan raut wajah nya meringis menahan sakit.

Mendengar hal itu, Alexa langsung melepaskan cengkeramannya dari si penjaga.

"Kau bisa mengatakan itu pada ku, tidak perlu memegang tanganku." Kata Alexa menegur.

Sementara itu, di tempat yang sama. Alan tengah duduk kursi belakang mobilnya dengan mengenakan kacamata dan sedang mengamati Alexa dari jendela mobil. Ke dua orangnya duduk di kursi depan dan dua mobil lagi di tempatkan di sisinya untuk menjaga keamanan Alan. Seperti biasanya pria itu mengenakan tuksedo hitam dan rambutnya yang hitam legam di tata rapi.

Saat pandangan Alexa tak sengaja tertuju padanya, mata gadis itu berbinar dan bibirnya melengkung membentuk senyuman kemenangan.

'Jadi misi ku untuk datang ke sini telah tercapai.' Pikir Alexa. Dan tetap menatap ke arah Alan.

Alexa yang masih tersenyum memberikan kedipan menggoda dan langsung berjalan menghampiri mobilnya.

"Ikuti dia dan jangan sampai kehilangan jejak!." Perintah Alan pada sopir nya dan dua mobil yang mengikutinya dari belakang.

**

Alexa tiba di kediamannya dan saat dia baru saja keluar dari dalam mobil. Pandangan gadis itu tertuju pada sosok Alan yang telah berjalan menghampirinya dengan raut wajah tegas nya.

Senyuman nakal terlihat di bibir Alexa. "Apa kau mengikuti ku, Tn tampan?." Jari telunjuk Alexa dengan berani menyentuh rahang tegas Alan, mata nya terpaku pada pria itu.

Alan tiba-tiba mencengkram lengan Alexa. "Diam! Kenapa kau kembali ke Klub ku meskipun kau tau aku telah memperingati mu?."

"Alasanku pergi ke sana telah terpenuhi." Alexa menyeringai.

"Alasan apa?". Alan bertanya dengan nada serius.

"Alasan untuk melihat mu sekilas. Aku tidak menyangka jika kau akan mengikutku. Tapi aku senang sekarang, karena aku bisa melihatmu dari dekat. Kehadiran dan penampilanmu yang memikat membuatku menjadi liar, aku menyukainya." Balas Alexa.

Alan menggelengkan kepalanya karena kesal mendengar balasan Alexa. "Sekarang kau akan melihat bagaimana aku akan membuat mu mengungkapkan kebenaran dan siapa kau sebenarnya. Kau ikut denganku!." Kata Alan, dalam keadaan masih mencengkram lengan Alexa, Alan menarik gadis itu untuk masuk ke dalam mobil nya.

"Kenapa kau memaksaku? Aku bersedia ikut bersamamu dengan senang hati." Alexa menawarkan diri, namun Alan justru melayangkan tatapan tajamnya ke arah Alexa.

Pria itu membukakan pintu mobil untuk Alexa dan meminta gadis itu untuk duduk. Sementara itu anak buah Alan pergi dan menaiki mobil yang lainnya.

"Sekarang tidak perlu mengatakan apa pun, masuk saja ke dalam mobil." Kata Alan mengintruksikan dengan nada tegasnya, ia terlihat menahan amarah nya karena tingkah Alexa yang menyebalkan. Tidak ada seorang pun yang pernah berperilaku seperti ini di depannya kecuali Alexa.

"Oke bos." Alexa meletakkan jari telunjuknya di bibir dan memberikan anggukan yang lembut sebelum akhirnya menduduki kursi mobil.

Saat Alexa telah duduk di dalam mobil. Alan masuk dari sisi berlawanan dan membanting pintu hingga tertutup.

"Jalan!." Perintahnya pada sopir.

Selama di perjalanan, tidak ada obrolan yang tercipta. Alexa diam dan duduk dengan patuh. Sesekali gadis itu melirik ke arah Alan, tetapi ekspresi pria itu tidak goyah sedikitpun. Dan Alexa pun tetap menunjukkan senyuman main-main, bersenandung kecil, hingga tak lama kemudian, mereka pun sampai di mansion Alan.

Mobil berhenti, Alan kembali mencengkram lengan Alexa dan menariknya keluar dari dalam mobil. Pria itu membawanya ke ruang penyiksaan.

Setibanya di ruangan itu, mata Alexa melebar saat Alan menyalakan lampu yang ada di ruangan itu, memperlihatkan ruangan dengan pencahayaan temaram yang penuh dengan peralatan penyiksaan. Alexa mengamatinya dengan cermat, terkejut dengan kurangnya rasa takutnya.

"Apakah ini ruang penyiksaan? Apa kau pernah menyiksa orang di sini?." Tanya Alexa, tanpa rasa takut di matanya dan dia bertanya karena merasa ingin tau.

Alan terkejut ketika dia mengamati tidak adanya rasa takut di mata Alexa. Alan mengira jika Alexa akan ketakutan saat melihat ruang penyiksaan. Tetapi gadis itu terbukti berbeda dan tidak takut.

"Ya dan sekarang aku akan menyiksamu sampai kau mengakui kebenarannya!." Kata Alan menatap tajam kearah Alexa.

"Kau akan membuang-buang waktumu dan aku tidak akan keberatan, karena itu akan memberikan aku banyak waktu untuk mengagumi mu." Balas Alexa tersenyum dan Alan memutar bola mata nya karena kesal..

"Sekarang tutup matamu dan duduklah di kursi itu!." Perintah Alan sembari menunjuk ke arah kursi yang ia maksudkan.

"Kenapa kau berteriak padahal aku berdiri di sampingmu?." Tanya Alexa, terkekeh pelan.

Sementara Alan memperlihatkan tatapan mengerikannya.

"Cepat lakukan apa yang aku perintahkan, nona Alexa." Alan terlihat geram dan mengepalkan tangannya.

Alexa pun berjalan dan duduk di kursi itu. Dia tidak dapat menyangkal bahwa Alan terlihat jauh lebih menarik ketika dia sedang marah. Alan lalu mendekati Alexa dengan tali di tangannya, sementara Alexa hanya memperhatikan nya.

Saat Alexa duduk di kursi itu, Alan mengamankan pergelangan Alexa ke sandaran tangan. Alexa terus menatap Alan dan senyuman manis menghiasi bibirnya.

Alan tak habis pikir mengapa Alexa benar-benar tidak takut padanya? Dan gadis itu justru terus menerus menggodanya tanpa ragu-ragu. Alan belum pernah bertemu gadis seperti Alexa sebelumnya. Dia penuh kejutan, kuat dan berani.

Namun di sisi lain. Alexa juga sedikit kesal pada Alan, karena pengaruh pria itu sangat besar padanya. Alexa tidak mengerti mengapa detak jantungnya berdebar kencang setiap kali ada di dekat Alan atau ketika pria itu menyentuh nya.

Setelah mengamankan Alexa. Alan berdiri dan berjalan keluar meninggalkan ruangan.

"Hai! Pria tampan! Kau akan pergi kemana?." Teriak Alexa.

Sementara itu, dua pria berjaga di luar ruangan dengan senjata di tangan mereka. Alan mengintruksikan pada salah satu anak buahnya untuk menakut-nakuti Alexa agar gadis itu mau mengungkapkan kebenaran tentang siapa dirinya dan mengapa selalu menggangu Alan. Tetapi Alan juga melarang anak buahnya untuk tidak menakut-nakuti Alexa dengan alat penyiksaan yang ada di dalam ruangan tersebut.

Untuk pertama kali nya, Alan merasa bingung dengan keputusannya sendiri dan tidak menyangka bahwa gadis yang dia ikat di ruangan penyiksaan akan menjadi orang yang dapat meluluhkan hatinya hanya dalam waktu yang singkat.

BAB 4| INTEROGASI YANG EPIK.

Anak buah Alan berjalan memasuki ruang penyiksaan dengan percaya dirinya.

Sementara itu, Alexa mengernyitkan dahinya saat melihat bukan Alan yang datang menemuinya melainkan orang lain.

"Dimana bos mu?." Tanya Alexa.

Sementara anak buah Alan tidak menjawab pertanyaan nya dan tetap berjalan mendekati Alexa. Ketika pria itu sampai di depan Alexa yang masih duduk terikat di kursi, Alexa menyeringai dan menginjak jari kaki pria itu dengan tumit pensil nya.

"aaahh!." Pria itu menjerit kesakitan dan bibir Alexa membentuk seringaian jahat.

"Buka ikatan ku!." Alexa memerintahkan pria itu. Menegaskan dominasinya seolah-olah dirinya lah yang bertanggung jawab.

"Aku tidak bisa. Aku di sini untuk mengintrogasi mu. Sekarang katakanlah apa yang kau sembunyikan dan aku akan melepaskan mu?!." Kata pria itu.

Alexa mendengus kesal, ia memutar bola matanya malas. 'Astaga! Mengapa mereka masih mengira jika aku menyembunyikan sesuatu? Tapi itu baik juga untukku karena aku akan mendapat lebih banyak waktu untuk mengagungkan pria tampan itu, tapi kenapa dia malah mengirim orang bodoh ini ke sini?.' Batin Alexa.

"Minta atasanmu untuk mengintrogasi ku! Aku hanya akan menjawab jika dia yang bertanya." Pinta Alexa.

"Pertama, aku akan mengintrogasi mu dan bos akan datang jika memang dia ingin datang." Kata pria itu menjelaskan pada Alexa.

"Jadi sekarang aku harus berbicara denganmu? Oh my God! Apa aku datang ke sini hanya untuk melihat si bodoh ini?." Kata Alexa pada dirinya sendiri.

Alexa menatap lurus ke arah pria itu dan menegakkan punggungnya. "Jadi katakan pada ku apa yang ingin kau tanyakan? Aku akan mengatakan yang sebenarnya."

"Apa motif tersembunyi dari mu me mata-matai bos kami?." Tanya pria itu menyilangkan ke dua tangannya di depan dada bidangnya.

"Aku tidak me mata-matai dia. Seperti biasanya aku mengunjungi klub itu dan tidak sengaja menatapnya. Karena menurutku dia seksi dan bibirnya - oh! Bibir nya sangat indah." Alexa menggigit bibir bawah nya dengan menggoda, sembari membayangkan bibir sensual Alan.

Tak lama, Alexa berdehem karena pria yang berdiri di depannya itu membuatnya merasa tidak nyaman.

"Jadi, maksudnya kau tidak memiliki motif tersembunyi?." Tanya pria itu.

"Ya, tidak ada yang aku sembunyikan. Aku hanya ingin bos mu mencium ku daripada membuang waktu mengintrogasi ku, percuma saja karena kebenarannya tidak akan berubah. Tapi menurutku diam-diam dia juga menyukaiku, jadi dia mencari alasan untuk membuatku agar tetap berada di dekatnya." Kata Alexa mengoceh tanpa henti. "Bagaimana menurut mu?." Gadis itu bertanya pada anak buah Alan.

Pria itu menggelengkan kepalanya karena ia tidak percaya dengan apa yang Alexa katakan. "Bos tidak menyukai perempuan."

"Apa? Jadi, maksudmu dia gay?." Tanya Alexa terkejut dan tidak percaya.

"Tidak, dia bukan gay." Balas pria itu.

Mendengar hal itu, Alexa menghela napas lega nya. "Dasar! Kau menakuti ku."

"Ku beri tau, di sini bukan tempat untuk perasaan konyol mu itu!." Bentak pria itu.

"Dan biar ku beritahu jika kau orang yang bodoh. Sekarang suruh atasanmu untuk mengintrogasi ku!." Lagi, Alexa kembali memerintahkan pria itu.

Sementara itu, tanpa mereka berdua sadari. Alan tenyata memantau sekaligus mendengar percakapan mereka dari ruang keamanan melalui cctv. Gadis itu menjadi misteri baginya. Sebuah ide untuk menemukan kebenaran tentang gadis itu tiba-tiba muncul di kepalanya. Dan bibir Alan membentuk seringaian jahat.

Alan pun meraih ponsel nya dan menghubungi pria yang tengah bersama dengan Alexa di ruang penyiksaan.

Dan saat ponsel pria itu berdering, dia berpindah tempat ke sudut ruangan dan menempelkan benda pipih nya itu ke samping telinga.

"Halo bos." Jawabnya.

"Lepaskan dia dan minta dia pergi dari sini!." Titah Alan.

"Baik bos, menurut saya dia tidak menyembunyikan apa pun. Tapi dia benar-benar gila." Kata pria berkomentar, sembari memperhatikan Alexa yang tengah berusaha melepaskan ikatan di tangannya.

Setelah panggilan di akhiri.

Pria itu kembali berjalan mendekati Alexa.

"Bos memintamu pergi!." Pria itu memberitahunya dan melepaskan ikatan di kursi Alexa.

Bukannya senang karena telah di bebaskan begitu saja, Alexa justru membelalakkan mata nya karena terkejut. "Apa? Apakah dia tidak akan mengintrogasi ku?." Tanya nya merasa kecewa dan ia berharap bisa bertemu dengan Alan lagi.

"Kami tidak ingin membuang-buang waktu lebih banyak lagi untuk gadis gila sepertimu." Balasnya sembari melepaskan ikatan tali yang ada di pergelangan tangan Alexa.

"Aku menyembunyikan sesuatu dan aku akan menceritakannya hanya padanya." Alexa menegaskan sembari beranjak dari tempat duduknya.

Pria itu terkekeh. "Aku tau kau tidak menyembunyikan apa pun. Kau hanya terobsesi pada bos." Pria itu menyatukan tali dan meletakan di atas kursi. "Sekarang pergilah! Kau membuatku gila dengan omong kosongmu yang tidak ada gunanya."

Dengan perasan sedih bercampur kesal, Alexa keluar dari ruang penyiksaan itu. Tetapi ia juga berharap bisa bertemu lagi dengan Alan sebelum ia pergi dari mansion ini.

"Aku akan pergi dari sini, tapi setelah aku bisa menemuinya untuk terakhir kalinya. Aku harus mencari dia." Kata Alexa pada dirinya sendiri dengan penuh tekad. Ia pun diam-diam menyelinap masuk ke dalam mansion Alan.

Sementara itu, Alan hanya diam mengamati gadis itu dari kamera pengintai yang terpasang di mana-mana. Dan hal itu justru menambah kecurigaan Alan pada tingkah Alexa.

'Ada banyak sekali ruangan. Tidak ada gunanya aku mencari dia. Baiklah aku menyerah, aku akan pergi.' Batin Alexa, merasa sedih dan kembali berjalan menuju pintu keluar.

Namun, di saat Alexa hendak membuka pintu. Pintu besar itu sama sekali tak ingin terbuka. Alexa telah mencobanya berulang kali, namun pintu tetap tak ingin terbuka.

"Ini karena konsekuensinya masuk ke rumah orang tanpa izin."

Saat Alexa mendengar suara dingin yang dalam, desiran aneh tiba-tiba ia rasakan di bagian punggungnya. Membuat Alexa pun berbalik. Mata nya berbinar dan bibirnya membentuk senyuman lebar ketika ia melihat Alan berjalan menghampirinya.

"Kenapa kau tersenyum seperti orang bodoh?." Tanya Alan dengan posisinya yang sangat dekat dengan Alexa.

"Sekarang, apakah aku harus meminta izin dari mu untuk tersenyum?." Tanya Alexa.

Sepertinya gadis itu benar-benar menguji kesabaran Alan.

Dengan gerakan cepat, Alan mendorong Alexa hingga gadis itu menyentuh tembok. Sementara tangan kekar Alan menahan pergelangan Alexa. "Sekarang jawab pertanyaan ku, kenapa kau memeriksa seluruh ruangan yang ada di mansion ku?." Tanya Alan dengan nada dinginnya.

Alexa sempat tersentak, tetapi ia masih menatap jauh ke dalam mata Alan.

"Tidak ada gunanya mengatakan yang sebenar padamu, karena kau tetap tidak akan mempercayaiku." Balas Alexa, mengalihkan arah pandang nya dengan raut wajah cuek nya.

"Apa kebenarannya?." Nada bicaranya serius saat Alexa menatap nya muram.

"Aku mencarimu karena ingin bertemu dengan mu untuk terakhir kalinya. Dan kau akhirnya mengabulkan permintaanku." Balas Alexa menyeringai. "Kau tau? Kau terlihat lebih menggoda saat kau marah." Alexa mengedipkan sebelah matanya.

Sementara itu, Alan hanya bisa menatapnya dengan tatapan tidak percaya dan menghela napasnya dalam-dalam sebelum akhirnya melepaskan cengkraman tangan nya di lengan Alexa.

Untuk pertama kalinya, seorang gadis membuatnya gila. Dan jauh di lubuk hatinya, ia tahu jika apa yang Alexa katakan adalah sebuah kejujuran. Tetapi nalurinya sebagai mafia yang tentunya memiliki banyak musuh yang menyamar, membuatnya terus meragukan Alexa karena dia tidak berperilaku seperti gadis biasanya yang tidak bisa berkelahi.

"Aku memperingati untuk yang terakhir kalinya, jika kau mendatangi klub ku. Aku tidak akan ragu untuk menembak kepalamu." Alan berbisik memperingati Alexa.

Membuat jantung Alexa berdegup kencang tak karuan. Kulit lehernya seperti di gelitik oleh napas hangatnya. "Ingat kata-kataku!."

"Jadi, kalau aku ingin melihat wajah tampan mu, aku boleh ke sini lagi?." Tanya Alexa dengan nada yang sopan dan bersikap polos.

Alan mengepalkan tangan kekarnya dan mencoba menenangkan amarahnya. "Diamlah!."

Pria itu menekan kata sandi untuk membuka pintu besar itu. Setelah terbuka, terlihat dua penjaga dengan senapan di tangan mereka. Alan menarik lengan Alexa dan mendorongnya keluar dari mansion nya. Tanpa memandangnya lagi, Alan kembali menutup pintu mansion dengan menekan salah satu tombol.

Alexa menekuk bibirnya sebal, merasa kecewa karena pintu di depannya telah tertutup.

"Padahal dia pria yang tampan, tapi kenapa dia kasar sekali?." Gumam Alexa.

"Ck! Aku tau, aku menarik dan seksi. Tapi kalian berhentilah menatapku seperti itu, fokuslah menjaga tuan tampan kalian." Tegur Alexa, saat anak buah Alan justru sibuk memperhatikan dirinya.

BAB 5| PENCULIKAN.

Satu minggu telah berlalu terasa cepat. Dan hari-hari belakangan ini, Alexa sangat sibuk mengurus blog dan bisnisnya. Gadis itu adalah seorang fashion blogger dan pemilik perusahaan fashion. Alexa bekerja keras selama lima tanpa ingin bersantai. Dan ketika akhir pekan tiba, Alexa merasa jika diri nya perlu berpesta pora untuk menikmati hidup sepenuhnya.

Saat ini masih di hari Jumat malam dan Alexa tengah berbaring di atas tempat tidur di dalam kamarnya yang mewah, hanya mengenakan pakaian dalam berwarna hitam, tampak seksi dengan rambut coklat nya yang di ikat berantakan. Sementara itu tema kamar nya sendiri bernuansa awan dengan cat putih dan gorden berwarna abu-abu cerah.

Di dalam kepalanya, Alexa terus saja memikirkan tentang Alan. 'Aku sangat ingin bertemu dengan tuan tampan setelah berhari-hari ini tidak melihatnya. Haruskah aku mengunjungi klub nya lagi? Aku memang tidak takut untuk pergi ke sana lagi. Tapi aku bingung.' Gumam Alexa di dalam batinnya.

Gadis itu pun mengubah posisi nya menjadi duduk. "Kenapa aku tidak mengunjungi salah satu Klub nya yang lain?." Dia menyeringai dan meraih ponsel nya dari atas nakas untuk mencari klub Alan yang lainnya.

"Tunggu, aku bahkan tidak tau siapa nama pria tampan itu?." Kata Alexa ketika hendak mengetik di salah satu aplikasi bernama G009l?, gadis itu menyadari bahwa dirinya bahkan tidak tau nama pria itu dan hal itu membuat nya kesal.

"Ah pertama aku akan mencari Klub nya yang selalu aku datangi dan menjadi tau siapa nama pemiliknya." Alexa pun mengetik di kolom pencarian. 'Siapa pemilik red dot club?' Dan setelah menekan ikon pencarian dan menunggu hasilnya.

Mata Alexa terbelalak dan sebuah senyuman manis terlihat di bibirnya saat melihat foto Alan yang terpajang sebagai nama pemilik klub itu. Dia tampak sangat tampan di foto itu dan tatapan Alexa tertuju pada namanya.

"Alan Delano." Alexa membacanya keras, kembali menatap foto Alan dengan pandangan penuh hasrat dan senyuman di wajahnya.

Kemudian Alexa pun mencari klub milik Alan yang lain.

"Aku tidak menyangka dia memiliki begitu banyak klub." Serunya kaget setelah melihat daftar klub milik Alan.

Alexa akhirnya memutuskan untuk mengunjungi salah satu club Alan besok dan malam ini gadis itu tertidur dengan nyenyak setelah melihat foto-foto Alan, bahkan hingga menetapkan salah satu foto pria itu sebagai wallpaper di ponselnya.

Di malam yang sama dan di kota yang sama, namun di tempat yang berbeda. Alan Delano sedang tidak dapat mengerti dengan pikirannya sendiri, mengapa pikiran nya masih tetap memikirkan gadis yang paling menyebalkan baginya itu?.

Pria itu merasa frustasi, tidak mengerti dengan apa yang telah terjadi.

Saat ini, Alan tengah berdiri di balkon kamarnya dengan hanya bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana panjang hitam. Di tangan nya tergenggam sebotol anggur dan ia mengernyitkan dahinya. Jauh di lubuk hatinya, Alan merasa ingin bertemu dengan gadis itu lagi, tetapi ia tidak tau apa alasannya dan hal itu mampu membuatnya merasa gelisah.



***

Pagi harinya, Alexa yang hari ini telah libur dari pekerjaannya, memilih untuk mendatangi salon kecantikan termahal di kota ini. Tujuannya mengunjungi salon itu karena untuk melakukan manikur, pedikur, mengatur tatanan rambutnya dan lain-lainnya. Semua itu Alexa lakukan dengan harapan ketika bertemu Alan ia bisa terlihat sangat cantik hingga pria itu pun tergoda padanya.

Dan di malam harinya, Alexa mulai bersiap-siap untuk mengunjungi klub milik Alan. Berharap bisa melihat pria tampan itu sekilas setelah seminggu ia tidak melihatnya.

Alexa telah mengenakan atasan bustier hitam dengan celana hitam ketat dan mengaplikasikan lipstik merah cerah. Ia saat ini tengah berada di walk in closet mewah nya, duduk di salah satu kursi dan menghadap ke arah sebuah cermin besar.

Alexa mengambil selfi cermin dengan pose tubuhnya yang seksi dan mempostingnya di aplikasi berwarna Ungu berinisial 'IG' dengan caption [Bekerja keras itu boleh tapi jangan lupa untuk berpesta pora] dengan hastag [#Pesta pora].

Tak lama, setibanya di klub Alan yang lain, Alexa melihat pemandangan yang telah ia rindukan beberapa hari ini. Banyak orang-orang yang menari penuh semangat mengikuti alunan musik yang sedang booming. Alexa berjalan menuju konter bar dan memesan scotch. Bola mata coklatnya terlihat putus asa ketika ia tidak menemukan Tuan tampan nya itu. Padahal banyak pria yang mendekatinya dan mengajaknya berdansa, tetapi Alexa menolak semua pria itu.

Dan entahlah apakah malam ini merupakan hari keberuntungan bagi Alexa? Karena Alan, pria tampan itu kebetulan juga tengah mendatangi klub ini untuk sebuah pertemuan. Alan berjalan ke ruang pribadi nya dengan tiga orang anak buah nya yang berjalan di belakangnya.

Namun, tiba-tiba dia menghentikan langkah kakinya ketika pandangan nya tak sengaja tertuju pada seorang gadis seksi yang tengah duduk di konter bar. Matanya berkilau penuh hasrat, Alan mengamatinya dari rambut hingga ujung kaki

'Kendalikan keinginanmu, Alan. Dia bisa saja menjadi seorang mata-mata yang sedang mengincar mu.' Pikir Alan dalam batinnya.

"Setelah mendapatkan peringatan dariku, beraninya dia mengunjungi klub lagi? Tapi hari ini aku tidak akan melepaskan dia, gadis itu benar-benar menguji kesabaranku." Gumam Alan bermonolog, menatap Alexa dengan amarah dan mengepalkan tangannya.

"Kalian semua bisa pergi dulu, aku akan segera bergabung setelah urusan ku selesai." Perintah Alan dan anak buahnya pun pergi mengikuti perintah bos mereka.

Mata Alexa berbinar bahagia ketika dirinya akhirnya dapat melihat Alan. Bibirnya membentuk senyuman lebar dan hatinya merasa sangat bahagia.

Berbeda dengan Alan yang mendekati nya dengan pandangan yang berapi-api. Setelah cukup dekat, pria itu langsung menarik tangan Alexa dan menariknya ke tempat yang lebih sepi pengunjung.



"Apa yang kau lakukan di sini setelah aku memperingati mu? Sekarang aku bertambah yakin jika kau adalah mata-mata." Alan terlihat geram dan menodongkan pistolnya ke arah Alexa.

Namun, entah mengapa kepercayaan dirinya goyah.

"Jawaban ku masih sama, aku sengaja datang ke klub mu karena ingin melihatmu sekilas dan beruntungnya keinginan ku terkabul lagi." Balas Alexa, senyuman penuh kemenangan menyebar di wajahnya, membuat kemarahan Alan meningkat.

"Kau sepertinya benar-benar sedang menguji kesabaranku, Nona Alexa." Kata Alan menggenggam pistolnya lebih erat. Alan marah karena Alexa tidak takut padanya dan ia juga merasa kesal pada dirinya sendiri karena entah mengapa tangannya tak sanggup menarik pelatuknya.

"Dan kau membuatku bergairah dengan ketampananmu." Alexa menggigit bibir bawahnya secara erotis, membuat Alan memutar bola matanya malas.

Dia menurunkan pistolnya dan bergerak sangat cepat, Alan mencengkram tangan Alexa ke atas kepala gadis itu dan menempelkan nya di dinding. Mereka saling menatap tajam antara satu sama lain dan detak jantung mereka bertambah cepat karena posisi mereka yang sangat dekat. Nafas hangat pria itu menyapu ke wajah Alexa, mengirimkan getaran hasrat ke tulang punggung Alexa dan gadis itu masih tertarik dengan bibir sensual Alan, ia ingin sekali mencicipi nya.

Dan tanpa sepengetahuan mereka berdua, seseorang dari kejauhan tengah mengambil foto mereka dalam keadaan seperti itu.

"Jika aku melihatmu lagi di dekat salah satu klub ku, maka aku tidak akan ragu untuk membunuhmu tanpa bertanya lagi." Alan memperingatinya dengan nada tegasnya, menjaga matanya tetap tertuju pada Alexa.

"Oh astaga! Aku sangat takut." Jawab Alexa sinis dan hanya menatap Alan dengan tatapan tidak percayanya.

"Sekarang pergilah!." Alan menjauh dari Alexa dan kembali memasukkan pistol ke dalam saku celananya.

"Sampai bertemu lagi, Tuan tampan." Alexa berjalan keluar dari club, melambaikan tangannya dan tersenyum ke arah Alan sebelum akhirnya keluar dari salah satu pintu.

Sementara itu, Alan menggelengkan kepalanya." Gadis itu sangat berbeda." Sebelum meninggal tempat itu untuk menghadiri pertemuan di ruang pribadinya, tiba-tiba ponsel Alan berdering. Penjaga keamanan menelpon dan memberitahu bahwa ada seseorang yang telah mengambil foto Alan ketika tengah bersama Alexa dan penjaga itu mengetahuinya melalui rekaman cctv.

Alan mengernyitkan dahinya setelah mendengar berita ini. Tiba-tiba Alan merasa cemas pada Alexa, meskipun ia tidak memahami perasaannya saat ini, tetapi untuk pertama kali dalam hidupnya, Alan merasa khawatir terhadap seseorang.

'Sekarang siapa pun dapat menggunakan nya untuk mencari tahu infomasi ku, bagaimana jika ternyata gadis itu telah mengetahui sesuatu tentang ku dan memberikan informasi itu pada mereka? Aku harus menemukan gadis itu sekarang juga.' Kata Alan di dalam batin.

Pria itu menyakinkan dirinya sendiri bahwa ia harus melindungi gadis menyebalkan itu seperti melindungi dirinya sendiri. Tetapi, alasan yang sebenarnya ada di dalam hatinya. Alan perduli pada Alexa dan mengembangkan titik lemah nya karena gadis itu.

***

Seorang pria tiba-tiba menghalangi mobil Alexa, membuat gadis itu langsung mengerem mobilnya secara mendadak.

Alexa yang mengira jika pria itu adalah anak buah Alan yang datang untuk mengintrogasi dirinya pun lantas keluar dari dalam mobilnya dan berjalan kearah pria itu. "Jadi kau datang untuk mengintrogasiku lagi?." Tanya Alexa.

Dan tiba-tiba terdapat dua pria dengan kasar menggenggam lengan Alexa dan mulai menariknya menuju mobil mereka yang terparkir tak jauh dari mobil Alexa.

"Hei, aku siap ikut bersama dengan kalian, tapi jangan memaksaku seperti ini bodoh!." Alexa mencoba melepaskan diri dari cengkraman kuat mereka.



"Diam! Tutup mulutmu! Jangan buat kami kesal." Salah seorang pria menggertak Alexa.

"Kalian bisa melepaskan tanganku dan aku tidak akan lari, aku akan ikut kalian." Bentak Alexa.

"Apa menurutmu kami ini bodoh jika ingin melepaskan tanganmu begitu saja? Agar kau bisa melarikan diri." Balas pria itu.

"Sekarang jangan salahkan aku untuk melakukan ini padamu." Alexa menendang selangkangan salah satu pria, membuat pria itu langsung melepaskan cengkeraman tangan nya dari lengan Alexa dan mengerang kesakitan.

Pria lainnya justru malah menampar wajah cantik Alexa dengan keras sebanyak dua kali." Dasar jalang!."

Alexa sekarang mengerti jika mereka bukanlah anak buah Alan berdasarkan perilaku mereka padanya. Gadis itu berusaha mencari celah untuk menyerang pria asing itu. Namun, tiba-tiba dari dalam mobil keluar tiga orang pria yang langsung ikut memeganginya.

"Kemana kalian akan membawa ku?." Tanya Alexa ketika mereka menahan anggota tubuh nya.

Ada lima orang dari mereka dan Alexa tentunya tidak bisa melawan ke-lima orang itu sekaligus dalam posisinya yang seorang diri. Tetapi Alexa tetap berteriak keras dengan harapan ada yang datang membantunya, meski itu mustahil karena musik di dalam terdengar cukup keras.

"Kalian semua bajingan, cepat lepaskan aku!." Teriak Alexa ketika mereka dengan paksa mendorongnya masuk ke dalam bagasi mobil.

Kemudian mereka membungkam mulut Alexa dengan selotip, sementara tangan nya di tali di belakang. Barulah setelah itu mereka menutup bagasi dengan cara di banting.

Terlihat mobil di nyalakan dan Alexa dalam keadaan pasrah di bawa oleh kelima orang asing itu entah kemana.

Jantungnya berdebar kencang karena takut dan frustasi. Pikirannya berpacu ketika dirinya mencoba memahami situasinya saat ini. Orang-orang itu jelas tidak ada sangkut pautnya dengan Alan dan dia memahami hal ini.

Berjam-jam berlalu dan mobil akhirnya berhenti. Alexa merasakan jika mobil itu berhenti, namun ia tetap dalam keadaan terikat erat dan terjebak di dalam bagasi. Saat pintu bagasi di buka, Alexa menguatkan dirinya untuk apa yang mungkin terjadi selanjutnya.

BAB 6| DI SELAMATKAN.

Alexa mendapatkan jika dirinya tengah berada di dalam ruangan yang memiliki sedikit pencahayaan, gadis itu terikat di sebuah kursi, berteriak dan berjuang untuk melepaskan dirinya dari tali yang di ikatkan erat di tubuhnya. Bingung memikirkan siapa dalang di balik penculikannya dan alasan dibalik ini semua. Alexa tidak dapat membayangkan jika ternyata dirinya memiliki musuh yang seperti mereka. Orang-orang yang membawanya ke tempat ini, justru tengah berdiri seperti patung yang tuli dan tidak menghiraukan permohonan nya yang putus asa.

Dan seorang pria kuat mengenakan jas berwarna abu-abu masuk ke dalam ruangan, sementara yang lain menundukkan kepala mereka dengan hormat.

Seringaian jahatnya bertemu dengan tatapan menantang dari mata Alexa.

"Lepaskan aku, brengsek!." Teriak gadis itu.

"Bukankah kau sekarang sedang dekat dengan Alan? Jika kau memberikan informasi penting tentang dia, aku akan membebaskanmu." Kata pria itu, berjalan mendekati Alexa.

"Aku tidak dekat dengannya, aku baru saja bertemu dengannya minggu lalu. Dia mencurigai aku sebagai mata-matanya. Karena dia menarik, aku tertarik padanya. Tapi aku tetap berharap aku benar-benar dekat dengannya." Alexa menjelaskannya dengan jujur sebelum mencibir karena kesal pada kenyataannya.

"Foto ini menunjukkan jika kau sedang dekat dengannya." Pria itu menegaskan sembari menunjukkan sebuah foto di ponselnya.

Alexa mengedipkan matanya berulang kali, melihat fotonya bersama dengan Alan dalam posisi yang berdekatan. Senyumannya memudar saat pria itu menarik ponselnya dan kembali memasukkan nya di dalam sakunya.

"Sekarang, apakah kau akan mengatakan yang sebenarnya atau tidak?." Tiba-tiba, pria itu menjambak rambut Alexa, membuat gadis itu meringis kesakitan.

"Aku sudah mengatakan yang sebenarnya, bajingan!." Bentak Alexa, mata nya berkobar penuh amarah.

Namun, pria asing itu justru menampar Alexa. "Sepertinya kau tidak akan menjawab pertanyaanku."

Pria itu pun memerintahkan anak buahnya untuk membawakan alat penyiksaan dan anak buahnya itu pun langsung melakukan perintah bos mereka, mendorong troli yang berisikan banyak pisau, beberapa jarum, palu dan lainnya.

"Jika kau tidak ingin menjerit karena kesakitan, maka beri tau saja informasinya pada kami. Kapan dia akan mengantarkan kiriman berikutnya?." Tanya pria itu, tetap menuntut sebuah jawaban dari Alexa yang tak ingin menjawab dan malah mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Pria itu meraih pisau dan menempelkan di kulit lengan nya sendiri sembari menunggu jawaban dari Alexa.

Namun hal tersebut ternyata membuat Alexa panik saat gadis itu teringat kilasan tentang masa lalunya yang mengerikan.

"Lepaskan aku, brengsek!." Kata Alexa dengan penuh amarah dan membuat beberapa orang di sana terkejut melihat amarahnya yang luar biasa.

"Beri kami Informasi, maka aku akan membebaskanmu."

"Aku tidak tahu apa pun!." Alexa berteriak padanya.

"Kami tau bahwa kau mengetahuinya." Kata pria itu, mendekatkan pisaunya di leher Alexa dan membelainya lembut dengan pisau itu.

Sementara itu, Alexa mengerucutkan bibirnya dan memejamkan matanya ketika ia harus menahan rasa sakit karena goresan pisau tajam itu berulang kali, menusuk tipis kulit lehernya.

Bukan hanya itu, di sana mereka juga menyiksa Alexa dengan menjambak rambut gadis itu dan mencelupkan wajah cantiknya ke dalam air es berulang kali. Namun, Alexa tetap tidak mengatakan apapun.

Sebenarnya, gadis itu telah mendengar kapan tanggal pengiriman berikutnya, walaupun ia tidak tahu barang apa yang akan di kirim dan di kirim di mana. Alexa hanya tau tanggalnya.

Alexa mengetahui hal itu ketika ia mendengar Alan tengah berdiskusi saat di momen pertama kalinya Alexa melihat Alan.

Meski tau, Alexa tetap menanggung semua rasa sakit ini untuknya. Karena entah mengapa, ketika mendapatkan siksaan seperti ini tubuhnya seakan mati rasa.



"Kalian semua brengsek! Aku sudah bilang berulangkali jika aku tidak sedang dekat dengan Alan." Alexa meludah ke arahnya dan membuat pria itu marah.

Ia menggenggam pisau nya erat dan hendak menusukkannya di dada Alexa.

Namun, sebelum itu terjadi. Alan telah datang bersama dengan anak buahnya.

Anak buah Alan menyekap secara diam-diam beberapa pria yang menjaga di dekat pintu dengan kain yang telah di beri sesuatu hingga membuat mereka pingsan. Lalu menyeret mereka keluar, sementara Alan langsung menahan pergerakan tangan pria asing yang hendak menusuk dada Alexa dengan pisau.

"A-alan bagaimana kau bisa tau tempat ini?." Tanya pria itu terlihat sedikit gugup. "Aaaaaaaaaa!".

Alan yang marah tidak menjawab pria itu, tetapi ia langsung memutar pisau itu hingga menembus dadanya. Darah menetes dan pria itu terlihat marah. " Kau pria sialan Alan - "

Kata-kata nya belum selesai, tetapi Justine telah memukul kepala pria itu hingga ia pingsan dengan darah di dada nya yang masih menetes keluar.

Alexa menatap Alan dengan senyum kecil di wajahnya, matanya berbinar gembira. Hatinya di penuhi kegembiraan ketika seseorang yang mampu membuat diri nya tertarik datang seperti pahlawan. Ya - Alexa sangat senang, hingga ia tak mampu menggambarkan bagaimana perasaan nya dengan kata-kata. Pada akhirnya, semua penyiksaan yang di alaminya tak lagi terasa sakit baginya.

Setelah melihat Justine meyelesaikan nyawa pria itu. Alan menoleh ke arah Alexa, entah mengapa hati nya terasa sakit melihat Alexa dalam kondisi buruk setelah di siksa.

Untuk pertama kalinya, Alan merasa sakit hati setelah melihat seseorang kesakitan. Padahal sebelumnya, dialah yang memberikan rasa sakit tanpa belas kasihan dan menyiksa orang lain secara brutal. Namun, kondisi Alexa mampu menekan hatinya, membuat matanya tanpa sadar mengeluarkan air bening yang masih tertahan.

Mafia kejam itu tidak mengerti dengan apa yang terjadi padanya. Dia benar-benar bingung dengan perasaan asing yang terasa kuat ini.

"Aku tau jika kau akan datang menyelamatkan ku." Kata Alexa tersenyum ke arah Alan.

Pria itu tersadar dari lamunannya dan mengabaikan perkataan Alexa, memilih bergerak untuk melepaskan ikatan tali yang mengikat gadis itu.

"Kau tau? Sebenarnya aku sudah mendengar tanggal pengiriman paketmu berikut, ketika di bar minggu lalu. Tapi aku tidak memberitahu mereka. Jadi sekarang, percayalah kalau aku bukan ingin memata-matai dirimu." Kata Alexa. Beranjak dari kursi dan menghadap ke arah Alan yang sepertinya tidak mendengar perkataan nya. "Kau bisa mendengar k - "

Tiba-tiba, mata Alexa terpejam dan gadis itu tidak sadarkan diri. Kepala nya terjatuh ke dada Alan dan pria itu terkejut selama beberapa detik.

"Bos, kita harus segera pergi dari tempat ini." Kata Justine yang tiba-tiba datang.

Alan langsung memeluk tubuh Alexa, raut wajahnya terlihat jika dia tengah mencemaskan nya.

Sedangkan Justine memperhatikan perubahan sikap dari bos nya, cara bos nya itu memandangi Alexa dan dari raut wajahnya menjelaskan jika bos nya itu memiliki perasaan terhadap Alexa.

Alan lantas menggendong Alexa ala bridal style dan membawanya keluar dari ruangan itu. Ia menatap Alexa yang tak sadarkan diri di dalam gendongannya yang kuat dan protektif, di ikuti oleh Justine dan anak buahnya.

"Justine, segera hubungi dokter!." Perintah Alan sebelum mendudukkan dirinya di kursi belakang dengan Alexa yang masih ada di gendongannya.

"Oke boss." Kata Justine menganggukkan kepalanya.

Begitu Alan duduk dengan Alexa di belakang, Justine menutup pintu mobil dan duduk di kursi depan bersama dengan sopir. Lalu menelpon seorang dokter pribadi.

Alan yang duduk di belakang, meletakkan kepala Alexa di pangkuannya dan menatap nya khawatir. Tak tau mengapa dirinya begitu mencemaskan Alexa dan ingin melihat gadis itu dalam keadaan baik-baik saja seperti sebelumnya.

Alexa telah menderita karenanya hari ini dan itu membuat merasa bersalah.

Alan belum pernah merasa seperti ini pada siapapun sebelumnya. Semua ini merupakan hal baru baginya dan mampu membuat nya merasa frustasi.

Suatu perubahan mendadak terjadi di dalam diri nya, membuat pikirannya berputar-putar dan bingung.

Namun, Alan tidak menyadari jika semua ini hanyalah awal dari tranformasi Bos Mafia Kejam.

BAB 7| BERMAIN API.

Alexa di baringkan di atas tempat tidur di salah satu kamar mewah di mansion Alan. Dokter telah memeriksakan keadaannya, tetapi gadis itu belum kunjung sadar dari pingsan nya.

Sementara itu, Alan duduk di konter bar pribadinya, tengah menyeruput segelas Scotch dan merenungkan perasaan asing yang muncul di dalam dirinya. Pria itu menatap lurus ke depan tanpa berkedip dan tidak mengerti dengan apa yang terjadi padanya. Mengapa mata nya berkaca-kaca saat melihat kondisi Alexa?.

Alan merasa kesal karena dirinya mengembangkan perasaan nya terhadap seseorang karena sesungguhnya pria itu tidak suka memiliki perasaan. Alan tidak pernah ingin memiliki rasa perduli pada siapapun, tidak pernah ingin berubah dan ingin menjadi dirinya yang selalu dingin dan mengacuhkan apa pun, dan sekarang pria itu merasa takut untuk berubah.

"Bos." Panggil Justine mengejutkan Alan.

"Hm?." Balas nya, melenyapkan apa yang ia pikirkan sebelumnya.

"Dokter bilang dia akan sadar kembali dalam beberapa jam." Kata Justine memberitahukan. Dan Alan menatapnya tanpa emosi di matanya. "Jangan khawatir bos, dia akan baik-baik saja." Sambung Justine.

"Kenapa aku harus menghawatirkan dia? Tidak masalah bagiku, apakah dia akan baik-baik saja atau tidak." Balas Alan gugup, hingga ketika ia meletakkan gelas timbul bunyi yang keras.

Meski Justine tau jika bos nya tengah berbohong karena ia melihat kepedulian yang tulus terhadap Alexa di mata bos nya, Justine tetap diam.

Saat Justine sedikit menundukkan kepalanya pada Alan lalu pergi, Alan langsung meneguk Scotch nya sekaligus hingga habis.

"Aku tidak perduli padanya dan aku tidak peduli pada siapapun." Gumam nya, meletakan gelas di atas meja. Mata merahnya memperlihatkan kekesalan di dalam dirinya.

***

Alan duduk di sofa kamar nya, mengawasi Alexa dari laptopnya yang di letakkan di atas meja. Saat Alexa kembali sadar, Alan langsung beranjak dari duduknya dan bergegas menemui gadis itu tanpa berpikir panjang.

Tak lama, karena kamar Alexa ada di samping kamarnya. Pria itu langsung melangkah masuk ke dalam kamar Alexa.

Ketika Alexa melihat Alan masuk, gadis itu tidak marah meski Alan masuk tanpa izin. Kedua mata Alexa berbinar dan senyuman manis terlihat di bibirnya. Gadis itu duduk bersandar pada sandaran tempat tidur dengan posisi yang nyaman. Berbeda dengan Alan yang tetap terlihat serius saat berjalan mendekati tempat tidur Alexa dan berdiri di samping tempat tidurnya.

Alan menyilangkan ke dua tangannya di dada. "Bagaimana keadaanmu?." Tanya pria itu, namun ia tak ingin menunjukkan keperduliannya pada Alexa.

"Terima kasih banyak telah menyelamatkan hidupku, pahlawanku." Kata Alexa dan Alan tampak mengernyitkan dahinya ketika mendengar Alexa memanggilnya dengan sebutan 'pahlawanku'.

"Aku bukan pahlawanmu." Balas nya, memutar bola matanya malas.

"Tapi kau menyelamatkan ku seperti pahlawan." Alexa tersenyum pada nya dengan penuh gembira.

Pria itu membungkuk, mendekati Alexa dan mencengkram rahang tak seberapa milik gadis itu. Memperlihatkan tatapan gelapnya ke arah gadis itu. "Seharusnya kau takut pada ku." Kata Alan memperingatinya.

"Aku tidak takut pada apa pun." Balas Alexa menegaskan, menatap jauh ke dalam mata Alan yang panas.

"Semua orang punya kelemahan, aku akan segera menemukan kelemahan mu." Ancam Alan dengan keyakinannya.

"Semoga berhasil pahlawanku." Balas Alexa mengejek.

"Berhentilah memanggilku sebagai pahlawan mu." Kata Alana kesal.

"Kau tau, mereka mengira jika aku sedang dekat denganmu dan karena itulah mereka menculik ku. Tapi, bisakah kita saling dekat antara satu sama lain? Sekarang kau tau jika aku setia padamu." Tanya Alexa dengan kilatan nakal di matanya.

Alan bergerak sangat dekat dengan wajah Alexa, membuat debaran jantungnya jelas terasa. "Jika kau sedang bermain api, maka kau akan terbakar." Alan memperingatinya dengan nada bicaranya yang tegas, intensitas tatapan nya membara.

Namun, Alexa dengan berani membelai rahang tegas Alan. "Aku tidak takut jika aku akan terbakar karena aku memang sudah biasa bermain api. Malahan permainan yang ku sukai itu bermain api." Alexa mengedipkan sebelah matanya dan mereka berdua saling menatap secara mendalam.

Tiba-tiba, pandangan Alan tertuju pada tangan Alexa yang berdarah. "Kenapa dokter tidak membalut luka mu? Tangan mu masih berdarah." Tanya Alan, suaranya di penuhi dengan kekhawatiran.

"Bukan urusanmu dan ini tidak sakit." Alexa menegakkan punggungnya dan menyembunyikan tangannya di balik punggungnya.

"Apa yang kau lakukan, bodoh?." Bentak Alan, menghentikan pergerakan tangan Alexa ketika gadis itu hendak melepaskan perban di lehernya.

"Ini juga tidak menyakitiku, aku tidak membutuhkan nya." Alexa menyentakkan tangan Alan dan melepaskan perban di lehernya dengan kasar. Sekali lagi, bekas luka nya yang belum mengering kembali terlihat mengeluarkan darah.

Dan Alan melihatnya seolah itu memang tidak menyakiti Alexa. "Apa kau gila? Luka itu pasti dalam." Alan kesal dan menunjuk ke arah luka Alexa yang berdarah.

"Ini tidak sakit." Balas Alexa, menatap raut wajah Alan yang tanpa emosi.

Alan menggelengkan kepalanya tak percaya dan buru-buru mengambil kotak p3k dari lemari. Pria itu lalu duduk di tepi tempat tidur, di samping Alexa dan membuka kotak itu.

Alexa mengulurkan tangannya dan ingin merapikan pakaian Alan. Namun, pria itu menahan pergerakan Alexa. "Biarkan aku merapikan pakaian mu."

"Oke, baiklah. Kau boleh merapikan nya tapi pertama biarkan aku mengobati lukamu, itu berdarah. Dokter bilang kau sudah kehilangan banyak darah." Alan menjelaskannya pada Alexa dengan prihatin.

Alexa bisa merasakan kepedulian yang terpancar dari sikap pria itu seakan tulus padanya dan ia merasa bahagia karena ada orang yang perduli pada dirinya untuk pertama kalinya. Alexa pun menganggukkan kepalanya dengan lembut sebagai jawaban.

Tak menunggu lama lagi, Alan pun membersihkan luka Alexa dengan lembut dan menatapnya dengan penuh belas kasihan.

Senyuman tipis dan raut wajah puas menghiasi wajah cantik Alexa. Tidak ada yang bisa mengatakan bahwa dia adalah bos mafia yang kejam, karena Alexa tau bagaimana Alan yang sebenarnya.

Lalu pria itu meraih salep dari dalam kotak dan mengoleskannya, barulah setelah itu Alan membalut lukanya.

"Bawa sini tangan mu, aku akan mengobati nya!." Pinta Alan, mengingat jika sebelah tangan Alexa di sembunyikan di balik punggung gadis itu.

"Ya, baiklah. "Alexa mengulurkan tangan nya yang berdarah di depan Alan.

Pria itu pun langsung memegang tangan Alexa dan saat Alan menyentuh tangannya, gadis itu tiba-tiba kembali merasakan desiran aneh. Alan segera mengoleskan salep di lukanya itu dan membalutnya. Pria itu sedikit membungkukkan badannya dan memberikan ciuman lembut di tangan Alexa, membuat gadis itu terkejut dan jantungnya semakin berdebar tak karuan. Reflek Alexa menarik tangan nya dari Alan.

Gadis itu memperlihatkan senyuman cantiknya dan Alan hanya menatapnya dengan wajah datarnya.

"Kau masih harus tinggal di sini, karena seseorang yang mengambil foto kita secara diam-diam masih berkeliaran di luar. Jadi masih bahaya bagimu berkeliaran di luar sendirian." Kata Alan menjelaskan, sembari memasukkan barang-barang ke dalam kotak p3k dan menutupnya.

"Hai, aku menyukaimu." Kata Alexa tiba-tiba mengaku. Membuat ke dua mata Alan terkejut setelah mendengarnya.

"Apa?." Tanya pria itu tak percaya.

"Kau sangat perduli padaku dan karena itu kau meminta ku untuk tetap tinggal di sini." Bibir gadis itu membentuk seringaian yang konyol.

"Aku melakukan ini karena aku tidak ingin kau membocorkan informasi tentang ku dan aku tidak perduli padamu." Alan beranjak dari tempat duduknya. Pria itu merasa marah pada dirinya sendiri karena jauh di lubuk hati sebenarnya dia memang perduli pada gadis itu. Tetapi ia tak tahu mengapa ia bisa perduli dengan nya dan hal ini semakin membuatnya kesal.

"Kau jelas berbohong, akui saja jika kau memang perduli padaku! Karena aku bisa melihatnya dengan jelas."

Alan mengernyitkan dahinya dengan raut wajahnya yang marah. "Diam! Kau selalu membuatku jengkel." Alan membentak Alexa dengan agresif.

"Kau akan tinggal di ruangan ini sampai tim ku menemukan orang itu, jangan menyentuh apa pun di mansion ku dan selamat tinggal." Alan melangkahkan kaki nya keluar dari kamar Alexa dan membanting pintu kamar.

"Astaga! Dia adalah orang yang pemarah, tapi tenang saja aku sangat tau bagaimana cara menangani orang seperti dia." Alexa terkekeh memuji dirinya sendiri dan tersenyum nakal.

BAB 8| CEMBURU?.

Malam ini, Alexa yang merasa bosan tengah melangkahkan kakinya menuju balkon kamar untuk mencari udara segar. Gadis itu hanya bisa berada di dalam kamar sejak kemarin malam karena ia merasa malas untuk beranjak dari tempat tidur nya, selain untuk mandi dan bahkan ketika ia ingin makan, pelayan Alan selalu siap melayani dirinya kapan pun.

Selain itu, Alexa juga sibuk mengerjakan blog nya dari ponsel. Pandangan gadis itu berbinar ketika melihat Alan yang tengah berdiri di luar mansion, memberikan instruksi pada anak buahnya.

"Aku siap tinggal di sini selamanya agar bisa berada di dekat mu, tuan tampan." Kata Alexa, menatap Alan dengan mata penuh hasrat. Pria itu tampak menggoda dengan kemeja hitamnya, setiap kali Alexa melihatnya, gadis itu selalu merasa terpikat dengannya dan merasa tidak mampu memalingkan pandangan dari Alan.

Namun, tiba-tiba pandangan Alexa tak sengaja tertuju pada banyaknya senjata yang di masukkan ke dalam truk. 'sebenarnya siapa dia?.' Gumam Alexa, bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Dan gadis itu merasa penasaran.

Alexa bersiul guna menarik perhatian Alan, tetapi siulannya itu justru mengundang perhatian semua orang yang ada di bawah termasuk Alan. Pria itu melayangkan tatapan tajam nya ke arah Alexa yang telah berani melakukan hal itu. Tetapi ketika pandangan Alan tertuju pada lekuk tubuh Alexa yang sempurna dan indah, muncul hasrat membara dari dalam dirinya.

Alexa tampak menarik dan seksi dalam balutan atasan bralette putih dan celana pendek denim berwarna biru.

Dan Alexa tanpa malu menyambut tatapan banyak orang itu dengan lambaian tangannya dan tersenyum.

Alan mendengus kesal dan menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah konyol dari gadis itu. Dan tak sengaja ia melihat pandangan sopir truk yang tampak kesemsem melihat Alexa. Rasa cemburu yang tajam melintas di perasaan nya, Alan dengan marah berjalan mendekati sopir truk nya.

Menarik kerah bajunya sopir itu dan dengan kekuatan penuh, Alan melayangkan pukulannya tak henti-henti, perasaan nya telah diliputi dengan hawa cemburu dan ia pun kehilangan kendali.

Melihat kejadian itu, Alexa terbelalak kaget. Sementara anak buah Alan yang juga ada di sana menatap tak percaya dengan apa yang terjadi, mereka tidak mampu memahami perubahan mendadak dari sikap bosnya itu. Padahal menurut mereka, sopir itu hanya diam dan tidak melakukan apa pun, lalu karena alasan apa bos mereka memukuli sopir tersebut?.

Faktanya, tak ada seorang pun termasuk Alan sendiri yang dapat memahami apa yang terjadi pada dirinya. Tangannya yang terus memukul pria malang itu terlihat mengeluarkan darah, membuat Alexa yang melihat hal itu terlihat cemas. Gadis itu bergegas turun untuk menghentikan Alan, Alexa merasa kasihan pada sopir yang terlihat hanya pasrah dengan apa yang telah bos nya itu lakukan.

Setelah tiba di tempat kejadian, Alexa masih mendapati Alan yang memukuli sopir itu tanpa ampun.

"Apa yang terjadi? Cepat hentikan mereka!." Alexa meminta anak buah Alan untuk menghentikan Alan. Namun sayang nya, tidak ada yang berani menghadapi bos mereka yang tengah marah dan mereka di lumpuhkan oleh rasa takutnya pada Alan.

"Kalian pengecut." Alexa melangkah maju. "Berhenti!." Teriak gadis itu, membuat Alan langsung melepaskan cengkeraman tangannya dari kerah sopir dan menoleh ke arah Alexa.

"Sekarang pergilah dari sini dan pastikan kau tidak terlihat lagi." Kata Alexa pada sopir yang telah terluka parah dengan darah di tubuhnya. Sopir itu pun segera pergi sebelum Alan kembali memukuli nya tanpa ia tau alasannya.

"Panggil sopir yang lain!." Perintah Alexa pada salah satu anak buah Alan.

Dan Alan tiba-tiba menarik tangan Alexa dengan paksa menariknya masuk ke dalam mansion..

"Hei kau sedang marah, tapi apa yang terjadi? Dan kemana kau akan membawaku?." Tanya Alexa melangkahkan kakinya cepat mengikut Alan yang masih tetap menarik tangannya.



Alan tiba-tiba berhenti dan membentak Alexa, membuat gadis itu terkejut. "Diam saja dan pergi! Aku sedang tidak ingin mendengar ocehan mu!."

"Kau sendiri yang menarik tanganku dan membawanya ke sini dan sekarang kau ingin aku pergi? Apa kau baik-baik saja?." Tanya Alexa, gadis itu menempelkan punggung tangannya ke dahi Alan untuk memeriksa kesehatannya.

Tetapi wajah Alan terlihat tertekuk. Pria itu menyingkirkan tangan Alexa dan menarik gadis itu agar lebih dekat dengannya. "Mengapa kau tidak pernah mau mendengar perkataanku?!." Ketegangan di antara mereka terasa begitu hebat, membuat rasa kesemutan menjalar di punggung Alan.

"Kau bisa memerintah di mana saja dan pada siapapun, Tuan Alan Delano. Tapi jangan memerintah ku, karena aku hanya akan mendengarkan diriku sendiri!." Balas Alexa, terlihat kesal. Menekan Alan dengan jawabannya dan pria itu melepaskan tangan Alexa.

"Kau benar-benar sulit untuk di hadapi." Kata Alan.

"Oh, jadi kau ingin berurusan denganku?." Alexa menggoda Alan dan bibirnya membentuk seringaian yang nakal.

"Sialan! Diam dan beri tahu aku kenapa kau berdiri di balkon kamar dengan pakaian terbuka mu? Ini rumah ku dan aku tidak mengizinkan mu berkeliaran dimana-mana termasuk balkon." Kata Alan yang langsung pada inti permasalahannya.

"Oh jadi karena itu masalahnya? Hm apa aku telah mengalihkan perhatian mu? Dan asal kau tau aku bosan seharian penuh hanya ada di dalam kamar." Alexa dengan berani mengalungkan tangannya di leher Alan. "Tapi sekarang aku tau sesuatu, apa aku tadi terlihat menggoda saat di balkon?." Lagi, Alexa kembali bertanya, gadis itu bergerak lebih dekat dengan Alan, jari jemarinya yang lembut bergerak membelai rahang tegasnya.

Geraman pelan keluar dari bibir Alan saat dia tengah berusaha mempertahankan ketenangannya. Tingkah laku Alexa yang bergelayut manja sepertinya telah melampaui batas kemampuan Alan dalam mempertahankan diri.

Namun, Alan mendorong Alexa menjauh sebelum dirinya tersesat di mata Alexa yang memabukkan. "Hanya saja kau jangan terlalu menguji kesabaran ku, Nona Alexa. Pergilah ke kamar mu!." Perintah Alan mengibas tangannya beberapa kali agar Alexa cepat pergi dari hadapannya.

Sementara itu, pandangan Alexa tertuju pada luka di punggung jari-jari Alan yang berdarah..

"Baiklah, tapi biarkan aku mengobati lukamu dulu. Tangan mu berdarah." Kata Alexa terlihat cemas.

Gadis cantik itu, meraih tangan Alan dan membelainya dengan lembut, membuat pandangan Alan berubah teduh. Mereka berdua tanpa sadar saling bertatapan secara mendalam dan melupakan dunia yang ada di sekitar mereka selama beberapa saat.

Alan mengerutkan dahinya. Didalam pikiran nya, ia bertanya-tanya pada dirinya apa yang sedang terjadi padanya. "Pergilah! Pergilah ke kamarmu!." Alan menarik tangannya..

"Aku akan melepaskan perbanku ini lagi jika kau tidak mendengarkan aku!." Sebelah tangan Alexa mencubit perban yang ada di di tangan nya yang lain, berniat untuk menakut-nakuti Alan.

"Apa yang kau inginkan?." Tanya nya kesal..

"Hm, aku ingin kau." Alexa menyeringai dan memberinya kedipan nakal.

Pria itu menggelengkan kepalanya tak percaya. "Kau luar biasa! Aku tak mengerti dengan pikiranmu."

"Jadi, tolong mengertilah aku!." Balas Alexa dengan nada bicaranya yang serak, kembali mendekati Alan dan mengarahkan tatapan tajam ke arahnya.

"Kau bukan tipeku."Kata Alan, menjaga suaranya agar tetap tegas.

"Tapi aku adalah tipeku." Saat Alexa berbisik di telinga Alan, pria itu merasakan aliran listrik hasrat yang mengalir ke tulang punggungnya.

Alan menghela napasnya, menyadari jika berdebat dengan Alexa selalu akan sia-sia. "Kau selalu tidak ingin mendengarkan ku, kan?."

"Tidak akan pernah." Bibir gadis itu membentuk seringaian konyol.

"Baiklah, terserah padamu aku akan pergi."

"Aku ingin ikut dengan mu."

"Itu tidak perlu gadis menyebalkan."

"Terimakasih atas pujian nya, pahlawan ku." Alexa menyeringai, menikmati raut wajah Alan yang tertekan.

"Berhenti memanggilku seperti itu."

"Baiklah, jadi beri tahu bagaimana aku harus memanggilmu? Hm tuan tampan lebih baik, kan?." Alexa mengangkat sebelah alisnya ke atas. Dan bicaranya hanya bisa membuat Alan bertambah kesal padanya.

"Aku harus pergi dan kau tetap di sini!." Kata Alan..

"Berhenti! Atau aku akan melepaskan perbanku!." Alexa menunjuk ke arah perbannya dan tersenyum nakal. "Aku harus mengobati luka mu itu dulu, Tuan tampan."

"Kau sangat menyebalkan." Alan benar-benar frustasi dengan kelakuan Alexa yang tiada hentinya.

"Tapi jauh di lubuk hatimu, kau perduli padaku."

Mendengar kata-kata Alexa, ke dua bola mata Alan melebar saat gadis itu mampu merasakan kepeduliannya yang di sembunyikan darinya. Alan belum siap dan belum ingin mengakui jika ia benar-benar peduli pada Alexa.

"Terserah padamu dan lakukan apa saja sesuka hatimu, kau jangan ikuti aku." Alan berbalik untuk pergi, tetapi ia terpaksa menghentikan langkah kakinya ketika suara jeritan seseorang menusuk di indera pendengaran nya.

Alexa, gadis itu tanpa ragu-ragu melepaskan perban di tangannya, meski tau Alan telah melarangnya. Dan dia memang sengaja melakukan itu, agar Alan mau berhenti.

Sementara itu, Alan mengepalkan tangannya. Pikirannya terpecah antara keinginan untuk menghadapi gadis itu atau ego nya yang sangat kuat untuk mengacuhkan Alexa. Tetapi Alan memilih pergi, menolak menyerah pada godaan saat Alexa di belakang.

"Aduh sakit!." Kata Alexa dengan keras. Namun, sayangnya Alan tak kunjung menoleh atau pun mendatanginya, membuat gadis itu pun merasa kecewa.

Dan tanpa sepengetahuan, seseorang sedari tadi menyaksikan semua kejadian yang terjadi di antara Alan dan Alexa.

BAB 9 | CEMBURU YANG DI SEMBUNYIKAN.

Pandangan Alexa tak sengaja tertuju pada Justine yang tengah menatap dirinya dengan pandangan tidak percayanya.

"Ada apa? Kenapa kau menatap ku seperti itu?." Tanya Alexa dengan kasar, suasana hatinya sedang memburuk karena Alan lebih memilih untuk meninggalkan dirinya, meskipun ia telah mengancam dan benar-benar melepaskan perban di tangannya.

"Aku ingin tau, apakah kau benar-benar manusia atau bukan?." Tanya Justine berjalan mendekati Alexa dengan ke dua tangannya yang di masukkan ke dalam saku celananya.

Alexa menyipitkan mata nya dan merasa bingung. "Apa maksudmu?."

"Maksud ku, bagaimana kau bisa berhasil meluluhkan hati bos? Orang normal tidak akan bisa melakukan itu." Kata Justine terkekeh dan menggeleng-gelengkan kepalanya, masih merasa tak percaya.

"Benarkah? Apa menurutmu aku telah berhasil meluluhkan hatinya?." Tanya Alexa berbinar.

"Iya, aku bisa melihatnya dengan jelas." Balas Justine, merasa yakin.

Tetapi tiba-tiba Alexa nampak bersedih. "Tapi kurasa tidak, karena dia baru saja pergi meninggalkan ku."

"Karena dia tidak ingin menunjuk ketertarikan nya padamu, padahal hati bekunya telah meleleh dan percayalah itu tidak seperti yang terlihat, Alexa." Kata Justine.

"Apa maksudmu?." Tanya Alexa menaikan sebelah alisnya ke atas.

"Aku akan memberi tahu mu, tapi biarkan aku membalut luka mu terlebih dahulu." Justine menunjuk luka Alexa dengan dagunya.

"Tidak, aku hanya ingin tuan tampan yang mengobati luka ku." Kata Alexa melipat ke dua tangan nya di dada.

"Baiklah, kalau begitu aku tidak akan memberitahumu apa pun tentang dia, padahal kupikir aku mungkin bisa membantu mu, tapi baiklah jika itu yang kau inginkan." Kata Justine terdengar sedikit memaksa, ia mengangkat bahunya sebentar dan hendak pergi dari tempat itu.

"Oke, tapi kau harus memberitahu pada ku semua tentang dia." Alexa mengulurkan tangannya yang berdarah ke arah Justine. "Kau boleh mengobatinya."



"Aku di sini hanya untukmu." Justine tersenyum padanya, lalu mereka berdua pun berbalik dan berjalan mencari kotak p3k.

Alexa berhenti dan menoleh ke arah Justine. "Ngomong-ngomong siapa namamu?."



"Nama ku Justine Roland dan aku adalah asisten dari bos, bisa di bilang aku juga orang kepercayaan bos." Balas Justine. Dan Alexa pun menganggukkan kepala nya.

***

Di sisi lain, Alan berjalan ke sana-sini di ruangannya. Tengah bertanya-tanya pada dirinya sendiri, mengapa ia begitu marah hingga memukuli sopir truk nya tanpa berpikir panjang. Sementara itu, kata-kata Alexa tentang dirinya yang perduli pada gadis itu masih terngiang-ngiang di kepalanya.

"Apakah aku benar-benar perduli padanya?." Tanya Alan pada dirinya sendiri.

***

Saat ini, Justine tengah membersihkan darah dari kulit Alexa saat mereka duduk di kamar Alexa. "Justine, ceritakan padaku tentang bos mu!."

"Bos tidak pernah memperdulikan wanita atau gadis manapun sebelum kau. Jadi, bukankah itu sudah jelas menunjukan jika kau istimewa?." Kata Justine balik bertanya, membuat mata Alexa melebar, terkejut dan bercampur senang.

'apakah aku spesial baginya?.' Tanya Alexa pada dirinya sendiri.

"Apakah itu benar? Tapi dia bilang dia hanya berniat membantuku karena dia tidak ingin terkena masalah." Kata Alexa dengan nada bicara nya yang muram..

"Ya, dia akan membunuhmu daripada membawamu ke sini, berpikirlah dengan bijak." Balas Justine.

Mata Alexa terbelalak kaget. "Mengapa dia membunuhku jika aku tidak spesial?." Tanya Alexa.

Gadis itu sepertinya belum sadar tentang siapa Alan yang sebenarnya dan ada berapa banyak musuh pria itu yang berkeliaran di luar sana.

"Kau tidak tau siapa bos?." Tanya Justine.

Saay itu, Alan tiba-tiba mendatangi kamar Alexa untuk memeriksa apakah luka gadis itu sudah di balut atau belum. Tetapi ia merasa cemburu ketika melihat Justine ada di dalam kamar Alexa dan menyentuh tangan gadis itu.

"JUSTINE!." Bentak Alan, menarik perhatian Alexa dan Justine. Mereka berdua mengalihkan pandangannya ke arah pintu yang tidak di tutup dan terlihat Alan yang memperlihatkan raut wajah dinginnya.

Alan berjalan ke arah mereka dengan tampang garangnya. "Justine, apa yang kau lakukan di sini? Sedari tadi aku mencarimu." Tanya Alan pada Justine, meski fakta nya Alan memang tidak sedang mencari Justine. Pria itu juga sedikit melirik ke arah Alexa.

Sementara itu, Justine dapat melihat dengan jelas bahwa Alan saat ini tengah cemburu melihat kedekatan mereka. "Maaf bos, saya sedang membalut lukanya." Balas Justine menahan tawanya karena ia merasa lucu untuk pertama kalinya melihat Alan yang cemburu.

"Biarkan aku saja yang melakukannya. Kau bisa pergi dan periksa apakah truk kita sudah tiba atau belum." Perintah Alan, lalu mengambil alih salep dari tangan Justine.

Senyuman manis mengembang di wajah Alexa saat Alan ketahuan memang perduli padanya. Kecemburuan terlihat jelas di raut wajah Alan.

"Baik, bos." Justine beranjak dari duduknya dan berjalan keluar, tetapi sebelum melangkah melewati pintu, pria itu berbalik menatap Alexa. "Hati-hati, Alexa dan sampai jumpa lagi."

"Terimakasih, Justine." Kata Alexa tersenyum padanya.

Justine pun mengangguk dan benar-benar pergi meninggalkan kamar Alexa.

"Apa yang kalian berdua lakukan?." Tanya Alan, lalu duduk di samping Alexa.

"Tidak ada apa-apa, kami hanya mengobrol biasa. Dia manis sekali, aku penasaran, apa yang kau lakukan pada nya sampai dia benar-benar menuruti semua perintah mu. Padahal aku saja tidak pernah menuruti mu, Justine bersikap baik pada ku, sementara kau sangat kasar, kau juga agresif dan berbeda dengan Justine yang bisa bersikap tenang." Panjang lebar Alexa mengoceh tanpa henti selama Alan membalut lukanya, ia memang sengaja membuat Alan bertambah kesal padanya karena pria itu tadi telah meninggalkan dirinya.

"Berapa kali aku harus membalut lukamu?." Tanya Alan, raut wajah datarnya terlihat menakutkan. Tetapi Alexa tidak takut.

"Hm... mungkin setiap kali kau tidak mendengarkan ku, maka kau akan selalu membalut lukaku." Alexa menyeringai padanya.

"Dasar! Keras kepala." Kata Alan lirih.

"Lihat siapa yang bicara, padahal diri nya sendiri juga raja keras kepala." Balas Alexa..

"Berhenti menjawab semua perkataan ku, Alexa!."

"Berhentilah meneriaki aku!."

"Arghh! Berhenti bicara padaku." Alan mengalihkan pandangan nya karena marah.

Alexa beranjak dari duduknya. "Aku tidak bisa berhenti berbicara, jadi lebih baik aku mengobrol bersama dengan Justine. Dia sangat manis dan dia tidak pernah menutup mulutku dengan kata-kata yang kasar."

Alan pun ikut bangkit dari kursi sofa itu. "Dan kau sangat menyebalkan." Bentak Alan sebelum akhirnya berjalan keluar dari kamar Alexa dan menutup pintu kamar nya.

"Astaga! Ku pikir aku bisa mengatasi dia, tapi ternyata dia sangat sulit untuk aku atasi, aku harus melakukan sesuatu." Gumam Alexa, meraih ponsel nya yang ada di atas tempat tidur dan membuka salah satu aplikasi chat berinisial W.

Ia berniat mengirim pesan pada Justine, setelah sebelumnya mereka sempat bertukar nomor.

ALEXA: [ Hai, Justine].

JUSTINE: [ Hai, pacar masa depan bos].

Alexa terkekeh kecil ketika membaca balasan dari Justine. ALEXA: [ Ya, ku harap begitu, ngomong-ngomong boleh aku minta nomor wa nya?].

JUSTINE: [Ya, tentu. Bos milikmu sepenuhnya. Ini nomornya nya 081xxxxxxx].

Alexa tersipu ketika membacanya.

ALEXA: [Kau baik sekali Justine, terima kasih banyak, kau penyelamat ku].

JUSTINE: [Tentu, kapan pun itu].

Alexa pun mengakhiri chat nya dengan Justine dan menyimpan nomor Alan dengan nama kontak 'Tuan Tampan'. Lalu dengan tidak sabaran, ia mengirimkan pesan untuk Alan.

NOMOR ASING: [Aku harap kau tau bagaimana cara melakukan CPR karena kau baru saja membuat ku terengah-engah].

TUAN TAMPAN: [Apa-apaan ini? Dari mau kau mendapatkan nomor ku?].

ALEXA: [Aku punya sumber]. Ketik Alexa dan mengirim emoticon mata yang berkedip..

TUAN TAMPAN: [Aku tau itu dari Justine, aku tidak akan mengampuni dia].

ALEXA: [ Kamu serius? Apa kau homos*ek? Tolong katakan tidak! Kenapa kau tidak mengampuni dia? Kenapa kau tidak menghukum ku dengan sebuah permainan panas saja?].

TUAN TAMPAN: [Oh! Astaga! Diamlah dan jangan membuat ku marah!].

ALEXA: [ Ini namanya usaha, dasar pahlawan ku!. Oh ya aku sedang masturbasi karena memikirkan mu dan aku tidak bisa berhenti melakukan ini, hanya kau yang bisa menghentikan ku setelah kau datang ke kamar ku]. Setelah mengirim pesan tersebut, Alexa tak henti-henti tertawa dan membanggakan kekonyolan dari isi kepala nya sendiri.

Alan terbelalak kaget saat melihat pesan yang Alexa kirim padanya.

TUAN TAMPAN: [Apa ayah mu dari planet lain? Karena tidak ada orang seperti mu di dunia ini].

Setelah membaca pesan yang Alan kirim, wajah Alexa terlihat pucat. Gadis itu melemparkan ponselnya ke atas tempat tidur dan pergi ke balkon. Namun, sebelum itu ia meraih rokok dan pemantik api dari dalam tasnya.



Gadis itu pun memilih berdiri di balkon sembari menghisap rokoknya, pandangannya lurus ke depan dengan raut wajahnya yang serius. Mata nya di penuhi kesedihan. Gadis itu tenggelam dalam pikirannya, sementara angin membelai wajah nya dan rambut nya menari-nari tertiup angin.

Sementara itu, Alan terlihat gelisah ketika Alexa tak kunjung membalas pesan dari nya dan hanya terlihat jika gadis itu telah membacanya. Pria itu tidak tahu apa yang terjadi, tetapi yang pasti perasaannya tidak tenang.

"Apa yang terjadi padaku?." Gumam Alan, merasa kesal pada dirinya sendiri.

BAB 10| EGO YANG TINGGI.

Alexa terlihat baru saja keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan bathrobe yang menutupi tubuh bagian sensitifnya, rambut semir coklatnya basah dan air menetes dari rambut ke kulit putihnya dan meresap di bathrobe yang ia kenakan.

Baru saja ingin mengeringkan rambutnya, indera pendengarannya mendengar bunyi ketukan pintu. Membuat Alexa lebih memilih membuka pintu sembari mengerikan rambutnya dengan handuk.

Klek!

Pintu terbuka, memperlihatkan Alan yang telah berdiri didepan pintu. Pria itu terkejut melihat Alexa yang hanya menggunakan bathrobe, ia menelan saliva nya dengan susah payah ketika melihat tetesan air dari rambut Alexa menuju leher dan berakhir dibelahan dada wanita itu. Alan tiba-tiba memiliki dorongan untuk melahap gadis yang terlihat menggoda di hadapannya itu.

Alexa yang mengerti arti tatapan Alan yang haus pun menyeringai.

Sebenarnya, pria itu datang ke kamar Alexa karena ia merasa penasaran mengapa Alexa tidak membalas pesan darinya dan hanya membacanya saja. Namun, dirinya justru dihadapkan dengan godaan yang sulit ia kendalikan.

"Apa kau ingin menghisap tetesan dari tubuhku?." Tanya Alexa berjalan sedikit lebih maju dan menghilangkan jarak di antara mereka..

Raut wajah Alan terlihat salah tingkah mendengar perkataan Alexa. 'Apa gadis ini bisa membaca pikiran ku?.' Pikir Alan. Namun, ia berusaha kembali pada sikap wibawanya. "Kenapa kau tidak membalas chat dari ku?." Tanya Alan mencoba mengalihkan topik pembicaraan dan sedikit menjauh dari Alexa karena kedekatan mereka mampu membuat pikirannya gila.

"Kau repot-repot datang ke sini hanya untuk menanyakan hal itu? Aww!! Kau manis sekali!." Alexa dengan berani mencubit ke dua pipi Alan dan pria itu mengerutkan keningnya.

"Jangan lakukan itu lagi!." Kata Alan kesal.

"Apa?." Tanya Alexa tersenyum menggoda.

"Menyentuh dan mencubit pipiku." Balas Alan dengan nadanya yang terdengar marah.

"Apakah sentuhanku membuatmu merinding atau merasa menginginkan sesuatu?." Tanya Alexa tersenyum nakal.

Alan memutar bola matanya malas dan ia benar-benar kesal. "Sekarang masuk dan kenakan sesuatu!." Perintahnya pada gadis itu, meski tau gadis menyebalkan di hadapan itu tak akan menuruti perintahnya.

"Tidak, aku sangat nyaman seperti ini bersamamu." Alexa berhenti sejenak, lalu kembali buka suara. "Bahkan, aku akan nyaman ketika bersama mu tanpa ini." Sambung nya sembari memegangi tali bathrobe dan Alan terlihat terkejut dengan apa yang Alexa lakukan.

Alan menggelengkan kepalanya dan berbalik hendak pergi meninggalkan Alexa.

"Oke-oke, tunggu! Aku akan memakai baju ku." Kata Alexa yang akhirnya setuju dan menarik tangan Alan masuk ke dalam kamarnya.

Tanpa gadis itu sadari, Alan telah tersenyum tipis.

"Tunggu di sini, sebentar." Kata Alexa meminta Alan duduk ditepi tempat tidur.

Barulah setelah itu, Alexa bergegas masuk kedalam kamar mandi guna berganti pakaian. Sementara itu Alan duduk dan membuka kancing kemeja, hanya tiga kancing bagian atas.

Salah satu dinding kamar mandi dikamar itu transparan sehingga membuat sebagian isi dalam kamar mandi bisa terlihat dari luar.

"Menurutku sebaiknya aku tidak menutup tirai agar kau bisa menikmati pemandangan dan lebih terangsang." Alexa mengedipkan sebelah matanya sebelum menutup pintu.

Alan hanya menatapnya dengan tatapan tak menyangkanya. Gadis itu benar-benar membuat bos mafia ini gila. Alan memperhatikan Alexa dari dinding transparan. Gadis itu tengah berdiri di depan kaca kamar mandi dan menarik simpul bathrobe yang melekat di tubuhnya, Alexa yang mengerti jika dirinya tengah di perhatikan, lantas menoleh dan bergerak dengan seksi, tersenyum padanya.



Alexa perlahan berbalik dan menghadap kearah Alan, dia selalu tersenyum ke arah Alan karena Alexa begitu menikmati tatapan tersiksanya itu. Sebelum melepaskan bathrobenya, Alexa mengumpulkan rambutnya dan ia letakan diatas bahunya.

Saat bathrobe itu terjatuh dilantai, mulut Alan menganga melihat apa yang ada di hadapannya. Dari tatapan itu seakan ada kilatan nafsu, melihat tubuh Alexa yang sempurna, dengan pantatnya yang bulat sempurna, kakinya panjang dan punggungnya yang kencang. Tubuhnya terlihat sempurna dari segala sudut bagi Alan.

Tiba-tiba Alan merasakan sebuah dorongan untuk melihat kesempurnaan Alexa dari dekat.

Alexa berbalik, meraih bajunya. Dan Alan pun dapat melihat tatto di punggungnya yang terlihat unik dan menarik perhatiannya. Sebelum Alan dapat melihat tatto itu dengan baik, Alexa telah mengenakan kaos oversize nya tanpa menggunakan bra, merusak kesenangan Alan yang tengah menikmati tubuh gadis itu.

Alexa yang kembali berbalik menatap Alan pun tersenyum. Alan hanya memperhatikan dirinya dengan tatapan yang di penuhi hasrat yang mendalam.

Setelah mengenakan celana pendeknya. Alexa berjalan keluar dari dalam kamar mandi dan berdiri di hadapan Alan.

Gadis itu membungkukkan tubuhnya dan berbisik di telinga Alan. "Apa kau menyukai sesuatu yang baru saja kau lihat di kamar mandi?." Tanya Alexa dengan ujung jarinya yang menyelusuri rahang tegas Alan.



"Berhentilah merayuku, gadis nakal!." Alan langsung menggenggam pergelangan tangan Alexa dan berbicara dengan nada tegasnya.

Tetapi Alexa justru tidak takut, ia mendekatkan wajahnya pada wajah tampan Alan, dengan posisi bibir mereka yang hanya berjarak beberapa inci. "Aku tidak akan berhenti." Bisiknya.

Dan saat napas hangatnya membelai wajah pria itu, aliran hasrat menyengat tulang punggung Alan. Membuat tubuhnya terbakar dengan gairah yang mendalam.

Alan melupakan amarahnya dan langsung menarik pinggang Alexa hingga gadis itu terjatuh di pangkuannya. Sepertinya pria itu telah terhipnotis dengan kecantikan Alexa.



Mereka berdua saling bertatapan secara intens dan jarak bibir mereka masih hanya berjarak beberapa inci. Napas pria itu jatuh di bibir Alexa. Gadis itu mendekatkan dirinya pada Alan, membuat debaran jantung nya berdebar tak karuan.

Sementara mata tajam pria itu, menatap bola mata Alexa yang mempesona dengan lekat. Dan salah satu tangan kekar pria itu meluncur, meraba paha Alexa hingga masuk kedalam kaosnya.

Alexa tak ingin kalah, ia memeluk leher Alan. Dan menariknya agar lebih dekat lagi.

"Kulit lembut mu menyentuh kulitku, dan memikirkannya saja sudah membuat ku gila." Bisik Alan disaat kedua nya dalam momen yang panas.

Mereka benar-benar tersesat dalam pesona satu sama lain. Entah Alexa atau Alan, detak jantung mereka saling berpacu karena kedekatan mereka saat ini.

Alan terpesona oleh aroma tubuh Alexa yang wangi dan memabukkan itu.

Namun tiba-tiba, tanpa Alexa sadari. Alan menjauh darinya. "Kau hanya ingin mendengar itu kan?." Tanya Alan menyipitkan ke dua matanya, menatap ke arah Alexa.

Alan dengan kasar sedikit mengangkat tubuh Alexa dan melemparkan gadis itu di atas tempat tidur yang empuk dan ia langsung berdiri dan kembali mengancingkan kemeja nya dengan sikap yang arogan.

"Kau bahkan belum menjadi tipe pasangan ku. Jadi berhentilah membuang-buang waktumu untuk merayuku dengan sensasi murahan mu. Kau sama sekali tidak membuat ku merasakan apa pun." Kata pria itu dengan santainya, berbalik dan langsung keluar dari kamar Alexa dengan membanting pintu kamar gadis itu.

Alexa hanya mampu terdiam, karena kata-kata Alan tentu telah menyakiti perasaannya.

**

Sementara itu, Alan merasa marah pada dirinya sendiri karena Alexa benar-benar telah membuat nya gila dengan keberanian dan sikap lancangnya. Pria itu mulai menyukai Alexa karena gadis itu berbeda dengan yang lainnya. Dia adalah gadis yang tidak kenal takut, berani, tangguh, riang dan tidak seperti siapa pun yang pernah ia temui. Tetapi meski begitu, pria itu belum yakin untuk membuka hatinya. Ia masih ragu dan ada beberapa hal yang belum membuatnya yakin pada Alexa.

Masuk ke dalam kamar nya sendiri. Alan menyugarkan rambut nya ke belakang. "Astaga! Apa yang aku lakukan? Bagaimana aku bisa kehilangan kendali atas diriku sendiri? Kenapa aku justru pergi ke kamarnya? Padahal aku tau dia selalu membuatku gila." Alan melepaskan kemejanya dan melemparkannya secara asal diatas kursi sofa. "Dia tidak baik untukku, sebaiknya aku menjauh darinya. Aku tidak ingin menjadi seseorang yang lembek hanya karena cinta yang tidak jelas."

Alan memang memutuskan untuk menjauh dari Alexa, tetapi ia sendiri tak menyadari bahwa dia sekarang tidak bisa melakukan hal itu. Pria itu tidak sadar bahwa dirinya akan selalu gelisah jika Alexa tidak ada bersamanya. Dalam waktu singkat, Alan tidak sadar jika dirinya telah menjadi terbiasa dengan kehadiran Alexa.

Dan sekarang apakah pria keras kepala itu akan sadar jika dirinya tidak bisa jauh dari Alexa?.

BAB 11| MERASA KHAWATIR.

"Apa yang dia pikirkan tentang dirinya sendiri? Aku tau kehadiranku telah memengaruhi dia, sama seperti dia yang bisa memengaruhi perasaanku. Dia tidak mau mengakuinya. Tapi tenang saja, aku Alexa Veronica. Aku akan buat dia menerima bahwa dia juga merasakan hal yang sama seperti ku." Gumam Alexa pada dirinya sendiri sembari mendudukkan dirinya diatas kursi sofanya yang empuk.

Gadis itu meraih ponselnya dan mengirimkan sebuah pesan pada Justine.

Alexa: Aku marah pada bosmu.

Justine: Apa lagi yang dia lakukan padamu?.

Alexa: Dia berteriak padaku seperti biasanya, kenapa dia tidak bisa bersikap manis sedikitpun seperti mu?.

Justine: Karena dia bosku.



Justine: Aku akan mengobrol dengan mu nanti pacar bos, karena sekarang aku ada pekerjaan yang mendesak.

Alexa: Oke, Justine. Tapi beri tau aku dimana kamar Alan?.

Justine: Kamar bos ada di samping kamarmu, tapi hanya aku dan pelayan kepercayaannya yang boleh masuk kedalam kamarnya. Namanya Marie, dia pelayan tertua di mansion ini.

Alexa: Terimakasih.

Setelah mendapatkan informasi tersebut dari Justine, Alexa beranjak dari tempat duduk dengan senyuman manis yang terpajang diwajah cantiknya. "Kita lihat, siapa yang berani menghentikanku masuk kedalam kamar Alan."

***

Hari berikutnya.

Didalam kamar mandi yang mewah, Alan berdiri dibawah guyuran air shower. Tubuhnya yang berotot terlihat sangat menarik.



'Perasan membuat orang lemah dan aku tidak bisa membiarkan itu terjadi. Aku harus melakukan sesuatu pada gadis nakal itu.' Pikir Alan, sambil memejamkan matanya.

Sementara itu, Alexa nampak tersenyum nakal setelah berhasil masuk ke dalam kamar Alan. Namun, wajah bahagianya itu berubah menjadi cemberut karena kecewa ketika tidak menemukan pria itu disini. Tetapi, kemudian. Matanya berbinar penuh antisipasi saat ia mendengar suara air dari dalam kamar mandi.

"Jadi, dia ada di dalam kamar mandi. Wah! Aku degdegan melihat dia dalam keadaan basah dan telanjang." Pekik Alexa kegirangan.

Alexa bergegas berjalan mendekati kamar mandi dan beruntung saja pintunya sedikit terbuka. Sambil tersenyum lebar, ia membuka pintu dan jantungnya berdetak kencang ketika Alexa melihat Alan tengah berdiri dibawah shower dengan hanya mengenakan celana boxernya.

Namun, dia berdiri cukup jauh dari tempat Alexa berdiri saat ini. Tetapi rasa panasnya pemandangan itu membuat napas Alexa berat. Air yang mengalir ditubuh pria itu membangkitkan hasratnya dan seakan membakar dirinya dalam kegairahan yang panas. Alexa menggigit bibir bawahnya, dia terlihat ingin menghisap semua tetesan air dari setiap inci di tubuhnya.

Setelah mengatur napas dan perasaan terpananya. Alexa memberanikan dirinya untuk buka suara. "Hai, tuan tampan! Kau mandi tanpa aku? Aku tidak menyukai ini."

Sementara itu, Alan membuka matanya yang sebelumnya terpejam dan terkejut mendengar suara Alexa.

Berbeda dengan Alexa yang tersenyum dan terlihat konyol. "Ayo mandi bersama!." Tanpa ragu, Alexa melepaskan atasannya dan menjatuhkannya dilantai dan gadis itu sekarang hanya mengenakan celana pendek denim berwarna biru dengan bra berendam, hitam.

Mata Alan terbelalak kaget, melihat Alexa yang berlari ke arahnya, lalu mematikan shower. Alan berjalan meraih kaos Alexa dan melemparkannya pada gadis itu.

"Apa kau gila? Pakai lagi kaosmu dan pergi dari sini!." Kata Alan terlihat geram.

"Hm... bisa tidak kau memakai ini untukku, Tuan tampan?." Alexa mengulurkan kaosnya didepan Alan, membuat pria itu semakin merasa marah padanya.

Dia dengan kasar menggenggam lengan Alexa dan menariknya keluar dari dalam kamar mandinya. "Kau tidak di izinkan masuk. Jadi, sebaiknya kau mengerti. Kalau tidak aku punya caraku sendiri." Bentaknya pada Alexa sembari membuka pintu. Namun...

"Aaaa.... sakit." Teriak Alexa setelah Alan mendorong nya dan pintu di tutup dengan keras.

Itu karena Alexa memasukkan kakinya saat Alan hendak menutup pintu, agar pria itu tidak jadi menutup pintunya dan sekarang karena terjepit, kaki Alexa berdarah.

Alan yang mengetahuinya pun terlihat cemas dan segera membuka pintu kamar mandinya. Terlihat, pergelangan kaki Alexa sobek dan mengeluarkan banyak darah.

"Sialan! Apa kau gila?." Kata Alan dan langsung memeluk Alexa, mengesampingkan semua egonya. Dia terlihat sangat mengkhawatirkannya.

Alexa diam-diam menyeringai lebar penuh kemenangan, meletakkan kepalanya didada bidang Alan. Tubuhnya yang masih basah dan telanjang bersentuhan langsung dengan dirinya, membuat tubuh Alexa terbakar hasrat yang sangat besar.

Sementara itu, Alan segera menggendong Alexa dan membaringkannya di atas tempat tidur.

Alexa sangat menikmati hal ini dan Alan yang menyadari senyuman di bibir Alexa pun mengernyitkan dahinya, karena bingung. "Kau terluka dan berdarah, tapi kau malah tersenyum? Apa kau tidak merasakan sakit?." Tanyanya, tak percaya.

"Luka fisik tidak menyakitiku." Jawabnya dengan serius, tetapi dari suaranya jelas terdengar jika Alexa seakan pernah mengalami luka yang mendalam, lebih daripada ini.

Alan memperhatikan dan mereka saling berbagi pandang secara intens. Alan ingin bertanya pada Alexa, tetapi malah sebaliknya pria itu hanya bisa terdiam. Bertanya-tanya pada dirinya sendiri, mengapa Alexa mengatakan hal seperti itu.

"Aku memang sengaja melakukannya agar kau tidak menutup pintu." Lagi, Alexa kembali buka suara dan tersenyum.



Sementara Alan menggelengkan kepalanya. "Kau benar-benar gadis gila, sungguh."

"Aku tau." Balas Alexa terkekeh.

Pandangan Alan beralih pada luka di kaki Alexa dan mengibaskan tangannya ke arah luka itu. "Sekarang diam dan biarkan aku membalut pergelangan kakimu." Alan pun berbalik badan guna mencari kotak p3k sembari mengomel. "Aku tidak tau berapa kali aku harus mengobati luka mu."

"Kau pikir, aku bisa diam?." Tanya Alexa sembari tertawa kecil. Dan Alan yang nampak jengah hanya mengacuhkan dia dan sibuk mencari p3k.

'Sungguh, dia gadis yang aneh.' Gumam Alan pada dirinya sendiri. Dia membuka lemari dan meraih kotak p3k dari dalam..

Tubuh Alan masih basah dan telanjang, tetapi Alexa tidak malu-malu memandangi tubuhnya yang panas dan berotot.

Sementara bola matanya yang lentik di penuhi dengan keinginan yang sangat besar. Alexa menggigit bibir bawahnya, merasa sangat terangsang melihat tubuh Alan yang menggoda.

Alan pun berjalan mendekat dengan membawa kotak p3k di tangannya, mengabaikan tatapan Alexa yang konstan dan intens yang dipenuhi hasrat. Kemudian pria itu duduk disamping kaki Alexa di atas tempat tidur dan dengan sangat hati-hati Alan mengangkat kaki Alexa, meletakkannya di atas pangkuannya. Saat tangannya menyentuh kaki Alexa, gadis itu terlihat menggigil. Karena sentuhan pria itu mampu memberikan pengaruh yang begitu besar pada dirinya.

Dengan sangat hati-hati dan di penuhi kelembutan, Alan mengoleskan salep di luka Alexa. Dan sekarang pria itu menatapnya dengan tatapan penuh kasih sayang. Tidak ada yang bisa mengatakan bahwa dia adalah bos mafia yang tidak memiliki perasaan.

Alexa dapat melihat bahwa Alan sangat peduli padanya dan gadis itu menyukai hal itu. Untuk pertama kalinya, seseorang benar-benar peduli padanya dan mengoleskan salep pada lukanya.

Nyatanya Alexa yang berawal hanya tertarik kini telah jatuh cinta pada Alan tanpa dirinya sadari. Nafsunya yang berangsur-angsur berubah menjadi cinta dan dia tidak menyadarinya.

Alan tiba-tiba membungkuk saat akan mencium kaki Alexa yang selesai dibalut dengan perban. Mata gadis itu berbinar dan senyum lebar muncul di wajahnya. Tetapi sebelum bibir pria itu menyentuh kulit kakinya. Alan berhenti saat menyadari apa yang dirinya lakukan dan dia pun mengurungkan niatnya tadi, sebaliknya Alan menurunkan kaki Alexa dengan lembut dari pangkuannya. Membuat bibir Alexa berubah menjadi tertekuk kesal.

"Kau perduli padaku?." Tanya Alexa penasaran.

"Tidak!."

"Kebenaran tidak akan berubah jika kau menunjukkan amarahmu." Balas Alexa mengejek.

Alan bergerak mendekatinya dan dengan kasar mencengkram rahang tak seberapa milik Alexa. "Tidak ada yang seperti itu, kau mengerti?." Pria itu melayangkan tatapan tajamnya ke arah Alexa.

Sementara itu, Alexa memutar bola matanya, malas. "Aku tidak takut padamu. Jadi, berhenti membuang-buang waktumu untuk melakukan semua ini."

Alan menyeringai, jahat. "Karena kau belum melihat sisi iblisku." Kata pria itu dan langsung memalingkan wajahnya.

"Ya, aku tetap tidak takut." Balas Alexa dengan santainya. "Yang penting kau peduli padaku."

"Aku tidak perduli padamu, kau juga bukan tipe idamanku." Alan beranjak dari duduknya. "Dan hari ini aku akan menunjukkan padamu seperti apa tipe idaman ku." Sambung Alan, lalu berjalan menuju walk in closet miliknya.

BAB 12| TIPE IDAMAN.

"Hm... jadi seperti ini rasanya berbaring diatas tempat tidurnya. Selain wangi dan nyaman, kasur ini juga empuk." Alexa merebahkan tubuhnya dan menutupi tubuhnya dengan selimut milik Alan, gadis itu juga berkali-kali menghirup aroma wangi dari tempat tidur pria itu. Matanya terpejam dan bibirnya membentuk sebuah senyuman yang puas.

Pada saat yang kebetulan, Marie masuk ke dalam kamar Alan karena ingin membersihkan kamar majikanya itu. Namun, ia terkejut dengan adanya Alexa. Wanita paruh baya itu sungguh terkejut ketika melihat seorang gadis untuk pertama kalinya berada di dalam kamar majikannya.

"Kamu pasti sangat istimewa bagi tuan Alan." Gumam Marie berasumsi.

Alexa membuka matanya dan menyipit ketika melihat Marie. "Apa?."

"Tuan Alan belum pernah membawa seorang gadis pun masuk ke dalam kamarnya, sebelum ini. Dan faktanya, tidak ada seorang pun yang diizinkan untuk masuk ke dalam kamar ini." Kata Marie pada Alexa.

Sementara Alexa hanya menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Ngomong-ngomong bibi siapa? Jika tidak ada yang boleh masuk kedalam kamar ini, lalu mengapa kau masuk ke sini?." Tanya Alexa dengan curiga.

"Nama saya Marie, saya adalah pelayan tertua dimansion ini. Hanya saya dan tuan Justine yang diperbolehkan masuk kekamar ini." Kata Marie menjelaskan.

Meskipun telah berada di mansion ini, Alexa memang masih belum menemui semua pelayan yang bekerja untuk Alan di mansion ini, terutama Marie. Jadi, hal yang wajar jika Alexa belum mengenal siapa Marie. Terlebih selama dirinya ada di sini, pelayan lain yang diminta untuk selalu melayaninya.

"Oh, jadi bisakah kau menceritakan tentang Alan? Alasan mengapa dia selalu bersikap kasar dan apa pekerjaannya? Aku hanya tau kalau dia adalah pemilik klub. Tetapi aku pernah melihat dia memasukan banyak senjata kedalam truk. Karena itulah aku bingung dan penasaran." Kata Alexa, beranjak dari baringnya dan dengan sabar menunggu jawaban Marie.

"Maaf, nona. Saya tidak bisa mengatakan apa pun pada anda." Saat Marie mengatakan hal tersebut, terlihat jelas kekecewaan diraut wajah Alexa. "Tapi, nona. Saya akan memberitahu kamu tentang satu hal ini, tuan Alan tidak seperti apa yang dia tunjukan pada dunia." Kata Marie dengan nada bicaranya yang pelan.

Alexa kembali menganggukan kepalanya dan di saat gadis itu ingin bertanya lagi. Alan tiba-tiba keluar dari walk in closet.

Dia melayangkan tatapan tajamnya ke arah Alexa yang dengan santainya menunjukan kedipan nakalnya. Alan pun beralih menatap Marie. "Marie, keluarkan sampah itu dari kamar ku." Pemerintahnya sembari menunjuk kearah Alexa, lalu berbalik dan pergi ke kamar mandi.

Alexa mengernyitkan dahinya. Gadis itu segera turun dari tempat tidur setelah merasa tak terima dipanggil sampah oleh Alan. "Aku bukan sampah aaaaaa....." Saat ia berdiri, Alexa merasakan rasa sakit yang menusuk dipergelangan kakinya, terpaksa gadis itu pun kembali menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur yang empuk dan jeritan mengaduh masih keluar dari mulutnya.

Mendengar teriakannya, Alan menjadi cemas dan segera berbalik badan, menghampiri Alexa. Matanya yang tajam di penuhi kekhawatiran dan Marie memperhatikan ekspresi Alan.

Alexa memperlihatkan raut wajah datarnya. "Jangan berani-berani menyebutku sampah lagi, Tuan Delvanio." Kata Alexa memperingatinya sembari mengibaskan tangannya kearah Alan. Gadis itu juga mencoba untuk kembali beranjak dari atas tempat tidur. Tetapi Marie menghentikannya dengan memegangi tangan Alexa.

"Dan kau jangan pernah berani lagi masuk kedalam kamarku." Perintah Alan dengan nada tegas dan membuang arah pandangnya. "Marie, aku akan kekamar mandi dan ketika aku keluar, aku harap dia sudah tidak ada lagi disini." Perintah Alan pada Marie dan bergegas menuju kamar mandi setelah melihat Alexa dengan raut wajah marahnya.

"Beraninya dia menyebutku sampah?." Gumam Alexa dengan frustasi dan marah.

Marie pun membantu Alexa untuk berdiri dan Alexa mendesis kesakitan. Sementara itu, Alan memperhatikan semua ini dari dalam kamar mandi, dia merasa ingin keluar dan menggendong Alexa, tetapi egonya adalah yang paling penting baginya.

***

"Sekarang pasti bibi sudah menyadari betapa istimewanya aku baginya?." Tanya Alexa dengan sinis pada Marie, ketika wanita paruh baya itu membantunya berbaring diatas tempat tidur, di dalam kamarnya sendiri.

"Kamu spesial, Nona. Saya telah melihat jika tuan Alan perduli padamu dari matanya. Seperti yang saya katakan sebelumnya, sikap yang dia tunjukan pada orang-orang berbeda dengan sikap aslinya. Hati-hati nona." Kata Marie dengan sopan sebelum meninggal ruangan Alexa.

"Apa aku benar-benar spesial baginya?." Alexa bertanya pada dirinya sendiri sembari menatap dinding. "Bibi Marie benar, kalau Alan memang tidak menunjukkan perasaan yang sebenarnya karena dia peduli padaku, tapi dia tidak pernah mengakuinya. Untuk pertama kalinya seseorang dengan tulus perduli padaku, tapi dia tidak mau menerimanya." Kata Alexa menjadi kesal.

'Jika pria itu tidak begitu seksi dan tampan, aku tidak ingin tinggal bersama pria kasar.' Gumam Alexa didalam hati.

***



Saat Alexa sedang duduk diatas tempat tidurnya dan mengerjakan pekerjaan dengan laptop di pangkuannya, tiba-tiba indera pendengarannya mendengar suara Alan dari luar kamarnya.

"Hai, Rosa. Akhirnya kamu sampai di sini. Aku sangat frustasi dengan gadis menyebalkan yang tinggal dimansion ini."

Mendengar hal itu Alexa tentu saja merasa marah dan langsung menutup laptopnya secara kasar.

Gadis itu beranjak dari duduknya dan mengesampingkan semua rasa sakit di kakinya, ia bergegas keluar dari kamar. Barulah setelah itu, Alexa merasa cemburu ketika melihat Alan tengah mencium seorang gadis dalam balutan gaun berwarna abu-abu dan dalam posisi Alan yang menekan tubuh gadis itu hingga menempel didinding, di luar kamar Alexa.

Alan yang menyadari Alexa keluar dari kamarnya, nampak menyeringai. Ia sengaja mencium gadis itu diluar kamar Alexa untuk menunjukan pada Alexa tipe gadis yang disukainya.

Memperhatikan itu semua, mata Alexa dipenuhi amarah dan tertuju ke arah mereka berdua, kulit tangannya bahkan memutih saking eratnya Alexa mengepalkan tangannya.

Alan melepaskan ciuman mereka dan menoleh kearah Alexa. "Ini tipe idamanku dan sikapmu bahkan sangat jauh dengannya."

Alexa menghela napasnya dalam-dalam guna mengendalikan amarahnya. "Benarkah? Ugh! Standar mu benar-benar rendah, Tuan tampan." Balas Alexa dengan menatap gadis asing itu dengan raut wajah jijiknya. Alexa mengalihkan pandangannya menatap ke arah Alan. "Tapi jangan khawatir, aku akan meningkatkan standar mu."

Alan membuang arah pandangnya, dia terlihat kesal. "Rosa, ayo kita pergi ke tempat lain." Pria itu menggenggam lengan Rosa dan membawanya ke ruang tamu.

Alexa tidak ingin, tetapi dia tetap mengikuti mereka. Dia sendiri tidak mengerti mengapa dirinya merasa seperti ada yang meremas dadanya.

Sementara itu, Alan menyeringai jahat ketika mengetahui Alexa yang berjalan menuju ruang tamu. Pria itu menutup pintu dan berbalik.

Hari ini sebenarnya Alan juga merasa jijik karena menghabiskan waktu bersama seorang gadis. Saat dia membuka bajunya, tubuh Alexa yang sempurna terlintas di benaknya. Dan Alan pun merasa marah, bertanya-tanya pada dirinya sendiri, mengapa ia selalu memikirkan Alexa.

BAB 13| TANTANGAN.

Alexa sedang berada di ruang Gym pribadi milik Alan untuk melampiaskan rasa frustasinya pada sebuah karung tinju. Dia memukulnya sambil meringis menahan sakit karena dia tidak menggunakan sarung tangan khusus yang tebal. Jelas saja, karena pukulan yang kasar, kulit di jari Alexa sobek dan berdarah. Keringatnya mengalir deras dan ia juga terlihat sangat marah. Erangan Alan dan gadis sialan itu masih terngiang-ngiang di telinga Alexa dan hal itu membuatnya gila.

"Apa sebenarnya yang dia pikirkan tentang dirinya sendiri? Bagaimana dia bisa membawa gadis itu dan menunjukkannya padaku seolah-olah aku bukan tipenya?." Alexa menjerit, memukul karung tinju itu dengan marah.

"Veronica!." Saat suara Alan yang intens mencapai telinga Alexa, gadis itu berhenti dengan napasnya yang ngos-ngosan.

Alan berjalan ke arahnya dan Alexa membelakanginya. Jantungnya berdebar kencang dan dia tidak tau mengapa kehadiran Alan berdampak begitu besar pada dirinya.

Alan menghela napasnya dan kembali berjalan menghadap Alexa. Kini, keduanya terlihat saling berhadapan. Tatapan Alan tertuju mengarah ke lantai. "Aku tidak pernah tau kalau kau sebodoh ini." Katanya dengan tegas sambil memegangi tangan Alexa yang terluka, matanya di penuhi dengan kekhawatiran.

"Aku tidak perduli! Aku sedang tidak mood." Alexa menyentakkan tangannya dan menatap tajam kearah Alan. "Pergilah bersama gadis-gadis tipemu, kenapa kau datang ke sini?." Sambung Alexa.

"Arghh! Mungkin aku kesini karena untuk meningkatkan standar ku." Kata Alan tersenyum sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Alexa menyipitkan matanya. "Apa maksudmu?." Tanyanya bingung.

Alan berjalan lebih dekat dan hendak membisikkan sesuatu, membuat tulang punggung Alexa merinding. "Kau tau persis apa yang aku maksud." Alan menarik pinggang Alexa hingga tubuh mereka saling menempel satu sama lain. "Lagi pula, ini yang kau inginkan, bukan?."

"Hentikan!." Kata Alexa lalu mendorong Alan agar menjauh dari dirinya dengan kekuatan penuh.

Gadis itu mengibaskan jarinya kearah pria itu. "Kau tau? Kau perduli padaku, tapi kau tidak mau menerima kenyataannya. Kau lari dari kenyataan itu, kau memang pengecut. Kau bahkan tidak bisa menerima perasaan mu sendiri. Meski kau mengelak dengan tidur bersama gadis lain, itu tidak akan membantu menghilangkan perasaan mu." Kata Alexa.

Alan mengepalkan tangannya dan mendorong Alexa hingga menubruk dinding. "Diamlah! Apakah tidak ada yang memberitahu mu jika aku tidak punya perasaan? Aku tidak punya hati." Kata Alan membentak Alexa.

Alexa memutar bola matanya, malas. "Ya benar, itu sebabnya kau menyelamatkan hidupku? Tidak punya perasaan kata mu?." Tanya Alexa dengan nada yang serius.

"Diam! Aku menyelamatkan mu demi bisnis ku. Aku tidak ingin ada orang yang membocorkan informasi ku! Kau mengerti?." Bentak Alan, lagi.

Wajah Alexa mendekat dan menghela napas hangatnya ke bibir kering pria itu. Alexa menatap matanya secara intens. Sementara itu, aliran listrik dari hasrat yang mendalam mengalir ke tulang punggungnya dan tiba-tiba dia merasakan keinginan untuk menciumnya. "Sekarang apa yang kau rasakan?." Tanya Alexa menatap tajam pria itu.

"Hentikan, Alexa!." Alan mengepalkan tangannya dan menutup matanya sebelum dirinya tenggelam dalam tatapan mata Alexa yang intens nan memabukkan.

"Kenapa? Apa kau semakin sulit mengendalikan perasaan mu?." Tanya Alexa, bergerak lebih dekat dengan Alan dan terbentuk seringaian di wajah cantik gadis itu.

"Aku bilang hentikan!." Kata Alan menghela napas beratnya. Pria itu terlihat semakin memejamkan matanya. Kedekatan mereka membuatnya gila dan membangkitkan hasratnya. Ketika Alan membuka matanya, ia melihat Alexa yang tersenyum. Pria itu dapat merasakan pengaruh Alexa, sama seperti dirinya yang memengaruhi Alexa, tanpa pria itu sadari.

"Terima perasaanmu sendiri." Bisik Alexa dengan nada seraknya, tangannya terangkat dan dengan ibu jarinya, Alexa mengusap bibir Alan.

Alan menghela napasnya dan menarik tubuh ringkih Alexa ke samping hingga gadis itu terjatuh dengan kasar. Alan merasa marah pada dirinya sendiri karena dia telah memiliki perasaan pada Alexa. Pria itu hanya tidak ingin merasakan hal ini.

"Sekarang kau akan melihat sisi asliku." Kata pria itu menatap Alexa dengan tatapan tajamnya. "Dan berhenti dengan drama mu yang tidak berguna itu. Kau tidak takut padaku karena kau belum melihat wajah asliku."

Alexa terlihat kesal dan ia pun langsung berdiri. "Kalau begitu tunjukan padaku sisi aslimu. Aku sangat ingin melihatnya!." Tantang gadis itu.

"Percayalah, ini adalah kesalahan terbesar dalam hidupmu. Sebentar lagi, kau akan menyesali perkataan mu." Kata Alan memperingatinya dengan nada tegas dan bibir membentuk seringaian jahat.

"Ayo, Alan! Aku juga akan membuat mu mengakui perasaan mu."

Alan tidak menggubrisnya dan langsung pergi meninggalkan Alexa di ruang Gym.

Sementara itu, Justine yang menyaksikan mereka berdua dari luar ruangan Gym, melangkah masuk ke dalam setelah memastikan Alan benar-benar pergi.

"Aku sangat terkesan padamu, pacar bos." Kata Justine memujinya dan Alexa hanya menunjukkan senyum tipis padanya.

"Bosmu memang sulit untuk di taklukan, tapi tenang aku adalah Alexa Veronica. Aku bisa menghadapi dia." Kata Alexa dengan penuh percaya diri sebelum akhirnya keluar dari ruang Gym.

Tak tau apa yang akan di lakukan oleh Alan untuk menunjukkan padanya bahwa dia tidak memiliki perasaan apa pun pada siapa pun.

Ddrrttt...

Melihat kepergian Alexa, Justine merasakan jika ponselnya berdering. Pria itu merogoh saku celananya dan segera mengangkat panggilan penting itu.

" Ada apa bos?." Tanya Justine, begitu benda pipih itu menempel di telinganya.

"Aku ada pekerjaan untukmu, cepat ke ruangan ku sekarang!." Perintah Alan padanya.

" Baik, bos. Saya akan segera datang." Justine memutuskan sambungan telepon mereka dan berjalan dengan segera ke ruang kerja Alan.

***



Keesokan harinya, Alexa mengirimkan sebuah pesan pada Justine. Karena gadis itu memiliki rencana untuk membuat Alan mau mengakui perasaannya, maka dia membutuhkan bantuan Justine untuk itu.

Alexa: Justine, aku membutuhkan bantuanmu untuk membuat Alan mengaku bahwa dia mempunyai perasaan padaku.

Justine: Hy! Maaf Alexa, tapi aku tidak bisa membantumu dalam hal seperti ini. Kau harus menjauhi bos.

Setelah pesan itu terkirim dan Alexa juga telah membacanya, gadis itu terbelalak kaget. Kemarin Justine masih memanggilnya pacar bos, tetapi sekarang dia memintanya untuk menjauhi bos nya?. Alexa merasa bingung.

Alexa: tiba-tiba seperti ini? Apa yang terjadi? Mengapa kau memintaku untuk menjauhinya?.

Justine: Karena dia sangat berbahaya bagimu, Alexa.

Alexa: Aku tidak takut pada bahaya, Justine. Aku tidak perduli jika dia berbahaya untukku.

Justine: Bos sedang merencanakan sesuatu, maka dari itu aku mencoba memperingati mu.

Alexa: Apa rencananya?.

Justine: Aku tidak bisa memberitahu mu.

Tanpa menunggu lama lagi, Alexa pun mengirim pesan ke nomor Alan.

Alexa: Apa yang kau rencanakan?.

Alan: Kau ingin mengetahui sisi asliku dan ingin tau siapa aku. Jadi, aku berencana untuk menunjukkan padamu saja.

Alan segera membalasnya, tanpa Alexa perlu menunggu lama.

Alexa: Apa pun yang kau lakukan, itu tidak mengubah fakta bahwa kau perduli padaku.

Alan membaca pesan yang Alexa kirim, tetapi tak berniat untuk membalas nya.

"Astaga! Kapan dia mau menerima kebenaran ini?." Alexa berteriak frustasi sembari melemparkan ponsel nya ke atas tempat tidur.

BAB 14| AKU IBLIS.

Tidak seperti biasanya, karena biasanya pelayan lain yang akan mengantarkan sarapan dan keperluan Alexa. Sekarang Marielah yang mengantarkan sarapan untuk Alexa dengan troli makanan. Dan saat ini Alexa tengah duduk bersantai di sofa sembari memikirkan apa yang Alan rencanakan.

"Nona, apa kabar?." Tanya Marie sembari mengatur sarapan di atas meja.

Alexa tersenyum padanya. "Pergelangan kakiku sudah lebih baik sekarang." Jawab Alexa dengan sopan.

"Tidak, saya tidak menanyakan tentang pergelangan kaki kamu, nona." Balas Marie.



Alexa mengernyitkan dahinya. "Lalu apa?."

"Sebenarnya, tadi malam saya melihat kamu saat bos sedang mencium gadis itu." Saat Marie menyebutkan kejadian semalam, membuat Alexa mau tak mau harus mengingat kejadian itu. Alexa mengepalkan tangannya.

"Alan bukan siapa-siapa bagiku, jadi dia boleh tidur dan melakukan apa pun bersama siapapun. Bagiku itu bukan masalah." Alexa menenangkan dirinya sendiri dan menjawab dengan hampa, meskipun jauh dilubuk hatinya dia merasa terluka.

Sedangkan, Marie hanya menganggukkan kepalanya dan berjalan keluar setelah berpamitan dengan Alexa.



"Itu benar-benar bukan masalah bagiku." Kata Alexa pada dirinya sendiri. Menatap ke arah cermin dengan raut wajah serius.

"Dan sekarang waktunya bersenang-senang bersama Tuan tampan itu." Kata Alexa dan meraih ponselnya.

Alexa: Kau menghabiskan banyak tempat didalam pikiran ku. Jadi, aku harus membebankan biaya sewa padamu.

Beberapa saat kemudian.

Alan: Jangan mengirim pesan padaku!.

Alexa: Jangan memerintah ku! Kenapa aku tidak boleh mengirim pesan padamu? Dunia ini bebas, aku bisa mengirim pesan pada siapa pun sesuka ku.

Alan: Kau menyebalkan.

Alexa: Meskipun aku menyebalkan, kau tetap menyukaiku.

Alan: Berapa kali aku harus bilang kalau kau bukan tipe idamanku.

Alexa: Berhenti berbohong. Aku tau semalam kau sengaja membawa gadis itu dan dia tidak memuaskan mu. Itu sebabnya kau kembali padaku, mengapa kau tidak bisa menerima kenyataan bahwa kau menginginkan ku?.

Alan: Kau akan segera menyesal karena telah menantangku, Nona Alexa Veronica.

Alexa: Aku memang suka berteman dengan pria seksi dan menawan seperti mu, Tuan Alan Delano. Aku tidak akan menyesalinya.

Alan: Tunggu dan lihat saja!."

Alexa: Baiklah aku tidak sabar.

Alan: Jangan salahkan aku di kemudian hari, hanya karena kamu yang memaksa menunjukan sisi asliku."

Alexa: Aku berjanji tidak akan melakukannya dan ngomong-ngomong kapan itu terjadi, aku benar-benar tidak sabar.

Alan: Secepatnya..

***

Di malam harinya. Alan masuk ke dalam kamar Alexa dengan senyum jahat yang tersungging dibibirnya. Dan karena itulah, Alexa mengalihkan pandangannya dari laptop ke arah dimana Alan berdiri.

"Hay, Tuan tampan." Alexa menutup laptopnya dan beranjak dari atas tempat tidur. Menunjukan senyum cantiknya pada Alan.

"Ada kejutan untukmu." Katanya, berjalan mendekati Alexa dengan bibirnya yang tetap membentuk sebuah seringaian.

"Wow, aku suka kejutan." Pekik Alexa dengan riang.

"Tapi yang ini, kau akan membencinya." Kata Alan dengan nadanya yang tegas. Berdiri di depan Alexa dengan tetap menjaga tatapan mematikan nya ke arah Alexa.

"Hm... benarkah?." Tanya Alexa, maju satu langkah dan menciptakan dentuman kuat di jantungnya.

Selama beberapa detik, Alan tersesat di mata Alexa yang memabukkan. Pria itu benar-benar tidak mengerti sihir apa yang dia lakukan dengan matanya. "Ini waktunya untuk menunjukan sisi asliku, yang sangat jahat. Kau akan meminta maaf padaku, Nona Alexa."

Alexa terkekeh kecil. "Jika itu didalam mimpimu mungkin, iya."

"Baiklah, ayo ikuti aku!." Perintah Alan berjalan terlebih dahulu keluar dari kamar dan membiarkan Alexa mengikutinya.

Sesampainya di sebuah ruang bawah tanah.

Tangan Alan terulur hendak membuka pintu dan sebelum itu, Alan menoleh ke arah Alexa. "Semoga berhasil, nona Alexa." Katanya lalu membuka pintu tersebut.

Beberapa saat kemudian, Alexa masuk dan matanya terbelalak lebar ketika ia melihat seseorang yang sangat ia kenali. Itu ada Zia, bibinya tengah di ikat di sebuah kursi kayu. Dan dalam keadaan tidak sadarkan diri, wanita paruh baya itu nampaknya sangat tersiksa.

Terlihat jika wajahnya memar dan bengkak. Zia adalah satu-satunya orang yang sangat dekat dengan Alexa. Tetapi mereka berdua tidak tinggal bersama, karena Zia tinggal di negara lain.

Alexa kehilangan kesabarannya, ia menarik tangan Alan agar menghadap kearahnya dan langsung menampar rahang tegas pria tampan itu.

Anak buah Alan yang juga ada di tempat itu, langsung menodongkan senjata mereka kearah Alexa. Namun, Alan memberikan isyarat agar mereka kembali meletakkan senjata mereka.

Alexa memelototinya dengan kebencian di wajahnya. "Aku tidak menyangka kau akan melakukan serendah ini." Kata Alexa dengan marahnya, berjalan mendekati Zia. Namun Alan menahan pergelangan tangannya.

"Aku bos mafia dan aku iblis. Aku sangat suka menyakitkan seseorang, aku tidak menunjukan belas kasihan pada siapa pun. Inilah sisi asliku, kau sudah menantang orang yang salah dan sekarang kau akan membayar perbuatanmu." Kata Alan.

Alexa mendengus kesal. "Hanya untuk memperlihatkan kejahatanmu, mau menculik bibiku dan menyiksanya? Itu sangat sulit di percaya." Kata Alexa, raut wajahnya memang terlihat marah, tetapi ia juga mengkhawatirkan keadaan bibinya.

"Aku sudah memperingatimu dan mengatakan jika kau akan menyesal."

"Baiklah, aku akan berhenti mengejarmu seperti sebelumnya. Tapi, bebaskan bibiku sekarang juga!." Tuntut Alexa sembari mengeluarkan pistol yang dia ambil dari saku Alan dengan gerakan cepatnya. Dan tanpa pikir panjang, Alexa mengarahkan pistol itu ke tuannya sendiri - Alan. "Kalau tidak, aku akan berbuat nekat." Ancam Alexa memperingatinya. Matanya di penuhi amarah dan anak buah Alan kembali mengangkat senjata mereka kearah Alexa.

"Aku tau, kau tidak bisa menembak." Ejek Alan dengan percaya dirinya.

Alexa tersenyum dan menaikan sebelah alisnya keatas, pandangannya tetap tertuju pada kedua mata elang Alan. "Kau tidak tau apa pun tentang siapa aku." Alexa menarik pelatuknya dan dalam beberapa detik saja, sasarannya mengenai target yang ia inginkan. Alexa menembak salah satu kaki anak buah Alan hanya dalam hitungan detik.

Tentu saja, semua orang yang ada di tempat itu, terlihat terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.

"Cepat bebaskan bibiku!." Bentak penuh amarah.

BAB 15| SALING MERINDUKAN.

Alexa saat ini tengah duduk di dalam ruang rawat di sebuah rumah sakit. Zia sampai saat ini belum sadarkan diri, terbaring diatas brankar. Gadis itu menatap Zia dan matanya di penuhi dengan rasa bersalah. Alexa benar-benar menyesal karena bibinya yang menanggung akibat perbuatannya. Dia tidak percaya jika Alan tega melakukan hal ini pada Zia, hanya karena pria itu ingin menunjukkan padanya bahwa dirinya jahat.

Saat itu Alexa berpikir jika dirinya sangat ingin membunuh Alan. Gadis itu terluka dan marah diwaktu yang bersamaan. Ketika Alan mengatakan pada Alexa jika gadis itu akan menyesalinya, Alexa tidak mempercayainya. Tetapi sekarang ia benar-benar menyesal karena bibinya sekarang harus terbaring diatas brankar rumah sakit.

Dan beruntungnya, setelah beberapa waktu. Zia kembali sadar. Alexa yang saat itu duduk di kursi disamping brankar pun langsung berdiri dan menatapnya dengan mata yang penuh penyesalan.

"Alexa minta maaf. Karena Bibi harus menghadapi semua ini." Terlihat, Alexa meminta maaf dengan tulus dan merasa sangat bersalah.

"Tidak masalah, Alexa." Tangan Zia terulur dan meminta Alexa duduk di atas brankar, lalu wanita itu menyentuh pipi Alexa. "Kamu tidak tau siapa dia. Bibi senang kita berdua baik-baik saja."

"Bibi, Alexa akan membalas dendam atas perbuatannya padamu." Kata Alexa, di matanya terlihat kilatan api amarah.

"Tidak, Alexa. Dia sangat kuat, kamu hanya perlu menjauh dari dia sekarang. Bibi tidak ingin dia melakukan apa pun padamu. Tolong! Jangan dekati dia." Kata Zia memohon.

"Bibi selalu mengajariku untuk melawan dan sekarang bibi malah menghentikan Alexa?." Tanya Alexa tak percaya. "Kenapa?."

"Karena dia bisa melakukan apa pun padamu. Alexa." Wanita paruh baya itu menggenggam kuat tangan Alexa. "Bibi ingin kau menjauh darinya." Zia menatapnya dengan mata memohon.

"Baiklah, hanya untuk Bibi. Alexa akan menjauh dari dia. Tapi, jika suatu saat. Dia mencoba menyakiti bibi, Alexa akan langsung membunuhnya." Kata Alexa sembari menatap lurus kedepan dengan raut wajah marahnya. Lalu Alexa mengalihkan pandangannya ke arah Zia. "Ngomong-ngomong, Kenapa bibi tidak memberitahu Alexa jika bibi akan datang?."

"Bibi ingin mengejutkanmu, tetapi di bandara. Mereka menculik bibi." Kata Zia memberitahu.

"Alexa minta maaf."

"Tidak apa-apa, Alexa. Bibi sekarang baik-baik saja." Kata Zia sembari meremas tangan Alexa.

Alexa bergerak, memeluk Zia. "Bibi tau? Alexa sangat merindukan Bibi."

"Bibi juga merindukan kamu, sayang." Jawab Alexa, membalas pelukan Alexa.

Setelah pelukan itu di lepas, Zia mencium kedua pipi Alexa. Baginya gadis itu sudah ia anggap seperti anaknya sendiri.

***

Sementara itu di tempat lain. Alan tengah duduk diatas kursi sofanya. Menatap lurus kedepan, tenggelam didalam pikirannya. Tanpa orang tau jika pria itu merindukan gadis nakal yang selalu mengganggunya.

Tetapi Alan ingin menjauh dari gadis itu. Karena Alan yakin jika dirinya hanya akan membahayakan gadis itu. Alan melakukan semua ini bukan karena dia ingin menunjukan jika dia adalah pria yang jahat, tetapi karena Alan ingin menjaganya tetap aman dan jauh dari dirinya. Alan memang perduli padanya dan memiliki keinginan untuk terus melindunginya dengan apa pun caranya.

Alan juga telah memerintah beberapa anak buahnya untuk melindungi gadis itu secara diam-diam dan melaporkan setiap apa yang terjadi padanya.

"Anda melakukan kesalahan, Bos." Terdengar suara Justine yang membuat Alan tersadar dari lamunannya.

Alan mengangkat kepalanya untuk menatap kearah Justine." Justine, aku tau apa yang aku lakukan. Itu jauh lebih baik untuk dia."

"Dia akan membenci anda sekarang."



"Itu bukan masalah bagiku. Semua orang memang membenciku dan aku ingin dia juga membenciku karena berbahaya untuknya." Kata Alan, wajahnya terlihat sangat datar tanpa lekukan apa pun.

"Tapi - " Justine berhenti ketika Alan mengangkat tangannya dan membuat Justine bungkam.



"Tinggalkan aku sendiri dan jangan berani mengatakan yang sebenarnya pada Alexa. Aku tau kalian berdua sering mengobrol." Alan memperingati dengan nada tegasnya.

"Jangan khawatir, Bos. Semua rahasia anda aman bersama saya." Kata Justine, lalu pergi meninggalkan ruangan Alan.

"Apa yang kau lakukan padaku, gadis nakal?." Alan bergumam dengan frustasinya, karena dia tidak bisa berhenti untuk memikirkannya.

**

Satu minggu kemudian.

Seminggu ini semuanya berjalan seperti hari biasanya. Mereka berdua, Alan dan Alexa menyibukkan diri mereka dengan pekerjaan. Namun sayangnya, mereka masih tetap merindukan satu sama lain dan mereka juga terkadang menjadi kesal sendiri karena tidak bisa melupakan satu sama lain diantara mereka.

Alexa membenci dirinya sendiri karena selalu memikirkan Alan dan merindukan pria itu. Setelah apa yang Alan lakukan pada bibinya, Alexa masih tetap merasa ingin bertemu dengannya. Gadis itu juga sangat frustasi, bertanya-tanya pada dirinya sendiri, tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Alexa ingin membenci dia, tetapi gadis itu tidak bisa melakukannya. Alexa merindukan kehadirannya. Karena perasaan tidak jelas itu, keduanya kesulitan berkonsentrasi didalam pekerjaan.

*

Anak buah Alan yang sebelumnya telah diperintahkan untuk menangkap seseorang yang berani memotretnya saat tengah bersama dengan Alexa, tiba-tiba datang melapor padanya.

"Bos, kami sudah menemukan dia. Dan dia sekarang ada diruang penyiksaan." Kata seorang pria, memberitahu Alan.

Mendengar hal itu, Alan langsung pergi menuju ruang penyiksaan dan setibanya di tempat itu Alan mulai memukuli pria itu dengan tongkat. Alan terlihat sangat marah besar pada pria asing itu.

Seperti biasanya, pria itu digantung secara terbalik dan hanya mengenakan celana boxernya.

"Beraninya kau mengambil fotoku dan mengirim itu pada musuhku?." Bentak Alan dengan kasar dan mencengkram rahang pria asing itu.

Namun, pria asing itu justru tertawa. "Sekarang kau tidak bisa melakukan apa pun. Aku sudah menyebar foto itu pada semua musuhmu. Jadi sekarang tidak ada yang bisa menyelamatkan kekasihmu, karena semua orang mengejarnya."

Alan terlihat semakin marah dan kembali memukuli pria itu dengan cukup keras. "Mati kau sekarang!." Beberapa saat kemudian, Alan melemparkan tongkatnya. "Pukuli dia sampai napas terakhirnya!." Perintah Alan pada anak buahnya, sebelum akhirnya pergi dari ruangan itu dan Justine mengikutinya.

"Alexa tidak aman diluar sana. Aku harus membawanya kembali ke sini." Kata Alan pada Justine dengan nada bicaranya yang terdengar serius, sementara raut wajahnya terlihat cemas.

"Tapi dia tidak mau datang, Bos. Dia membenci anda."

"Aku akan membawanya kesini bagaimana pun caranya karena aku tidak ingin ada orang yang menculik dan menyiksa dia lagi." Kata Alan penuh tekad.

***

Saat ini Alan bersama dengan anak buahnya telah tiba dirumah Alexa. Pria itu berjalan masuk dan memerintahkan agar anak buahnya tetap berada diluar dan menunggunya.

Ketika seorang satpam menghentikan Alan, pria itu langsung menodongkan senjatanya dan satpam itu pun langsung memperbolehkannya masuk.

Alan pun berjalan masuk dan berhenti saat pandangannya tertuju pada Alexa. Gadis itu tengah duduk bersantai dengan segelas anggur ditangannya, dia tampak sangat menarik dalam balutan dress pendek merah, terlihat menggoda seperti biasanya.

Alan merasa jika dirinya akhirnya dapat bernapas lagi setelah seminggu tidak melihat Alexa. Selama beberapa menit, Alan terus memperhatikan gadis itu, melupakan semua kepanikan yang sebelumnya ia pikirkan.

Namun, saat Alexa tak sengaja menoleh karena merasa ada seseorang yang memperhatikannya. Gadis itu membulatkan matanya dan terkejut melihat Alanlah yang tengah memperhatikannya.

"Apa kau benar-benar ada disini?." Tanya Alexa, merasa tak percaya. Ia menegakkan punggungnya dan memperhatikan pria itu secara seksama. Takut jika ternyata itu hanyalah bayangan dari pria itu.

Sementara itu, Alan tersadar dari lamunannya setelah mendengar perkataan Alexa. "Iya, ini aku. Alexa." Jawab Alan sembari melanjutkan langkahnya kearah Alexa. Tatapan tajamnya tertuju hanya pada Alexa, yang berhasil membuatnya gila beberapa hari terakhir ini.

Namun, Alexa nampak menekuk wajahnya begitu dia mengingat apa yang telah pria itu lakukan pada bibinya. Alexa beranjak dari tempat duduknya. "Apa yang kau lakukan disini?." Tanyanya dengan ketus.

"Aku kesini untuk membawamu pergi bersamaku." Balas Alan dengan nada tegasnya.

Alexa mendengus dingin. "Dan menurutmu aku akan ikut denganmu? Apa kau lupa bagaimana kau menyiksa bibiku?."

"Hidupmu dalam bahaya dan kau harus ikut denganku!." Perintah Alan, tak ingin dibantah.

Alexa meletakkan segelas anggurnya diatas meja dan menunjuk pria itu. "Dengar, aku bukan budakmu sampai aku mau menuruti semua perintahmu. Aku tetap tidak takut padamu, aku bisa melindungi diriku dari mu atau pun dari orang lain."



Kali ini, apa yang Alexa katakan tidak membuat Alan marah. Alan menatap gadis itu dengan raut wajahnya yang terkesan. Sepertinya Alan jatuh cinta dengan sikap berani Alexa. Alexa tidak pernah gagal membuat Alan takjub dengan keberaniannya.

Alan tetap diam dan berjalan semakin mendekati Alexa. Membuat jantung Alexa semakin berdetak kencang.

"Jika kau memaksaku, maka aku akan menghajarmu habis-habisan." Alexa memperingatinya.

"Mungkin, aku akan takut." Balas Alan dengan sinis dan sedikit menjauh dari Alexa.

Tanpa Alan sadari, Alexa mengepalkan tangannya dan tiba-tiba meninju wajahnya dengan keras dan membuat Alan terkejut. Pria itu menatapnya dengan raut wajah muram karena ia marah.

Alexa mengangkat tangannya dan hendak memukul pria itu lagi, namun Alan segera menahan pergelangan tangan Alexa. Mereka saling berbagi pandangan dalam tatapan yang intens, mata mereka di penuhi amarah yang besar. Alan berjalan pelan kebelakang Alexa dan memutar tangan gadis itu, lalu menahan tangan Alexa dipunggung dengan satu tangan Alan.

Sementara itu, Alan menggunakan tangannya yang lain untuk masuk kedalam dress Alexa dan meraba kulit pahanya yang mulus, membangkitkan hasrat dalam diri Alexa. Tubuh gadis itu merinding dan inti kewanitaannya berdenyut karena sentuhan pria itu. Alexa memejamkan matanya dan tarikan napasnya menjadi berat. Tubuhnya terbakar api gairah, Alexa sangat mendambakan sentuhan pria itu di sekujur tubuhnya.

Alan mengecup rambut panjang Alexa, menghirup aroma tubuhnya yang memabukkan. Dan dia benar-benar tersesat dalam aura magic nya. "Aku benar-benar merindukan keharuman surgawi dari tubuh indahmu." Bisik Alan, menghirup telinga Alexa di tengah panasnya momen itu, membuat Alexa terengah-engah.

BAB 16| TERINGAT DNEGAN MASA LALU.

Ketika Alexa mengingat apa yang Alan lakukan pada bibinya, dengan gesit Alexa berbalik badan dan mendorong Alan dengan marah. "Kenapa kau menyakiti Bibiku, dasar monster?."

"Karena aku iblis." Kata Alan, mata gelapnya tertuju pada Alexa.

"Oh, lalu kenapa iblis mau menjaga seorang gadis dan memintanya untuk ikut bersama dengan alasan ingin melindungi?." Alexa bertanya, menatap nya secara intens. Tanpa Alan tau jika bibir Alexa membentuk seringaian konyol.

Alan mengabaikan pertanyaan Alexa dan balik bertanya dengan nada yang cukup tegas. "Kau ingin ikut denganku atau tidak?."

"Tidak." Alexa sangat kesal dengan sikap Alan yang keras, gadis itu mengalihkan pandangannya dari Alan dan melipat kedua tangannya didepan dada.

"Sekarang jangan salahkan aku untuk ini." Alan memperingatinya, berjalan mendekati Alexa sembari melepaskan ikat pinggangnya, dengan tatapan tajamnya terus terpaku pada Alexa, membuat gadis itu kebingungan.

Tatapan itu memberikan efek yang begitu mendalam dan ajaib pada dirinya sehingga Alexa tak bisa mengabaikannya.

Alan menarik sabuk itu keluar dari sampulnya, memegang gesper dan dengan cepat memutar nya. Alan menggenggam kedua tangan Alexa dibelakang punggung gadis itu dan mengikat pergelangan tangannya dengan sabuknya sebelum Alexa dengan kuat memberontak. Alexa berjuang agar bisa lepas dari Alan sembari mulutnya yang sibuk mengutuknya.

"Berhenti melawan, gadis nakal." Tegur Alan. Rahang tegasnya terkantup, wajahnya dipenuhi amarah yang tak terkendali.

Alexa berhenti melawan dan menutup matanya saat tak sengaja kejantanan pria itu menggesek pantatnya. Alexa sangat menginginkan dia, tubuhnya terbakar oleh hasrat yang mendalam, napasnya menjadi berat. Setiap sel kulit ditubuhnya mendambakan sentuhan pria itu.

"Aku melindungi diri ku sendiri." Bisik Alan, menyentuh rahang tak seberapa milik Alexa. "Jika seseorang menemukanmu, kau mungkin akan mengungkapkan rahasia tentangku yang kau tau pada mereka. Jadi, jangan berpikir lebih."

"Berhenti membuat alasan, pengecut." Geram Alexa pada Alan.

Alan mengernyitkan dahinya dan mengarahkan pandangan tajamnya pada Alexa.

"Kenapa? Aku benar, kan? Kau pengecut, Tuan Alan Delano." Alexa kembali mencibirnya dan semakin membuat Alan marah.

"Sepertinya aku juga harus menutup mulutmu, karena kau sudah cukup membuatku kesal dengan ocehanmu." Kata Alan sembari meletakkan jari telunjuknya dibibir Alexa.

Alexa menarik tangan Alan dan kembali buka suara. "Lakukan apa saja, aku tidak perduli." Dia mengalihkan arah pandangnya, merasa kesal dengan sikap keras kepala pria itu karena dia tetap tidak mau mengakui jika dia perduli padanya.

"Kau memaksaku melakukan ini." Kata Alan, melonggarkan dasinya, dahinya mengernyit karena marah.

Dia berjalan dibelakang Alexa dan setelah ia melepaskan dasinya, Alan langsung menutup mulutnya dengan itu. Alan pun kembali membuat dirinya agar berhadapan dengan Alexa. "Sudah waktunya kita berangkat, sayang." Dia mengangkat tubuh ringkih Alexa, seperti menggendong karung berang di bahunya.

Sementara Alexa yang masih terkejut mulai menendang-nendang Alan dan mencoba melepaskan diri. Alan tersentak saat Alexa tanpa sengaja memukul kejantanannya yang tersembunyi di balik celananya.

"Jika kau tidak ingin aku memukul lagi, cobalah bersikap baik." Alan memperingati Alexa dengan nada yang tegas, melangkah keluar dari rumah Alexa dan membiarkan gadis tak berdaya itu, mengerang frustasi.

Ketika Alan telah sampai di dekat mobilnya, sopir terlihat bergegas membukakan pintu untuk bos nya itu. Alan memasukkan Alexa dan duduk disampingnya.

Setelah duduk, Alan menyeringai sembari menoleh kearah Alexa. "Kau terlihat sangat cantik seperti ini." Setelah mengatakan hal itu dan terkekeh melihat wajah kesal Alexa, Alan bergerak mendekati gadis itu untuk membisikan sesuatu. "Jika seseorang menantangku, maka aku akan melakukan ini karena aku iblis." Alan memperlihatkan raut wajahnya datar.

**

Alan melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar dan melemparkan Alexa keatas tempat tidur. "Tetaplah dalam keadaan seperti ini, maka kau akan mengerti bagaimana cara berbicara denganku."

Alexa tetap memperlihatkan raut wajah kesalnya, namun tiba-tiba wajahnya pucat saat ia kembali teringat kilasan masa kecilnya yang mengerikan terlintas di benaknya.

Seorang gadis kecil terbaring dilantai yang dingin disebuah ruangan yang gelap, dalam keadaan tubuh yang terikat, perasaannya hancur dan kesepian. Matanya yang kecil dan wajah cantiknya yang polos di penuhi dengan kesedihan yang luar biasa. Dia merintih kesakitan saat seorang wanita datang dan memukuli tanpa ampun dengan tongkat.

Alexa mulai bergemetaran dengan keringat deras mengucur di dahinya, mengingat masa lalunya yang mengerikan. Alan yang memperhatikan kondisi Alexa, langsung berjalan mendekatinya. Dia terlihat cemas dan segera membukakan ikatan ditangan Alexa dan dasi yang membungkam mulut gadis itu.

Alexa menggenggam kemeja Alan, napasnya berat dan gemetar. Merasa ngeri melihat hal yang seperti ini, Alexa tidak tau mengapa dia bisa bereaksi seperti ini ketika teringat dengan hal itu.

Sementara itu, Alan merasa ingin menghiburnya, tetapi ia sendiri tidak tau harus melakukan apa. Pikirannya berputar-putar, melihat Alexa dalam keadaan yang seperti ini, Alan tidak menduga apa yang dia lakukan membuat Alexa akan seperti ini.

Ya - Alan benar-benar bingung karena ia tidak pernah menghibur siapapun sebelumnya.



BAB 17| GADIS BADASKU.

"Apa yang terjadi padamu?." Alan menangkup wajahnya dan kekhawatiran terlihat jelas. Alan memang tidak mengerti bagaimana caranya menghibur karena dia belum menangani siapapun dalam kondisi seperti ini, dia ingin menenangkan Alexa karena entah mengapa dia tidak tega melihat Alexa seperti ini.

Alexa membuka mulutnya untuk menjawab, tetapi bibirnya bergetar. Sulit baginya untuk mengucapkan satu kata pun. Keadaannya memburuk setiap detiknya, Alexa menutup matanya dengan perasaan yang sedih.

Saat berikutnya yang terjadi adalah, ketika Alan menarik Alexa kedalam pelukannya yang kuat dan hangat, membenamkan wajah Alexa didada bidangnya.

"Tenanglah, aku ada bersama mu, Alexa." Bisiknya, satu tangan kekarnya mengusap punggung Alexa dan satu tangannya yang lain mengusap rambut panjang gadis itu. Alan mencoba menenangkannya dengan kata-katanya. Dan Alan benar-benar melakukan apa saja yang di perintahkan oleh hatinya.

Dia melakukan hal seperti ini untuk pertama kalinya dan pertama kalinya, Alan mau mendengarkan apa kata dari isi hatinya.



Dalam beberapa menit, tubuh Alexa berhenti bergetar, pernapasan dan detak jantungnya kembali normal. Alexa merasa aman dan nyaman berada didalam pelukan Alan yang hangat. Itulah satu-satunya kata yang perlu dia dengar saat itu. Alexa membutuhkan kepastian bahwa seseorang selalu ada untuknya.

Alan menarik Alexa lebih dekat lagi dan semakin erat memeluknya. Pria itu merasa lega ketika melihat Alexa yang sudah jauh lebih terlihat tenang. Gadis itu terlihat menjadi lebih baik didalam pelukannya yang menenangkan.

Sebelumnya, setiap kali Alexa mengalami serangan kecemasan, tidak ada seorang pun yang bisa menyakinkannya bahwa mereka bersamanya. Alexa belum pernah merasa begitu aman didalam pelukan siapapun sebelumnya. Pelukan Alan memberinya kedamaian yang mendalam, kedamaian yang ia cari selama bertahun-tahun. Alexa telah menemukan rumahnya dalam pelukan Alan.

Selama beberapa menit, mereka berdua saling berpelukan dan seakan melupakan seluruh dunia. Diam-diam bibir mereka membentuk senyuman puas.

Perlahan mereka melepaskan pelukan itu, saling bertatapan secara intens. Dengan posisi mereka yang hanya berjarak beberapa inci, napas panas mereka saling membelai dan keinginan untuk berciuman semakin kuat setiap detiknya. Napas mereka menjadi lebih berat ketika hasrat batin mereka mendorong agar mereka semakin dekat untuk berciuman.

Alexa menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajahnya, menatapnya dengan penuh kasih sayang. Alexa tak percaya jika seseorang yang berada dihadapan saat ini adalah seorang bos Mafia kejam yang sama dengan orang yang telah membawanya secara paksa ke tempat ini beberapa menit yang lalu dan menyiksa bibirnya, karena ingin menciumnya.

"Apa kau baik-baik saja?." Alan bertanya dengan tulus dan prihatin. Ia menyelip anak rambut Alexa kebelakang telinga gadis itu.



Alexa hanya mengangguk dalam diam, masih merasa tidak enak badan.

Alan menyentuh wajah Alexa. "Kau membuatku takut, syukurlah jika kau baik-baik saja." Kata Alan menghela napas lega.

Dan Alan tiba-tiba memberikan kecupan lembut di kening Alexa, membelai pipi mulus itu dengan ibu jarinya. Alan menutup matanya dan mengambil napas dalam-dalam saat bibirnya menyentuh kulit lembut Alexa. Dia sudah lama sangat ingin merasakan sentuhan seperti ini sejak pertama kali mereka bertemu, Alan sedikit melirik kebawah dan menemukan senyuman bahagia yang terpancar dari bibir Alexa saat setelah dia menciumnya.

Lalu Alan meraih teko berisi air putih yang di letakan di atas nakas, samping tempat tidur dan menuangkan airnya kedalam gelas. Menyodorkan gelas itu pada Alexa.

"Dan tetap saja, meski sudah seperti ini kau tetap tidak mau mengaku jika kau perduli padaku." Kata Alexa dengan suaranya yang pelan setelah ia meminum air dari dalam gelas.

Alan tetap diam, masih belum siap menerima kenyataan bahwa ia memang peduli pada Alexa..

"Apa yang terjadi padamu, tadi tiba-tiba kau seperti orang aneh." Alan bertanya, seakan ingin mengubah topik pembicaraan mereka. Tetapi ia juga merasa penasaran dengan Alexa yang tiba-tiba terlihat sangat panik.

"Itu bukan urusanmu, iblis." Jawab Alexa singkat. Diri Alexa yang tangguh telah kembali. "Tinggalkan aku sendirian untuk beberapa waktu." Bentaknya.

Alexa merasa kesal dengan dirinya sendiri karena ia menjadi lemah, lagi. Padahal gadis itu selalu membanggakan dirinya sebagai orang yang kuat dan tidak pernah ingin menunjukan kelemahannya pada siapapun.

Meskipun sebenarnya Alan tetap ingin bersama dengan Alexa. Namun, pria itu tidak membantahnya dan memilih berjalan keluar dari kamar Alexa tanpa berkomentar sedikitpun.

Setelah memastikan Alan telah pergi, dari saku dress yang Alexa kenakan, gadis itu mengeluarkan sekotak rokok dan korek api yang selalu ia bawa kemana-mana dan menjepitnya diantara dua jari telunjuk dan tengah, menyalakan batang rokok itu dengan korek api.

Alexa menyadarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur dan memasukan ujung filter rokok kedalam mulutnya. Gadis itu menarik napas, memejamkan matanya dan menghembuskan asap rokok, menatap kearah langit-langit kamar dengan banyak pikiran yang berkecamuk dibenaknya.

"Mengapa kepanikan itu datang lagi? Alan selalu bertanya apa kelemahan ku dan masa laluku adalah kelemahan ku." Kata Alexa pada dirinya sendiri.

Setiap kali dia mengingatnya, hal itu selalu membuat Alexa menjadi rentan. Alexa selalu berharap agar bisa ia melupakan masa lalunya. Dan untuk pertama kalinya, seseorang bisa menenangkannya tanpa obat atau pun suntikan. Alexa merasa sangat baik, aman dan tentram berada didalam pelukan Alan.

***

Sementara itu ditempat lain. Alan sibuk berjalan kesana kemari didalam ruangan kerjanya, sembari memikirkan sesuatu yang ada di kepalanya. "Sebenarnya apa yang terjadi pada dia? Dan kenapa aku bisa begitu cemas melihat keadaannya tadi?." Alan kembali berbalik dan berjalan ke sisi yang lain. "Apa aku perduli padanya?." Pria itu terus bertanya pada dirinya sehingga. "Aku tidak tau mengapa, tapi aku benar-benar perduli padanya."

Alan pun berjalan mendekati sofa singlenya dan mendaratkan tubuhnya disana. "Setelah melihat kondisinya tadi, aku merasa bersalah telah mengikatnya. Tetapi dia tidak memberiku pilihan apa pun saat itu. Mengapa dia tidak bisa mengerti jika hidupnya dalam bahaya? Jika dia mencoba untuk tidak mematuhi instruksi sekali lagi, dia harus menghadapi sisi terburuk ku, karena itu semua demi keselamatannya. Aku tidak tau apa yang terjadi diantara aku dan dia, tapi aku ingin menjaganya agar tetap aman. Hari ini, aku menyadari bahwa aku tidak bisa melihatnya kesakitan. Aku akan melindungi dia dan merawatnya, karena mulai hari ini dia akan menjadi gadis nakalku." Kata Alan menyatukan kedua tangannya.

BAB 18| MELINDUNGI GADISKU.

"Kamu tau kenapa tuan menculik dan menyiksa bibimu?." Tanya Marie sembari meletakkan makan malam untuk Alexa diatas meja.

Alexa memandang wanita tua itu dan menjawab dengan raut wajah marahnya. "Untuk menunjukan padaku jika dia jahat dan aku sangat membenci dia karena melakukan hal itu. Bagaimana dia bisa melibatkan bibiku dalam hal ini?."

"Tidak. Kamu salah, Nona Alexa."

Alexa mengernyitkan dahinya. "Apa maksud, Bibi?."

"Tuan melakukan itu semua karena dia ingin menjauhkan mu dari dirinya. Tuan berpikir jika dirinya terlalu berbahaya untuk mu." Balas Marie menjelaskan.

"Aku tidak perduli dengan alasannya. Faktanya dia sudah menyiksa bibiku bukan karena kesalahannya sendiri dan bibi jelas tidak punya masalah dengan pria itu. Aku tidak ingin tinggal bersama, aku harus kabur dari tempat ini." Kata Alexa dengan amarahnya yang meluap-luap.

"Bibi mu juga terlibat dalam rencana ini, saya melihat mereka mengobrol santai." Kata Marie, membuat kedua mata Alexa terbuka lebar setelah mendengar hal itu.

"Apa? Itu artinya dia tidak menyiksa bibiku? Itu semua bohong?." Tanya Alexa, menatap Marie dengan raut wajah tak percayanya.

Sementara itu Marie mengangguk kan kepalanya. "Ya, mereka melakukan ini demi keselamatan mu. Tuan sangat perduli padamu dan kamu spesial baginya. Tolong, jangan tinggalkan dia."

"Sebelumnya aku membenci dia karena telah menyakiti Bibiku. Tapi sekarang, setelah tau kebenarannya, aku tidak akan meninggalkan tuan tampan." Balas Alexa tersenyum sembari membayangkan ketampanan Alan di kepalanya.

Gadis itu menyeringai. "Rencanamu bagus sekali untuk menjauhkan dirimu dariku, tapi sekarang saat aku membuatmu mengakui perasaan mu, tuan tampan." Gumam Alexa, pandangan menatap lurus kedepan dan matanya penuh tekad.

"Terima kasih bibi Marie sudah memberitahukan hal ini padaku." Kata Alexa, matanya berbinar bahagia setelah mengetahui kebenaran bahwa Alan tidak menyiksa bibinya. Tetapi, Alexa masih sedikit kesal dengan apa yang pria itu lakukan..

"Nona, bisakah kamu merahasiakan dari tuan jika sebenarnya kamu sudah mengetahuinya?." Tanya Marie dengan sopan dan Alexa hanya menatapnya. "Karena saya tidak ingin tuan meragukan saya." Sambung Marie menjelaskan.

"Jangan khawatir, aku tidak akan memberitahu dia." Balas Alexa menyakinkan. Mereka berdua saling bertukar senyum kecil.

'Saya berharap tuan segera menyadari bahwa kamu adalah wanita yang pantas untuknya.' Pikir Marie dalam hati sembari menatap Alexa.

Marie merawat Alan seperti seorang ibu dan dia ingin melihat Alan bahagia. Marie dapat melihat dengan jelas bahwa hanya cinta Alexa yang membebaskan Alan dari masa lalunya dan membawa kebahagiaan kembali kedalam hidupnya.

Setelah Marie pergi, Alexa langsung menelpon bibinya - Zia. Tetapi panggilan itu tidak dijawab padahal Alexa telah menelponnya berulang kali. Alexa pun mengirim pesan pada Alan, tetapi Alan juga tidak segera membalasnya.



Alexa dengan nekat, masuk kedalam kamar Alan guna memeriksa pria itu. Dan ternyata Alan tidak ada di sana.

**

Keesokan harinya.



Alexa membuat rencana untuk membuat Alan mengaku bahwa pria itu menyayanginya. Gadis itu bangun lebih pagi dan meninggalkan mansion setelah berkelahi dengan beberapa penjaga.

Para penjaga itu lebih banyak mengalah karena Alan telah menegaskan pada mereka untuk tidak menyakiti Alexa, meski itu seujung jari pun.

Dan meski Alexa berhasil pergi dari mansion itu, diam-diam seorang penjaga mengikutinya. Sementara yang lain segera menghubungi Alan. Namun, Alan tidak mengangkat panggilan mereka.

Entah apa yang Alexa rencanakan, tetapi jelas apa yang dia lakukan membuat seisi mansion menjadi heboh.

Seorang penjaga dengan bergegas berjalan menuju kamar Alan dan mengetuk pintu kamar bos mereka itu.

Setelah menunggu beberapa menit, pintu terbuka dan Alan sendiri yang membuka pintu itu.

"Apa kau tidak punya pekerjaan, Jack? Sepagi ini kau berani menggangguku?." Bentak Alan.

"B-bos." Bibir Jack gemetar ketakutan.

Alan mengernyitkan dahinya. "Cepat katakan!." Bentaknya lagi.

"Bos, nona Alexa menghajar kami supaya dia bisa keluar dari mansion." Jack akhirnya mengumpulkan keberanian untuk memberitahu Alan.

Mendengar hal itu Alan langsung panik.

"Apa? Kemana dia? Kenapa kau membiarkan dia pergi?." Alan menuntut banyak jawaban dan meraih kerah baju Jack dengan marah.

"Bos, kami tidak berdaya dan kami tidak bisa menyakiti dia. Jadi, kami tidak melawannya. Nona Alexa, merampas pistol milik salah satu penjaga dan mengarahkannya pada kami." Jelasnya, sementara Alan melayangkan tatapan tajamnya. "Tapi, ada salah satu penjaga yang mengikuti dia sekarang, Tuan." Sambung Jack melaporkan. Dan Alan pun langsung kerah baju anak buahnya itu.

"Jack, cepat hubungi penjaga itu dan tanyakan dimana keberadaan Alexa." Perintah Alan sembari mengacak-acak rambutnya merasa frustasi dan cemas.

Jack pun dengan segera menghubungi dan menanyakan dimana keberadaan Alexa pada rekan kerjanya, sesama anak buah Alan.

"Kenapa kau selalu menguji kesabaran ku, Alexa?." Gumam Alan..

"Bos, dia ada Feel Good Garden." Kata Jack memberitahunya.

"Panggil semua dan suruh mereka bersiap dalam waktu 10 menit. Juga suruh sopir agar segera menyiapkan mobil." Perintah Alan pada Jack, sebelum akhirnya kembali masuk kedalam kamarnya untuk bersiap juga.

Pria itu terburu-buru mengenakan setelan hitamnya, karena dia sebelumnya hanya mengenakan boxernya setelah mandi. Dia juga tidak lupa memasukan pistol dengan peluru yang penuh di sakunya.

Alan tak tau mengapa, tapi ia merasa hidup Alexa tengah dalam bahaya. Dia mengkhawatirkan gadis itu.

**

Tiga mobil Mercedes hitam berhenti didepan Feel Good Garden. Alan bergegas keluar dari dalam mobil. Dari raut wajahnya, terlihat jika Alan tengah tegang memikirkan bagaimana keadaan Alexa. Dia memerintahkan anak buahnya untuk menunggu diluar pintu masuk dan melarang mereka masuk kedalam.

Langkah kakinya yang lebar berjalan menyusuri taman dan pandangannya tertuju pada Alexa. Gadis nakalnya itu terlihat tengah bermain dengan beberapa anak kecil.

Alan pun bergegas menghampiri Alexa dan langsung memeluknya sangat erat tanpa berpikir panjang.

Sementara itu Alexa membelalakkan matanya, terkejut dengan pelukan erat yang datang secara tiba-tiba itu, tetapi Alexa merasa nyaman dalam pelukannya.

"Syukurlah kau baik-baik saja." Alan menghela nafas leganya setelah mengetahui Alexa baik-baik saja. Namun, beberapa saat kemudian. Alan mengernyitkan dahinya dan raut wajahnya terlihat datar. "Mengapa kau datang ke tempat ini tanpa memberitahuku padahal kau tau, kau tidak aman berada di luar?." Tanya Alan melepaskan pelukan mereka.

"Kenapa aku harus memberitahu mu, iblis?." Alexa dengan sinis memanggil Alan dengan sebutan seperti itu dan seringain konyol terlihat di wajah cantiknya.

"Kau tidak punya pilihan lain." Balas Alan dengan tegas. "Dan kau harus memberitahuku."

Alexa mendekatkan dirinya pada Alan. "Kalau begitu, kau salah. Tuan tampan."

Alan mencengkram lengan Alexa dan menariknya agar lebih dekat dengannya. "Kenapa kau tidak pernah mau mendengarku? Kenapa kau memaksaku untuk selalu kasar padamu? Kau tau aku tidak suka hal itu."

"Mengapa aku harus mendengarkanmu? Berapa kali aku harus memberitahumu bahwa aku hanya mendengarkan diriku sendiri? Kau tidak bisa mengendalikan hidupku." Balas Alexa.

"Aku melakukan ini demi keselamatanmu dan kau harus mendengarkan aku. Kalau tidak aku punya caraku sendiri, tapi aku akan menyesalinya nanti." Kata Alan memperingatinya.

"Aku sangat takut padamu." Alexa memutar bola matanya malas.

Alan melayangkan tatapan tajamnya mendengar jawaban Alexa yang terdengar seakan mempermainkan kata-katanya. Namun, mata nya melebar saat Alan melihat ada seorang pria yang berdiri di balik pilar tengah memposisikan senjatanya mengarah pada Alexa.

Sebelum Alan sempat melakukan apa pun, pria asing itu rupanya telah menarik pelatuk dan menembak kearah Alexa. Tanpa memperdulikan nyawa nya sendiri, Alan langsung mendorong Alexa menjauh. Saat itu Alan hanya berpikir jika dia harus melindungi gadis nakalnya.

BAB 19| PENYERANGAN

Alan langsung mendorong agar Alexa menjauh tanpa memperdulikan bagaimana dirinya sendiri dan untungnya peluru hanya menyerempet lengannya.

Melihat apa yang baru saja terjadi, Alexa terbelalak kaget. "Alan!." Teriaknya.

Kemudian Alexa menoleh kearah si penembak yang seperti masih memperhatikan Alan hingga penembak itu tidak sadar ketika Alexa melemparkan batu kearah nya dan mengenai dahinya, membuat si penembak itu tak sadarkan diri.

Sementara itu, anak buah Alan langsung menghampiri bos mereka setelah mendengar suara tembakan dan teriakan Alexa. Tak hanya itu, beberapa warga juga ikut terkejut dan berteriak, mereka berlarian keluar taman menjauh untuk menyelamatkan nyawa mereka sendiri.

Alexa bergegas mendekati Alan. Pria itu langsung menggenggam lengan Alexa dan menarik gadis itu agar berdiri dibelakangnya. Sebelum akhir menembaki beberapa pria asing yang hendak menyerang mereka.

Lagi dan lagi, Alan berhasil melindungi Alexa dan gadis itu merasa cemas ketika memperhatikan lengan Alan yang terluka, darah terlihat keluar dari kulit lengannya.

Tak hanya Alan, bahkan anak buahnya juga ikut menembaki beberapa pria asing itu. Alan menggenggam tangan Alexa dan membawanya untuk berlindung di belakang pilar yang lain, sementara tangan sebelah Alan masih sibuk menembak.

"Bawa dia ke tempat aman, aku akan segera datang." Perintah Alan pada salah satu anak buahnya saat mereka berdiri dibelakang pilar.

Alexa mengernyitkan dahinya. 'apa? Tidak! Aku ingin tetap di sini bersamanya, aku khawatir dia baru saja tertembak.'Gumam Alexa dalam batinnya.

"Alan, kau juga harus ikut bersama kami. Kau terluka." Pinta Alexa, terlihat mengkhawatirkannya.

"Aku baik-baik saja, Alexa." Kata Alan mencoba menyakinkannya.

"Kalau begitu aku tidak akan pergi." Kata Alexa dengan tegas dan mengerucutkan bibirnya sebal.

"Alexa, ini bukan waktunya berdebat." Kata Alan mencoba membuatnya mengerti. Ada banyak penembak yang tidak lain adalah musuhnya dan Alexa justru membuat suasana mereka seperti ini.

"Itu yang coba ingin aku katakan, Alan. Kau ikut dengan kami. Lenganmu terluka parah, kau perlu perawatan." Alexa menunjuk kearah lengan Alan yang berdarah, matanya di penuhi dengan perhatian yang tulus padanya.

"Oke, ayo kita pergi." Alan akhirnya menyetujui permintaan Alexa, meski sebenarnya ia merasa enggan karena ia tahu jika Alexa tidak akan pernah mau mendengarkan nya. Dia adalah gadis yang keras kepala.

"Mana pistol mu, aku akan melindungi mu." Alexa mengulurkan tangannya didepan, membuat Alan terkejut mendengar permintaan gadis itu.

"Apa kau gila?." Tanya Alan tak percaya.

"Ayolah! Aku pandai menembak." Kata Alexa menyakinkan.

"Tapi kau bukan pengawal ku, bukan tugas untuk melindungiku. Sekarang diam saja." Bentak Alan padanya.

Namun Alan lupa, seberapa keras kepalanya Alexa. Gadis itu tanpa berpikir panjang lagi langsung mengambil pistol Alan dan menembak seorang pria jahat yang hendak menembak kearah mereka setelah pria jahat itu mengambil posisi di belakang pilar.

Alexa membuat Alan terkesan dengan keahliannya. Alan hanya menatapnya dengan takjub. Gadis itu sangat berbeda dengan yang lainnya dan Alan semakin menyukainya, gadis itu pemberani, sikapnya riang dan cara dia menghadapi masalah. Alexa terlihat sangat sempurna dimata Alan, seolah-olah Alexa memang diciptakan hanya untuknya.

Alan tersenyum padanya dengan penuh kemenangan. "Sekarang, ayo pergi." Ajak Alan, memberikan anggukan kecil.

Mereka berlarian kecil berjalan menuju mobil, sementara itu dua orang anak buah Alan melindungi mereka dari belakang. Dua anak buah itu juga tetap menembaki para penjahat. Tak satu pun dari mereka yang melindungi diri mereka sendiri, mereka saling melindungi karena lebih memperdulikan satu sama lain daripada diri mereka sendiri.

Dan akhirnya mereka berhasil mendekati mobil. Alan membukakan pintu untuk Alexa dan ia pun segera masuk dan duduk didalam. Kedua alis Alexa terangkat, tak percaya ketika Alan kembali menutup pintu mobil dan menguncinya dari dalam.

Alexa mengetuk-ngetuk pintu dan berteriak pada Alan yang berdiri diluar.

"Pembohong!." Teriak Alexa, penuh amarah.

Alan memberikan isyarat pada sopirnya yang telah terlatih untuk membawa Alexa kerumah persembunyian.

"Aku tau, Alexa. Kau bisa menembaki para penjahat itu. Tapi, aku tidak bisa mempertaruhkan nyawamu karena aku. Jika sesuatu terjadi padamu karena aku, aku tidak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri." Kata Alan pada dirinya sendiri, saat memperhatikan mobil yang membawa Alexa melaju pergi. Alan terus memperhatikan sampai mobil itu benar-benar hilang dari pandangannya.

Setelah memastikan Alexa aman bersama sopir terlatih dan seorang untuk menjaga Alexa, Alan merogoh saku celananya dan meraih ponselnya. Alan menelpon Justine dan meminta orang kepercayaannya itu untuk datang ke taman ini dengan mengajak lebih banyak anak buah, karena seperti musuh masih ada banyak yang bersembunyi.

***

Alexa berjalan kesana kemari di sebuah ruangan didalam rumah tersembunyi milik Alan. Dia terlihat gelisah, khawatir dan marah pada Alan.

"Dia berbohong padaku, beraninya dia? Apa yang dia pikirkan, apa dia pikir aku tidak bisa melindungi diriku sendiri? Aku tidak lemah!." Kata Alexa pada dirinya sendiri, melipat kedua tangannya didepan dada.



Gadis itu terlihat kesal pada Alan karena mengirim ke tempat ini tanpa nya, dengan cara berbohong.

Namun, setelah beberapa waktu. Alan tiba dan begitu Alexa mengetahui kedatangan pria itu, Alexa langsung bergegas menghampiri dan memeluknya.

Alexa melingkar kan tangannya di leher pria itu, dan berdiri diatas sepatu yang Alan kenakan. Alexa sangat lega dan bersyukur melihat Alan datang dengan selamat.

Melihat tingkah Alexa, Alan pun tersenyum dan sebelah tangannya menarik pinggang Alexa agar lebih menempel dengannya. Selama beberapa detik, mereka berdua melupakan dunia disekitar mereka. Keduanya saling berpelukan dan bahkan senyum kebahagiaan terlihat jelas diwajah mereka.

"Syukurlah, kau selamat." Bisik Alexa setelah melepas pelukan mereka, dan tanpa ragu berjinjit guna menciumi wajah Alan. Alexa merasa kagum dengan kepedulian Alan padanya.

"Alexa, aku baik-baik saja." Kata Alan, membuat Alexa tersadar dengan apa yang baru saja ia lakukan.

Alexa langsung melayang tatapan tajamnya dan meninju wajah tampan Alan, cukup keras. Membuat anak buah Alan yang juga ada di ruangan itu langsung mengangkat senjata mereka.

"Beraninya kau, Tuan Alan Delano?." Alexa menggeram marah padanya. Sementara itu Alan memberikan isyarat pada anak buahnya untuk menurunkan senjata mereka. "Kau pikir aku lemah? Aku tidak bisa melawan? Apa kau pikir aku tidak bisa melindungi diriku sendiri? Kenapa kau mengirimku ketempat ini, Hah?!." Alexa menuntut begitu banyak penjelasan dan ia juga berani menarik kerah baju Alan.

Namun, anehnya. Bukannya marah, Alan justru menangkup wajah Alexa. "Kau gadis paling berani dan terkuat yang pernah aku temui. Aku juga tau kalau kau bisa berjuang untuk dirimu sendiri. Aku mengirimmu ke tempat ini, bukan karena kau tidak bisa melindungi dirimu sendiri. Aku meminta sopir membawa mu ke sini karena kau berada dalam bahaya itu karena aku. Aku akan selalu melakukan ini untuk melindungimu." Kata Alan, menatap lekat kedalam mata Alexa, seakan membungkam gadis itu depan hipnotis dari tatapannya.

Alexa perlahan melepaskan cengkramanya dari kerah baju Alan dan tenggelam didalam tatapan tajamnya yang dipenuhi dengan cinta yang sangat besar.

BAB 20| BUKAN GADIS PENAKUT

"Bos, sepertinya mereka berhasil mengikuti kita sampai ke tempat ini. Anda harus pergi bersama Alexa melalui pintu belakang. Ada mobil yang menunggu di belakang rumah dan saya yang akan menangani mereka." Kata Justine memberitahu Alan setelah suara tembakan terdengar dari luar. Alan dan Alexa pun saling bertukar pandang, untuk saat ini Alexa tidak akan berdebat lagi karena yang terpenting ia pergi bersama dengan Alan.

Lalu Alan menoleh kearah Justine dan menganggukkan kepalanya. Pria itu menggenggam lengan Alexa dan mengajaknya ikut bersamanya. "Ayo pergi, Alexa." Alan menariknya keluar melewati pintu belakang.

Setelah berjalan mendekati mobil, Alan kembali membukakan mobil untuk Alexa. Namun... "Tidak! Kau duduk terlebih dulu. Aku tidak bisa membiarkan mu melakukan kesalahan yang sama lagi." Desak Alexa dan Alan menghela napasnya.

"Oke, baiklah." Alan bergegas naik dan duduk di kursi belakang. Ia tau jika tidak ada gunanya berdebat.

Sementara itu Alexa tersenyum dan duduk disamping Alan.

Sopir menyalakan mesin mobil segera setelah Alexa menutup mobil. Tak menunggu waktu yang lama, mobil pun segera melaju dengan kecepatan penuh.

"Sial, mereka mengikuti kita." Kata Alan setelah menoleh kearah belakang.

"Siapa mereka?." Tanya Alexa, terlihat sangat penasaran.

"Mereka musuhku dan karena foto di klub, mereka juga mengincar mu." Jawab Alan. Dan Alexa hanya menganggukkan kepalanya.

Kemudian mereka mendengar suara tembakan, dan melihat jika para penjahat itu menembaki mobil mereka dari belakang. Alan menjadi cemas dengan akan keselamatan Alexa. Jika sesuatu terjadi padanya, pasti akan tidak bisa memaafkan dirinya sendiri. Alexa adalah gadis pertama yang berhasil menyentuh hatinya dan kini dia tidak ingin kehilangan gadis itu.

"Jangan khawatir, aku akan melindungimu." Kata Alan menyakinkan Alexa dengan menyentuh wajah cantiknya. Namun, Alan cukup terkejut melihat tidak ada sedikitpun raut wajah ketakutan pada Alexa. Gadis itu selalu membuat nya kagum dengan keberaniannya.

"Dan aku akan melindungimu." Alexa menyeringai, mengeluarkan pistol yang telah ia siapkan sendiri di saku celana jeans nya.

"Dari mana kau dapat itu?." Tanya Alan mengernyitkan dahinya.

"Sungguh? Saat ini apakah aku perlu memberikan penjelasan padamu?."

"Baiklah, ayo kita selesaikan ini." Kata Alan dan ikut mengeluarkan pistolnya sendiri.

"Ayo, bos aku sangat bersemangat." Kata Alexa dan Alan hanya menggelengkan kepalanya, tak percaya.

Mereka berdua menurunkan kaca jendela mobil dan setelah saling melirik. Alan dan Alexa mulai menembaki orang-orang yang mengikuti mereka.

Setelah beberapa waktu, sebuah peluru mengenai punggung sopir. Alexa dengan susah payah menggeser sopir agar berpindah tempat ke kursi penumpang depan, sekaligus mengendalikan mobil dan setelah ia mendudukkan dirinya di kursi pengemudi, tangan Alexa terulur huna memeriksa denyut nadi sopir. Sementara, Alan masih tetap menembak.

"Dia sudah mati." Kata Alexa dengan serius, sambil menatap Alan dari kaca spion.

"Hati-hati, Alexa." Balas Alan, karena ia lebih mencemaskan Alexa.

Sementara Alexa hanya menganggukkan kepalanya.

Seseorang berhasil menembak ban mobil Alan. Dan Alexa pun segera membelokkan mobil itu kedalam sebuah hutan. Mereka berdua bergegas turun dari mobil dan berlari cukup jauh, dimana tidak ada yang bisa menemukan mereka.

Mereka berlarian di hutan dengan tetap bergandengan tangan, mereka berdua berkeringat dan napas mereka terengah-engah. Alan menjadi sangat lemah karena ia kehabisan banyak darah.

Alexa tiba-tiba berhenti dengan napasnya yang ngos-ngosan. "Lebih baik kita berhenti di sini. Mereka tidak akan bisa menemukan kita, karena kita sudah cukup jauh."

"Kau benar." Alan menganggukkan kepalanya, menyeka keringat di dahinya.

Saat itu, Alexa teringat dengan lengan Alan yang terluka dan langsung melihatnya. Lengan pria itu masih mengeluarkan darah.

"Kita harus melakukan sesuatu pada lukamu ini." Kata Alexa.

"Tidak perlu, aku baik - "

"Aku tau kau baik-baik saja." Kata Alexa menukas perkataan Alan dengan nadanya yang sinis. Gadis itu menarik Alan dan mengajaknya duduk dibawah sebuah pohon yang rindang.

Hanya Alexa yang dapat memiliki kemampuan untuk mengendalikan bos mafia itu.



Gadis itu meminta Alan untuk duduk di bawah pohon. "Sekarang duduklah di sini dengan tenang dan biarkan aku mengobati lukamu." Alexa memberikan instruksi dengan nada memerintah. Dan Alan pun hanya diam, menuruti perintahnya.

Matanya melebar dan berkilau karena hasrat yang mendalam ketika melihat Alexa tiba-tiba melepaskan pakaian atasnya, memperlihatkan bra berenda hitamnya, terlintas dorongan dalam diri Alan untuk meremas buah dada gadis itu dengan telapak tangannya, ingin mengelus perutnya dan mencium belahan dadanya serta setiap inci tubuh Alexa. Alan memperhatikan tubuh Alexa yang telanjang dengan intens dan pikirannya di penuhi hasrat liar.

Alexa yang melihat ekspresi Alan pun tersenyum lebar saat tatapan tajam pria itu membuatnya bergairah.

Alexa berlutut didepan Alan, merobek atasannya menjadi dua bagian. Dan Alexa dengan hati-hati membersihkan luka Alan dengan satu bagian dengan bagian yang lain. Gadis itu mengikat bagian lain di lengan Alan yang terluka setelah di bersihkan.

Sebaliknya, Alan justru sibuk memperhatikan wajah cantik Alexa. Ia benar-benar tenggelam dalam dirinya. Alan menyukai bagaimana Alexa merawatnya, tanpa sadar senyuman muncul dari wajahnya, saat Alexa membubuhkan satu kecupan lembut diatas lukanya.

"Apa kau memiliki keinginan untuk menjadi pahlawan?." Alexa tiba-tiba bertanya dengan nada sarkastik nya.

"Apa?." Alan mengernyitkan dahinya, bingung dengan maksud pertanyaan Alexa.

"Kau ingin melindungiku seperti pahlawan, kan? Sekarang, apa kau senang setelah mendapatkan luka ini?." Alexa menunjuk ke lengan Alan yang terluka.

"Oh, apa kau lupa jika semua ini karena keras kepala dan kecerobohanmu? Seharunya kau tidak meninggalkan mansion." Tegur nya dan Alexa pun berdiri.

"Tidak mungkin, Alan." Alexa melipat kedua tangannya di depan dada dan mengalihkan pandangannya. "Apa kau ingin tau mengapa aku melakukan ini?." Tanya Alexa setelah menatap Alan.

"Katakan!." Alan meraih tangan Alexa dan menariknya dari bawah, membuat Alexa pun langsung terduduk dan bibir mereka bersentuhan secara tidak sengaja. Dan karena hal itu seluruh tubuh mereka menggigil dan terbakar oleh hasrat yang sangat besar.

Saat bibir mereka bersentuhan, mereka berdua saling menatap secara mendalam. Tangan Alan bergerak menarik pinggang Alexa yang tidak dilapisi oleh kain dan menariknya lebih dekat. Alexa memejamkan mata dan menarik napasnya dalam-dalam, jantungnya berdebar kencang. Sentuhan Alan mampu membuatnya gila.

Dan saat itulah hasrat yang mereka pendam sejak pertama kali mereka bertemu, sepertinya akan segera terpenuhi.

BAB 21| HAPPY KISS

Tangan Alexa secara tidak sengaja menyentuh lengan Alan yang terluka dan membuat pria itu meringis kesakitan.

"Aku minta maaf." Alexa mengambil langkah mundur.

"Gak masalah." Kata Alan dan duduk disamping Alexa.

Mereka berdua terdiam dan memikirkan tentang ciuman yang mereka yang terjadi karena ketidaksengajaan tadi dan memikirkan bagaimana perasaan mereka saat bibir mereka saling bertemu. Sekarang, mereka menginginkan ciuman yang lebih daripada itu, sulit untuk menolak satu sama lain.

Alan mengeluarkan ponsel dan bermaksud hendak menelpon Justine. "Sial, tidak ada sinyal disini. Bagaimana kita bisa menghubungi Justine, sekarang?." Alan bergumam dengan frustasi sembari memasukan ponselnya kembali kedalam sakunya.



'wah syukurlah, dengan begitu aku memiliki banyak waktu bersama Tuan Tampan.' Kata Alexa dalam hati dan senyum bodohnya terlihat dari bibirnya.

Setelah beberapa menit didalam keheningan. Alexa buka suara. "Tuan tampan."

Alan menoleh kearahnya. "Apa?." Tanya nya, alis sebelahnya terangkat.

"Aku mengantuk, boleh aku menyandarkan kepalaku di bahumu?." Tanya Alexa, dan Alan hanya mengangguk kecil sebagai jawaban.

Mendapatkan persetujuan dari Alan, mata Alexa berbinar dan dia meletakan kepalanya di bahu Alan. Segera memejamkan matanya karena kelelahan setelah hari ini banyak aksi yang mereka lakukan.

Alexa terlihat tertidur dengan nyenyak, sementara Alan menatapnya dengan penuh kasih sayang. Berpikir seolah-olah ada malaikat yang menyadar padanya. Untuk pertama kalinya, Alan mengangumi gadis itu saat tertidur, Alan bisa merasakan kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Bibirnya membentuk senyuman puas. Dan Alan berharap ia bisa terus menatap wajah cantik Alexa sepanjang hidupnya. Tetapi saat itu, Alan belum menyadari apa yang terjadi padanya.

Dengan lembut Alan menyelip anak rambut Alexa ke belakang telinganya. Karena rambut itu telah menutupi wajah cantik dan mengganggunya saat Alexa tidur.

Di tengah situasi panas saat ini, Alan tanpa ragu membubuhkan satu kecupan lembut di kening Alexa.

Namun, saat bibir Alan telah mengecup kening Alexa. Gadis itu tiba-tiba membuka matanya. Alexa hanya berjarak beberapa inci dari Alan. Mereka berdua saling berbagi pandangan secata intens dan hembusan napas hangat Alan membelai bibir Alexa. Membangkitkan hasrat dalam pandangan yang terkunci itu.

"Kapan kau akan mencium ku?." Bisik Alexa dan Alan pun tersadar dari lamunannya.

Bukannya menjawab, pria itu justru beranjak dari duduknya. "Kita harus segera menemukan jaringan, lalu anak buahku bisa melacak dimana keberadaan kita."

Alexa tersenyum dan ikut berdiri. "Apa tidak bisa kita tinggal lebih lama disini? Cuacanya sangat bagus, panas dan kita berteduh di bawah pohon. Bukankah itu kombinasi yang mematikan?." Kata Alexa, lalu terkekeh kecil.

Alan menoleh dan kembali menatap tubuh seksi Alexa. Jujur saja, Alan tidak bisa menolaknya, apalagi Alexa terlihat begitu menggoda dengan bra berendam hitamnya.

"Saat ini kau terlihat seksi, Nona Veronica." Kata Alan dengan suara seraknya, sembari berjalan mendekatinya.

Sementara itu mata Alexa terbelalak dan terkejut, tak menyangka dengan apa yang baru saja dilihatnya.

Alan menyentuh pinggang Alexa dan menariknya agar Alexa lebih dekat dengannya. Pria itu menyeringai dan Alexa masih memperlihatkan tatapan terkejut sekaligus tak percayanya.

Ketika Alan memeluknya dengan erat, detak jantung Alexa berdegup kencang. "Kau tau, sejak kau melepaskan atasanmu, aku belum bisa mengalihkan pandangan ku dari tubuh indahmu." Bisik Alan ditelinga Alexa, napasnya bertambah cepat dan kulitnya merinding. "Kau memiliki tubuh yang sempurna dan tidak terlihat sedikit pun ada yang lecet." Alan menyentuh dan membelai perutnya, membuat Alexa semakin merasakan desiran aneh karena sentuhannya.

Mata Alexa terpejam dan ia benar-benar tenggelam menikmati sensasinya. Sentuhannya membuat tulang punggung Alexa merinding dan membangunkan hasrat batinnya. Gadis itu ingin merasakan sentuhan Alan di sekujur tubuhnya. Sentuhannya seperti surga duniawi baginya. Hanya Alan yang bisa membuat tubuhnya merasakan desiran aneh hanya dengan satu sentuhan.

Alan memiliki dampak yang begitu besar pada dirinya. Dalam beberapa saat mereka tersadar karena rintik hujan mulai turun. Alan melepaskan pelukannya dari pinggang Alexa, sembari mengumpat karena hujan telah merusak momen romantis mereka saat ini.

"Aku harus menemukan sinyal." Alan mengeluarkan ponselnya dan melambaikannya di udara, mencoba menangkap sinyal.

'Tapi aku berharap semoga kau tidak dapat menemukan sinyal dan kita bisa tinggal di hutan yang tenang ini selamanya.' Kata Alexa dalam batin. Alexa menyeringai setelah memikirkan ide bagusnya itu.

Alan menatapnya dan mengernyitkan dahinya, bingung. "Kau marah atau bagaimana? Kenapa kau malah tersenyum seperti orang bodoh?." Tanya Alan, menahan rasa kesalnya.

"Karena aku tergila-gila padamu." Alexa menggodanya dengan mengedipkan sebelah matanya.

Semakin membuat Alan merasa kesal.



"Astaga! Kenapa aku selalu berakhir bersamanya?!." Kata Alan dengan frustasi.

"Salah! Menurutku kau beruntung." Alexa terkekeh kecil.

"Diam dan tutup mulutmu! Kau mengatakan satu lagi, maka aku akan membunuhmu." Kata Alan memperingatinya.

"Oh tidak! Aku benar-benar takut." Alexa menangkup kedua pipinya dan menyeringai.

"Arghh! Kau gadis gila!." Kata Alan kesal.

"Hanya untukmu." Balas Alexa dengan santainya dan berjalan mendekati Alan.

Alan berbalik kearah Alexa dan mengeluarkan senjatanya, sebelum akhirnya mengarahkannya pada Alexa, berniat untuk menakut-nakuti gadis itu.

"Tembak aku kalau kau bisa." Alexa menggenggam pistol Alan dan menempelkannya di dahinya sendiri. Menatap Alan tanpa rasa takut di matanya.

Alexa tersentak ketika mereka berdua mendengarkan suara tembakan dari jauh. "Hei, Aku tadi bercanda!." Kata Alexa sembari menutup matanya dan mengira jika suara tembakan itu berasal dari pistol Alan.

Sementara itu, Alan justru tertawa melihat ekspresi wajah Alexa yang menggemaskan. Gadis itu membuka matanya dan tenggelam melihat tawa lebar pria itu, ini pertama bagi Alexa melihat Alan tertawa dan itu terasa sangat menyenangkan. Alan kembali mencuri hatinya lagi.

"Jadi, akhirannya aku jadi obat tawa mu?." Tanya Alexa dengan nada menggoda, membuat Alan langsung beralih menjadi serius seperti sebelumnya.

"Kau takut dan aku suka jika orang takut padaku." Bibir Alan membentuk senyuman puas.

"Aku tidak takut." Jawab Alexa, mendengus dingin.

"Kau tidak ingin mengaku." Alan bersikeras, senyuman itu tidak lepas dari wajahnya.

"Tidak, aku tidak melakukannya. Aku hanya main-main." Alexa mengangkat bahu dan mengalihkan pandangannya ke sembarang tempat.

Sebelah alis Alan terangkat. "Mengapa bermain-main?."

"Hm... bukankah aku akan mendapatkan hadiah untuk akting ku, baru saja?." Tanya Alexa sembari memperhatikan bibir Alan.

Namun, mereka kembali mendengar suara tembakan dari jauh.

"Alan, aku rasa mereka sedang mencari kita." Kata Alexa dengan serius.

"Sial! Alexa kau harus tetap di sini dan aku akan pergi, memeriksanya." Kata Alan.

"Tidak! Aku tidak akan membiarkan kau sendirian. Lebih baik kau tetap di sini dan aku saja yang memeriksanya." Kata Alexa merebut pistol dari tangan Alan.

"Alexa, apa kau gila? Diam di sini dan sekali saja, dengarkan aku!." Bentak Alan memegangi kedua bahu Alexa, erat-erat.

"Apa kau ingin terluka sendirian di sini?". Tanya Alexa, sebelah alisnya terangkat.

"Ya, tentu saja. Mereka adalah musuhku dan aku tidak ingin kau mendapatkan masalah karena aku. Apa itu sulit untuk dipahami?." Kata Alan.

"Dan kemudian, kau tidak mau mengaku kalau kau perduli padaku." Alexa membuang arah pandangnya.

"Baiklah-baiklah! Aku tidak tau mengapa, tapi aku peduli padamu." Kata mengakui dengan cepat, menarik pinggang Alexa dan menarik kearahnya.

Sementara itu Alexa tersentak mendengar pengakuan dari Alan secara tiba-tiba dan tidak terduga.

"Ya, aku peduli padamu." Kini, Alan mengakuinya dengan suara rendahnya. Dan tangannya menyentuh wajah Alexa, tatapan tajam mereka kembali tertuju pada satu sama lain dan karena itu, debaran jantung Alan jelas terasa, begitu pula sebaliknya dengan Alexa.

Alexa masih terkejut dengan pengakuan mendadak dari pria itu bahwa dia perduli padanya. Alexa merasa jika dia seakan tengah bermimpi, tetapi dengan mata terbuka. Dirinya telah melihat kepedulian yang tulus dimata pria itu sejak mereka bertemu pertama kalinya, tetapi baru hari ini Alan mengakuinya secara langsung dan Alexa sangat tidak percaya.

"Aku hanya ingin membuatmu aman bersamaku." Alan mengakui dengan membubuhkan satu kecupan singkat di kening Alexa. Dan Alexa menutup matanya saat Alan menciumnya. "Selamanya aku akan menjagamu." Sambung Alan, memusatkan perhatiannya hanya pada Alexa.

Gadis itu membuka matanya dan tersentuh oleh pengakuan tulusnya. Tidak ada yang pernah seperduli itu pada Alexa, sebelum ia bertemu dengan Alan. Kata-katanya membawa kebahagiaan yang luar biasa dihatinya.

"Kau tidak bercanda?." Tanya Alexa dengan sangat tidak percayanya.

Alan mengangguk kecil. "Ya, dan ini pertama aku perduli pada seseorang. Nyatanya, aku bahkan tidak peduli pada diriku sendiri. Semenjak mengenalmu, aku merasa ingin menjaga dan melindungi mu." Ibu jari Alan membelai pipi lembut dan menatapnya dengan penuh kasih.

Alexa benar-benar tersesat didalam dirinya. Sentuhannya yang lembut membuat tulang punggungnya merinding. Dia belum pernah merasakan hal yang seperti ini sebelumnya, Alexa ingin menghentikan waktu dan tetap tersesat dalam momen ini selamanya.

Sungguh ini membuatnya nyaman.

"Dan bagaimana jika aku mengatakan hal yang sama padamu?." Tanya Alexa pada Alan dengan nada yang serius. "Bagaimana jika aku mengatakan bahwa aku juga tidak ingin kau mendapatkan masalah?." Sambung Alexa.

"Tapi ini berbeda, kau akan mendapat masalah karena aku dan jika sesuatu terjadi padamu, maka aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri. Untuk saat ini, kaulah prioritas ku, Alexa. Aku - "

Alexa tiba-tiba menarik kerah baju Alan dan menariknya, membuat pria sedikit membungkukkan badannya. "Kita akan berjuang bersama dan saling melindungi." Kata Alexa.

Karena posisi mereka yang sangat dekat, aliran hasrat mengalir dalam tubuhnya. Dan Alexa tanpa berpikir panjang mulai melahap bibir Alan secara sensual, tak perduli karena Alexa telah mendambakan untuk merasakan bibir Alan sejak perhatiannya tertuju pada bibirnya itu.

Alan tidak menolak, pria itu juga secara terang-terangan menikmati permainan bibir mereka. Segala sesuatu di sekitar mereka seakan menjadi menghilang ketika dua insan itu sedang melepaskan keinginan mereka yang terpendam. Mereka merasa seperti dapat bernapas kembali setelah sekian lama. Mereka merasa seperti baru saja di hidupkan kembali, keduanya berciuman dengan lembut dan perlahan Alexa melepaskan cengkraman tangannya pada kerah baju Alan, beralih menyentuh rahang tegas pria itu.

Sementara itu, jari-jari kekar Alan melingkar di leher jenjang Alexa dan ibu jarinya mengusap pipi lembut gadis itu. Mereka berdua merasa jika detak jantung mereka telah menyatu begitu pula dengan jiwa mereka.

Namun, tiba-tiba momen indah itu harus terganggu oleh suara tembakan yang kedua. Dan suara tembakan itu sepertinya terdengar tidak jauh dari tempat mereka berada saat ini.

Membuat Alan dan Alexa pun langsung menghentikan ciuman mereka. Mata mereka terbelalak karena terkejut.

BAB 22| MENUTUP MATA

Dengan erat Alan menggenggam tangan Alexa. "Kita harus lari dari sini karena mereka ada di sekitar kita!."

Alexa memberikan anggukan kecil sebagai jawaban, ia masih menginginkan ciuman tadi. Terapi mereka tetap bergegas pergi dari tempat itu dengan Alan yang terus menggenggam tangan Alexa.

Mereka berlari melewati hutan yang lebat sambil bergandengan tangan, terengah-engah dan berkeringat, berusaha melarikan diri dari bahaya tanpa mengetahui kemana arah tujuan mereka.

Alan takut jika Alexa dalam bahaya dan dia ingin melindunginya dengan cara apa pun.

Namun, mereka terkejut ketika beberapa pria tiba-tiba muncul dan menghadang jalan mereka. Orang-orang itu tersenyum jahat.

Sementara Alan segera merogoh sakunya guna meraih pistolnya, namun sialnya pistol itu justru malah tertinggal ditempat mereka berteduh sebelumnya. Alan menoleh kearah Alexa dan menarik gadis itu agar berlindung di belakangnya.

"Aku menyerah, kalian boleh membawaku menemui bos kalian. Tapi biarkan dia pergi karena dia sama sekali tidak bersalah." Kata Alan, ia belum pernah menundukkan derajatnya serendah ini sebelumnya, pada siapa pun. Tetapi, hari ini Alan menerima kekalahannya untuk melindungi Alexa. Hal itu tentu saja menundukkan bahwa Alan akan melakukan apa pun untuk menjaga keselamatan Alexa, karena gadis itu telah menjadi bagian penting dalam hidupnya.

Beberapa orang itu justru menertawakan Alan. "Akhirannya kami menemukan kelemahan bos mafia yang ternyata hanya sok hebat itu." Kata salah satu pria lalu tertawa terbahak-bahak.

Salah seorang pria lagi berjalan mendekat dan berdiri tak jauh dari Alan dan Alexa. "Ada sesuatu pada dirinya." Kata pria itu memperhatikan tubuh Alexa, membuat Alan mengepalkan tangannya dan bibirnya tertekuk, berusaha mengendalikan amarahnya. Alan merasa sangat ingin membunuhnya. "Bukan begitu?." Pria itu mengalihkan pandangannya kembali kearah Alan.

Alexa mencibir dan menatap kearah pria itu tanpa rasa takut. "Persetan denganmu." Alexa mengeluarkan pistolnya dan langsung menarik pelatuknya. Peluru itu mengenai jantung pria itu dan dia langsung tewas di tempat.

Membuat rekannya yang lain, mengarahkan senjata mereka kearah Alexa dan menembaknya. Namun sebelum peluru itu mengenai Alexa, Alan telah lebih dulu mendorong Alexa dan karena peluru itu melesat cepat, Alanlah yang tertembak di bagian perut.

Jantung Alexa hampir berhenti berdetak mengetahui jika Alan tertembak karena menyelamatkannya. "ALAN!." Teriaknya histeris. Segera Alexa menembak kedua rekan dari pria asing yang sebelumnya dengan perasaan marah.

Alexa duduk dan meletakan kepala Alan di atas pangkuannya. Air mata mengalir jelas di pipinya, ia tidak bisa menahannya karena Alexa tidak kuat melihat Alan yang terluka.

"Kenapa kau menyelamatkanku?." Alexa bertanya padanya dengan nada marah, meski hatinya sangat sakit. Alexa tidak ingin kehilangan dia. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Alexa merasa takut kehilangan seseorang dan itu adalah Alan.



Pria itu menunjuk senyum tipisnya dan buka suara dengan susah payah. "Aku peduli padamu." Alan menarik napasnya dalam-dalam dan kembali melanjutkan. "Aku akan selalu melindungi mu, jika aku tetap hidup."

Alexa terisak histeris. "Tidak, tidak akan terjadi apa pun padamu, Alan." Gadis itu mengusap air mata dan langsung mengeluarkan ponselnya guna menghubungi Justine.

"Halo, Justine." Matanya yang berair terus tertuju pada Alan. "Justine, tolong datang kesini secepatnya! Alan tertembak." Alexa memberitahu Justine sembari terus menangis.

"Kita sudah menyelusuri lokasinya dari sinyal ponsel bos, pastikan jika dia tidak pingsan." Alexa menganggukkan kepalanya setelah mendengar jawaban Mike, sementara Alan hanya menatap gadis itu dan berusaha untuk tetap membuka matanya.

"Tolong cepat datang." Kata Alexa, sebelum akhirnya panggilan mereka terputus secara sepihak.

Alan mengangkat tangannya dan menyeka air mata Alexa dengan ibu jarinya. "Jangan menangis. A-aku akan baik-baik saja." Alan hampir pingsan, tetapi ia tetap meyakinkan Alexa jika dirinya kuat.

"Kau harus baik-baik saja, Alan. Atau aku akan menggoda siapa selain kau?!." Tanya Alexa, dan mereka berdua tersenyum tipis.

Ya - bahkan meskipun Alan menahan rasa sakitnya.

Ketika mata Alan seperti hendak terpejam. Alexa menepuk-nepuk rahang pria itu. "Jangan tutup matamu, tolong tetap bersamaku." Alexa memohon dengan panik. Sungguh! Alexa takut kehilangan pria itu.

Mendapatkan ide yang di rasanya pintar, Alexa membungkuk dan mengecup bibir Alan. Tak hanya itu, gadis itu juga menghisapnya dengan lembut dan penuh kasih.

Sementara itu, saat Alan telah merasakan bibir Alexa untuk yang ketiga kalinya. Pria itu merasa jika dirinya telah mendapatkan energi yang baru. Ciuman Alexa memberikan keajaiban baginya.

"Tolong, jangan tinggalkan aku." Bisik Alexa, matanya terpejam dan air mengalir di pipinya.

"Aku tidak suka melihat air mata yang berlinang dimatamu." Kata Alan sembari mengusap air mata Alexa. "Aku selalu ada bersama, Alexa."

Tangan Alan tiba-tiba terjatuh setelah mengusap air mata Alexa dan pria itu tidak sadarkan diri. Membuat Alexa ketakutan dan menangis, memeluknya dengan erat.

"Tidak! Ini tidak boleh, Alan. Kau tidak boleh pergi meninggalkan aku. Cepat buka matamu!."

BAB 23| PENGAKUAN SEJATI

Alexa menangis kesakitan, menempelkan wajahnya ke wajah Alan, mengira jika dirinya telah kehilangan Alan. Entahlah, Alexa benar-benar terpukul.

Beruntung akhirnya, Justine dan yang lainnya segera datang. Pria itu menatap dengan kasihan saat melihat Alexa menangis sembari memeluk Alan. Justine bergegas menghampiri mereka, duduk dan memegangi pergelangan tangan Alan untuk memeriksa denyut nadinya. Justine menghela napas lega karena Alan masih hidup.

"Alexa, dia masih hidup, dia hanya tidak sadarkan diri." Kata Justine mencoba membuat Alexa mengerti. Tetapi Alexa tidak mendengarkannya dan pikiran kalut dengan pemikiran jika Alan telah pergi meninggalkannya. Jadi, Justine meraih tangan Alexa dan meletakkannya diatas jantung Alan. Dan Alexa nampak senang setelah mendapati jantung Alan masih berdetak. Alexa menghapus air matanya dan bernapas lega.

"Kenapa kalian hanya berdiri? Bawa dia ke rumah sakit." Perintah Alexa pada anak buah Alan.

Dua pria bergegas mengangkat Alan dan membawanya masuk kedalam mobil ambulans pribadi yang Justine bawa untuk mendatangi mereka. Alexa berjalan bersama mereka yang mengangkat tubuh Alan sembari memegangi tangan prianya itu, ia menatap wajah Alan dengan cemas.

Masuk kedalam mobil, Alexa terkejut sekaligus merasa senang karena didalam sana sudah ada seorang dokter dan perawat yang menunggu Alan. Setelah meletakkan tubuh Alan, dokter dan perawat itu segera memasang masker diwajahnya dan mulai memeriksa Alan.

Justine duduk disampingnya dan Alexa juga duduk di sana, sementara anak buah Alan ada di mobil sebelah dan dua orang mengendarai ambulans pribadi itu.

Justine menyentuh pundak Alexa dan menatapnya dengan tatapan teduhnya. "Dia akan baik-baik saja, Alexa." Kata Justine menyakinkan gadis itu, meremas pundaknya.

"Dia harus baik-baik saja." Balas Alexa, mengalihkan pandangannya kembali pada Alan dan menitikkan air matanya dalam diam.

**

Ketika ambulans telah sampai di mansion milik Alan, Alexa menoleh kearah Justine. "Kenapa kita tidak membawa dia ke rumah sakit?."

"Kita punya rumah sakit sendiri dan alatnya juga tidak kalah lengkap, dokternya pun adalah dokter terbaik." Balas Justine memberitahu.

"Apa kau yakin? Dia tertembak."

"Alexa, tenanglah. Justru nyawa bos akan terancam jika kita membawanya ke rumah sakit umum." Justine mencoba menjelaskan dan beruntung Alexa tidak menggunakan keras kepalanya untuk saat ini.

Mungkin Alexa memang benar-benar telah memahami apa yang coba Justine jelaskan padanya.

Segera beberapa orang memindahkan Alan ke ruang medis di mansion mereka.

"Kau tetap di luar." Kata seorang dokter yang melarang Alexa untuk masuk kedalam.

Alexa mengernyitkan dahinya. "Minggir!." Bentaknya.

"Tidak, kami di sini memiliki protokol." Sang dokter kembali melarangnya dan Alexa mengerucutkan bibirnya, sebal.

Sebelum Alexa sempat kembali membantah, Justine telah lebih dulu menyela. "Dokter biarkan dia masuk."

"Baiklah." Kata dokter menyetujuinya.



Alexa pun masuk kedalam ruang medis dan duduk di kursi disamping brankar Alan. Ia memegangi tangan Alan dan air mata terus menetes, membasahi pipinya.

Saat dokter sedang mengeluarkan peluru dari perut Alan, Alexa memejamkan matanya dan dia teringat saat bagaimana pria itu mendorongnya untuk melindunginya.

"Nona, Tuan akan kembali sadar dalam satu hari. Jangan khawatir, dia akan baik-baik saja." Kata dokter setelah beberapa saat selesai merawat Alan.

Alexa hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dan dalam hati, Alexa selalu berharap jika Alan baik-baik saja.

Dokter dan perawat pun pergi meninggalkan ruangan, membiarkan Alexa bersama dengan Alan didalam.

Alexa mendongak menatap Alan, terlihat matanya di penuhi dengan cinta yang sangat besar. Alexa berdiri dan membungkukkan badannya, memberikan ciuman lembut di dahinya, membelai rambutnya.

Kemudian Alexa meletakan kepalanya diatas jantung Alan untuk memastikan detak jantungnya yang menenangkan. Dan saat Alexa telah mendengar detak jantungnya, ia tersenyum puas dan merasa damai.

***

Setelah beberapa jam, Justine masuk kedalam ruang medis dan melihat Alexa yang masih ada di sana, menunggu Alan membuka matanya. Gadis itu masih tetap meletakan kepalanya di dada Alan dan menggenggam tangannya dengan erat-erat.

"Alexa, aku akan menjaganya. Kau bisa pergi beristirahat sebentar." Kata Justine, menepuk pundak Alexa.

Alexa mengangkat kepalanya dari dada Alan dan menoleh kearah Justine. "Tidak aku lebih baik disini." Jawab Alexa dan kembali menoleh kearah Alan dan menempelkan kepalanya di tangan Alan yang terus ia genggam itu.

Justine takjub melihat cinta Alexa pada bosnya itu. "Setidaknya makanlah sesuatu dulu." Pinta Justine dan Alexa hanya menggeleng kecil.

"Aku tidak lapar." Balas Alexa tanpa mengangkat kepala dan justru menutup matanya, sembari mengusap tangan Alan.

Justine tidak memaksa Alexa lebih jauh karena ia tahu jika Alexa akan sangat keras kepala dan tidak mau mendengarkan nya.

***

Sehari telah berlalu dan Alexa belum beranjak dari tempat itu kecuali pergi ke kamar mandi.

Alexa tetap menunggu Alan yang tak kunjung sadar, bahkan untuk satu detik dalam dua puluh empat jam. Alexa terus duduk disamping Alan, memegangi tangan kekarnya dan sesekali berdiri untuk meletakan kepalanya diatas dada Alan guna mendengar detak jantung pria itu.

Bahkan Alexa belum makan apa pun dan hanya meminum jus, itu pun karena Marie yang terus saja memaksanya.

Alexa tampak lemas dan ikat rambutnya dibiarkan berantakan. Alexa masih mengenakan bra berendam hitam dan celana kulot yang sudah tidak rapi lagi.

"Alan, aku mohon. Cepatlah bangun! Aku sudah tidak sanggup lagi menahan rasa sakit ini. Aku tidak tau apa yang terjadi padaku, aku merasa ada bagian dari diriku yang hancur berkeping-keping. Bangunlah, Alan. Aku membutuhkan mu." Alexa memoho dan menatap dengan sedih. Gadis itu sangat ingin melihat Alan baik-baik saja. Alexa tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Ia ingin Alan segera terbangun.

Tak lama setelah Alexa meletakan kepalanya di atas dada Alan. Pria itu akhirnya sadar. Perlahan Alan membuka matanya dan tersenyum kecil ketika melihat wajah cantik Alexa.

"Sudah lama disitu?." Suara puraunya, membuat Alexa membuka matanya. Gadis itu tersenyum dan merasa senang ketika akhirnya Alan tersadar.

Alexa berdiri tegak dan masih memperhatikan Alan. "Kau terlihat masih sangat lemah." Kata gadis itu, ibu jarinya terangkat untuk membelai rahang tegas Alan, sementara raut wajahnya terlihat jika Alexa sangat mengkhawatirkan Alan hingga tanpa sadar air matanya menetes, lagi.

"Kenapa air mata ini?." Tanya Alan pelan.

Alexa tidak menjawab, namun ia tiba-tiba memeluk Alan dan membuat pria itu terkejut. Perlahan Alan mengangkat tangannya dan mengusap punggung Alexa dengan lembut. Untuk sesaat mereka tenggelam dalam pelukan hangat antara satu sama lain. Seperti biasanya mereka merasa puas dan nyaman.

Beberapa saat kemudian, Alexa melepaskan pelukannya. "Maafkan aku, Alan. Gara-gara aku semua ini terjadi, seharusnya aku tidak meninggalkan mansion seperti itu." Alexa menunduk dan memilin jari jemarinya, terlihat jika ia benar-benar menyesal setelah melakukan kesalahan itu. "Aku benar-benar minta maaf."

"Sshhtt.. itu tidak perlu." Gadis itu kembali menatap Alan dan tenggelam dalam tatapan teduhnya.

"Sebenarnya ada apa ini?." Tanya Alexa dengan serius. Setelah memecah keheningan diantara mereka berdua.

Alan mengernyitkan dahinya. "Maksud mu?." Tanya Alan, bingung.

"Ada apa diantara kita?." Tatapan intens mereka tetap terpaku pada satu sama lain.

Mengerti dengan apa yang Alexa maksudkan, Alan pun buka suara. "Entahlah, tapi apa pun itu, itu sangat luar bisa dan membuatku merasa hidup kembali. Sungguh luar biasa dan aku senang merasakan hubungan yang begitu kuat dengan mu, rasanya luar biasa bisa hidup kembali. Kau memberikan alasan untuk keberadaan ku di dunia ini. Sekarang aku memiliki tujuan hidup di setiap harinya, untuk bernapas setiap hari dan itu hanya untukmu. Aku ingin hidup sekarang, bersamamu dan melindungimu sepanjang hidupku, tapi tetap saja aku akan membuatmu merasa nyaman ada didekatku." Balas Alan, benar-benar mengungkapkan apa yang dia rasakan.

Belum sempat Alexa menjawab, Alan kembali buka suara. "Tapi itu berbahaya."

Alexa menatap Alan dengan tatapan tak percayanya. "Kapan kau mulai takut dengan bahaya?."

Alexa menatapnya tanpa berkedip selama beberapa detik dan kemudian pergi dari ruang medis sebelum Alan menghentikannya.

Alexa telah memahami apa yang ada diantara mereka, itu adalah cinta. Tetapi Alexa percaya bahwa cinta ini akan membuat mereka lemah dan membahayakan nyawa mereka. Dia tidak pernah takut pada Alan, tetapi karena adanya cinta ini mereka berusaha akan sering berdebat hanya karena keduanya yang memiliki keras kepala.

'Kupikir itu hanya tentang ketertarikan fisik dan aku tidak pernah menyangka jika akan ada cinta diantara kita." Gumam Alexa dalam hati dengan nada tak percaya setelah menutup pintu kamar dan bersandar di balik pintu itu.



BAB 24| TETAPLAH BERSAMAKU

Alan hendak beranjak dari brankarnya untuk mengejar Alexa. Namun Justine masuk saat bersamaan dengan Alexa yang berlarian keluar dari ruang medis, pria itu langsung menahan pergerakan Alan. "Bos, anda masih perlu beristirahat."

"Aku baik-baik saja, Justine." Jawabnya tegas.

"Tolong, Bos." Kata Justine, dan Alan mengurangkan niatnya untuk mengejar Alexa, memilih kembali berbaring dan memejamkan matanya.

Tak lama kemudian, setelah Justine memberi tahu jika Alan sudah sadar, seorang dokter dan perawat masuk kedalam ruang medis, begitu juga pelayan yang menyiapkan makanan sehat untuk bos mereka itu.

Namun, meski ada banyak orang yang melayaninya. Perhatian Alan tetap tak lepas dari arah pintu, sementara pikirannya tetap tertuju pada Alexa. Alan menunggu Alexa dengan gelisah, dia sangat ingin bersama Alexa.

Seharian berlalu seperti ini, tetapi Alexa tak kunjung datang menemuinya. Alan tidak mengertilah mengapa Alexa menghindarinya. Seiring berjalannya waktu, Alan menjadi semakin gelisah, merindukan Alexa dan merasa tidak lengkap tanpa dia. Alan sungguh membutuhkan dan merindukan kehadiran Alexa.

***

"Justine, bagaimana kabar Alan?." Tanya Alexa saat tak sengaja bertemu dengan Justine di koridor.

"Syukurlah, tubuhnya dapat pulih dengan cepat dan dia sudah boleh pindah ke kamarnya sendiri." Balas Justine.

Alexa menghela napas leganya. "Syukurlah."

"Kenapa kau tidak datang menemuinya?."

"Akan lebih baik jika aku tidak menemuinya." Raut wajah Alexa berubah datar ketika Justine melayangkan pertanyaan yang sensitif untuknya.

Justine mengernyitkan dahinya. "Kenapa?."

"Kau tidak akan mengerti." Alexa langsung berjalan pergi meninggalkan Justine.

***

Malam itu, Alan telah berbaring didalam kamarnya sendiri. Namun, pikirannya tetap tertuju pada Alexa, bertanya-tanya mengapa gadis itu tidak datang menemuinya?.

"Kenapa kau tidak datang menemuiku, Alexa? Apa yang terjadi padamu?." Kata Alan pada dirinya sendiri.

Tanpa Alan ketahui jika saat itu Alexa tengah berdiri di luar kamar Alan dan mengira jika Alan sedang tertidur. Namun meski begitu, Alexa tetap menunggu beberapa saat, berdiri di luar dan masuk ketika ia sudah yakin jika Alan benar-benar tertidur.

Alexa membuka perlahan pintu kamar Alan dan mengambil langkah yang sangat lambat, sembari memperhatikan Alan yang terbaring diatas tempat tidur, matanya dengan cinta yang sangat besar.

Tanpa ia tahu jika Alan bisa merasakan kehadirannya, tetapi pria itu telah tetap memejamkan matanya, berpura-pura tidur.

Alexa duduk menyamping di dekat Alan, diatas tempat dan dengan penuh kasih sayang ia membelai rahang tegas pria itu dengan ibu jarinya. Saat napas Alan yang hangat menyentuh kulit tangan Alexa, sentakan hasrat mengalir di dalam dirinya. Ia mengepalkan tangannya dan mengendalikan diri sendiri.

"Maafkan aku." Bisik ketika hendak mengecup dahi Alan. Lalu dengan lembut beralih mencium ke dua kelopak mata dan kembali mengusap rahangnya

Alexa terus memperhatikannya selama beberapa menit sebelum akhirnya beranjak dari duduknya. Saat Alexa berbalik hendak melangkah pergi, Alan langsung membuka matanya dan menahan pergelangan tangan Alexa, membuat gadis itu berbalik dan terlihat gugup.

"Kemana kau akan pergi?." Tanya Alan.

"Umm.. Alan, kau sudah bangun. A-aku pikir kau sedang tidur. Hmm... sebaiknya kau beristirahat dulu." Untuk pertama kalinya, Alexa merasa gugup ketika berbicara dengan dengannya.

Alan mengernyitkan dahinya, pasalnya Alexa seakan enggan melihat kearahnya dan dia malah melihat ke sembarang arah.

"Itu bukan jawaban atas pertanyaan ku." Alan menatapnya dengan tatapan tajamnya, merasa kesal dengan sikap aneh Alexa.

"Aku tidak ingin menjawabnya." Balas Alexa tanpa ragu, menghindari tatapan Alan.

"Lihat aku, Alexa. Dan beritahu aku kemana tujuan mu." Alan memaksa dan Alexa langsung menatap kearahnya.

"Aku akan pergi kekamar, sudah cukup. Aku tidak bisa membahayakan nyawamu lagi karena aku." Balas Alexa cepat.

"Apa kau bercanda, Alexa?." Pria itu terkekeh kecil. "Aku ingat jika kau tidak takut pada apa pun. Sekarang tiba-tiba, apa yang terjadi padamu?." Tanya Alan dengan nada marahnya. Dan Alexa hanya mengalihkan pandangannya.

"Jika kau mengingat kata-kataku dengan sangat jelas, maka kau juga harus tau bahwa aku tidak bertanggung jawab pada siapa pun." Jawab Alexa dengan ketus.

Alan menarik lengan Alexa hingga dia terjatuh menimpa dadanya. Gadis itu mendongak dan keduanya pun saling bertatapan secara intens, melupakan segalanya.

"Kau bisa berbohong pada seluruh dunia. Tapi tidak padaku, gadis nakalku." Kata Alan lirih, menjaga tatapan tajam hanya tertuju pada Alexa. Alan dengan perlahan menyelipkan beberapa helai anak rambut Alexa kebelakang telinganya. Saat jari-jarinya menyentuh telinga Alexa, gadis itu menutup matanya. Sentuhannya membuat tulang punggung merinding seperti biasanya.

"Katakan padaku ada apa denganmu?." Tanya Alan sembari mengusap mata Alexa yang tertutup. "Aku tau kau tidak takut membahayakan nyawamu, kau seorang gadis tangguh. Kenapa tiba-tiba kau bersikap seolah kau takut akan bahaya?."

Alexa tetap terdiam dan keterdiaman nya itu , membuat kesabaran Alan terasa sedang di uji.

Setelah beberapa detik, Alan kembali buka suara. "Apa pun yang terjadi diantara kita di hutan, apakah itu alasanmu menghindari ku? Itukah alasan mengapa sikap mu tiba-tiba berubah?." Tanya Alan menurut asumsinnya sendiri.

"Aku tidak ingin membicarakan hal ini, Alan." Alexa mencoba untuk berdiri, tetapi Alan mencengkram lengannya dengan kuat dan tidak membiarkan dirinya untuk bergerak.

Justru Alan menariknya agar semakin mendekat. "Baiklah, jangan berbicara padaku. Tapi setidaknya tetaplah di sini bersamaku, aku mohon?!." Pinta Alan, menatapnya dengan tatapan memohon.

Sementara itu, Alexa tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Gadis itu tidak percaya jika dia adalah Alan yang biasanya akan memperlakukannya dengan buruk seperti sebelum-sebelumnya.

Namun, Alexa tidak mengatakan sepatah katapun dan hanya berbaring di dekat Alan, seperti apa yang pria itu inginkan. Dengan kepalanya yang tetap didada Alan, membuat senyum kecil dan puas muncul diwajah tampannya.

Begitu juga dengan Alexa yang diam-diam tersenyum sembari mendengarkan detak jantungnya yang menenangkan. Ia melingkarkan tangannya di atas tubuh Alan dan membenamkan wajahnya di dada pria itu.

Alan merasakan kedamaian yang luar biasa dengan kehadiran Alexa, pria itu mengecup rambut Alexa sembari tersenyum.

Sebelum, Alan memang telah mendorong dan lari dari Alexa. Tetapi sekarang, Alan telah menerima kenyataan bahwa dia peduli padanya dan memiliki perasaan untuk gadis itu. Jadi, Alan hanya ingin Alexa selalu aman bersamanya.

**

Alan terlelap dalam tidurnya, sembari memeluk seluruh dunianya karena keadaannya masih cukup lemah dan di tambah karena pengaruh obat yang ia minum.



Saat itu, Alexa terbangun dan mengangkat kepalanya dari dada bidang Alan untuk melihat wajah tampan pria itu. Bibirnya membentuk senyuman bahagia saat dirinya dapat melihat Alan yang tengah tertidur nyenyak. Alexa merasa ingin menciumnya dengan ganas.

"Alan, kita berdua tidak kenal takut dan kuat. Tapi sekarang kita berdua menjadi alasan dari kelemahan satu sama lain, aku ingin selalu ada bersamamu, tapi aku takut jika karena adanya aku, itu akan membahayakan mu seperti apa yang sudah terjadi kemarin." Kata Alexa lirih dan kembali meletakkan kepalanya di atas dada Alan. "Sebelumnya, aku tidak berpikir jika aku akan jatuh cinta padamu. Aku pikir, aku hanya tertarik dengan ketampanan dan dengan tubuh atletismu. Tapi ternyata aku salah dan itu adalah emosiku yang kuat. Apa yang aku rasakan padamu, belum pernah aku rasakan pada siapa pun, sebelumnya. Tapi perasaan ini membuat ku lemah dan aku tidak ingin menjadi lemah lagi."

Tanpa gadis itu sadari, jika ia telah salah dalam mengira bahwa cinta itu membuatnya lemah.

BAB 25| Ciuman Penuh Gairah

Di tengah malam Alan terbangun dari tidur nyenyak nya. Senyum terlintas diwajahnya saat ia melihat Alexa yang tetap menemani tidurnya. Untuk pertama kalinya, Alan bisa tertidur dengan nyenyak karena Alexa bersama nya. Gadis itu telah menjadi kedamaian dalam hidup Alan. Kehadirannya memberikan kebahagiaan dan penghiburan yang luar biasa. Alan mengangkat kepalanya dari bantal dan mengecup puncak kepala Alexa sedikit lebih lama.

"Ada begitu banyak kedamaian saat ini ketika bersamamu. Sekarang, aku tidak ingin kehilangan hal yang seperti ini. Aku lelah menjalani kehidupan yang penuh dengan kegelapan. Sepanjang hidupku, aku merindukan kedamaian yang aku temukan didalam dirimu." Kata Alan sembari mengusap kepala Alexa. "Alexa, setelah bertemu denganmu. Aku menyadari bahwa kau adalah bagian yang hilang dari hidupku, mungkin hidup ini tidak lengkap tanpamu dan kau membuatku mengerti apa arti kebahagiaan sejati. Tanpa mu, hidupku tidak ada artinya dan aku hanya menghitung hari, menunggu kematian. Tapi setelah bertemu denganmu, aku memahami pentingnya sebuah kehidupan. Kemarin, ketika kita terjebak di hutan dan ketika aku berpikir ajal ku akan tiba, aku telah berjanji pada diriku sendiri bahwa jika aku selamat, aku tidak akan mengusir mu. Aku akan menjagamu tetap aman bersamaku selamanya, mengakui bahwa kamu benar-benar penting bagiku dan menerima kenyataan bahwa perduli padamu. Sekarang apa pun yang terjadi, aku akan memenuhi janjiku ini. Apa kau menginginkan nya? Aku telah memberikan kehidupan baruku padamu. Sekarang, aku akan hidup hanya untukmu." Kata Alan panjang lebar sembari mengusap pipi mulus Alexa, menunduk dan menatapnya dengan penuh cinta.

Setelah beberapa saat, Alan kembali tertidur dengan memeluk Alexa begitu erat seakan dia takut jika Alexa pergi.

***

Keesokan paginya, Alexa terbangun dengan senyum bahagia diwajahnya, setelah tidur dengan nyenyak di dalam pelukan hangat Alan. Senyumnya melebar ketika melihat wajah tampan Alan.

'Dia terlihat sangat menggemaskan ketika sedang tidur.' Kata Alexa didalam hati, sembari mengusap-usap rahang tegas Alan dan menatapnya dengan penuh kasih.

Tanpa sadar, Alexa melepaskan diri dari pelukan Alan dan dengan perlahan Alexa menyentuh luka yang ada di lengan Alan, lalu membubuhkan kecupan lembut disana. Barulah setelah itu, Alexa beranjak dari atas tempat tidur.

"Aku tidak bisa membahayakan nyawamu lagi, aku harus menjauh darimu. Kita akan menjadi lemah jika bersama dan orang-orang jahat itu akan mengambil keuntungan yang tidak semestinya dari hal itu." Kata Alexa. Setelah memperhatikan Alan untuk yang terakhir kalinya, Alexa berjalan sangat pelan dan keluar dari kamar Alan dengan berat hati.

Alan terbangun beberapa saat kemudian. Ya - dia terkejut ketika Alexa sudah tidak bersamanya lagi.

"Dimana dia? Aku harus mencarinya." Kata Alan berusaha bangun dari tempat tidurnya.

Tetapi pergerakannya terhenti ketika tiba-tiba sebuah ketukan dari pintu kamarnya terdengar.

"Masuk!." Perintahnya memberi izin.

Pintu pun terbuka dan menampilkan Marie dengan membawa sebuah troli makanan untuk Alan.

"Taruh sarapannya di atas meja dan panggilkan Alexa." Perintah Alan sebelum Marie sempat mengatakan apa pun. Namun wanita tua itu tetap menganggukkan kepalanya dan meletakan sarapan di atas meja, sebelum akhirnya berjalan keluar dari kamar Alan dan menemui Alexa.

"Aku sibuk, jangan ganggu aku."

"Tuan memanggil mu, Nona." Kata Marie memberitahu.

"Aku sudah bilang, aku sibuk!." Kata Alexa sedikit membentak.

Tak ingin memaksa dan membuat Alexa semakin marah, Marie pun kembali ke kamar Alan yang terletak bersebelahan dengan kamar Alexa dan hanya terhalang dengan dinding sebagai pemisah.

"Dimana Alexa?."

"Maaf Tuan, Nona bilang jika dia sedang sibuk."

Mendengar hal itu, Alan mengernyitkan dahinya dan langsung meraih ponselnya dari atas nakas. Tetapi sebelum itu, ia telah mengizinkan untuk Marie meninggalkan kamarnya. Barulah setelah itu Alan mencoba menghubungi Alexa, Namun gadis itu tidak ingin menjawabnya, jadi Alan terpaksa mengirimi sebuah pesan.

Alan: Hentikan apa pun yang sedang kau lakukan. Karena aku ingin kau kekamar ku sekarang.

Beruntungnya Alexa segera membalas pesan Alan.

Alexa: Apa aku budakmu yang harus mengikuti semua perintahmu?.

Alan: Jika aku pergi ke kamarmu, maka kau akan bertanggung jawab atas konsekuensinya.

Alexa: Kau pikir aku takut?.

Setelah membaca pesan yang Alexa kirimkan padanya, Alan menjauhkan ponselnya. "Astaga, gadis ini selalu tidak ingin mendengarkan perintahku." Kata Alan pada dirinya sendiri dan kembali mengirimkan pesan pada Alexa.

Alan: Aku tau kau suka menguji kesabaranku.

Aku bertanya satu kali lagi, bisakah kau kekamar ku, Alexa?.

Alexa: Tidak.

Alan: Sekarang tanggung lah konsekuensinya karena menolak perintahku.

Setelah mengirim pesan tersebut, Alan melemparkan ponselnya ke atas tempat tidur dan beranjak dari tidurnya, mengesampingkan semua rasa sakitnya. Pria itu perlahan berjalan menghampiri Alexa di kamarnya dengan perasaan marah, Alan juga langsung masuk kedalam kamar Alexa.

Namun, kemarahannya lenyap dan pandangannya berkilauan karena nafsu yang mendalam ketika Alan melihat Alexa hanya mengenakan pakaian dalam melalui dinding kamar mandi yang transparan. Ya - Alexa saat itu tengah berada didalam kamar dan berdiri dengan posisi membelakangi Alan yang baru saja masuk.

Alan melangkahkan kakinya mendekat kearah kamar mandi dan bibirnya membenturkan sebuah senyuman mesum. Pria itu menatap tubuh Alexa yang sempurna dengan hasrat dimatanya. Tato unik yang ada di punggung Alexa seakan meningkatkan daya tariknya.

Alexa mengerakkan tangannya ke belakang untuk melepaskan kaitan bra miliknya. Tetapi ia berhenti ketika telinganya mendengar suara langkah kaki dan Alexa langsung tau jika itu sudah pasti Alan.

Alexa langsung berbalik dan terlihat raut wajah kesalnya. "Apa-apaan ini? Apa yang kau lakukan di sini?."

Alan tetap berjalan, mengambil langkah kecil. "Aku bisa pergi kemana pun yang aku mau karena ini rumahku. Kau tidak bisa menghentikan ku." Alan berhenti didepan Alexa dan bertanya. "Mengapa kau bertingkah seperti ini, padahal ini bukan pertama kalinya aku melihat hanya seperti ini?." Alan menatap tubuh Alexa dengan intens dengan mata penuh nafsu. Tatapannya yang penuh gairah dan mesum membuat tubuh terbakar.

"Pergi dari sini!." Bentak Alexa setelah mengumpulkan keberaniannya.

"Apa yang terjadi padamu? Terakhir kali kau merayuku dan sekarang kau mengusirku?." Alan bertanya dengan nada yang tenang dan menangkup kedua pipi Alexa. "Aku tau tidak ada yang beres dan aku tidak akan pergi sampai kau memberitahu apa permasalahannya?." Tanya Alan dengan nada yang tegas.

Alexa menyingkirkan tangan kekar Alan. "Sebenarnya aku sudah kehilangan seleraku padamu." Jawab Alexa singkat. "Sekarang pergilah!." Usianya dan mendorong Alan.

Saat itu Alan telah kehilangan kesabarannya, pria itu mengambil langkah lebarnya dan dengan kasar menarik Alexa kearahnya dengan memegangi pinggang telanjang gadis itu.

Mengingat jika Alan lebih tinggi dari Alexa, pria itu pun sedikit membungkukkan badannya dan berbisik ditelinga Alexa. "Jika kau kehilangan selera, kedekatan seperti ini denganku seharusnya tidak memengaruhi mu. Tapi kenyataannya tubuhnya seakan memanggilku." Alan menyeringai.

Alexa memejamkan matanya, apa yang Alan katakan memang benar dan tubuhnya tidak bisa berbohong. Tubuhnya terbakar oleh hasrat yang mendalam yang jelas tidak bisa dirinya tolak. Alexa ingin mendorong agar Alan menjauh darinya, tetapi ia hanya bisa diam ditempat. Tubuh Alexa tidak bisa berbohong, dia sangat membutuhkan Alan karena sentuhan pria itu mampu membuatnya gila.

"Persetan, Alan." Kata Alexa, mencoba sekali lagi untuk menjauhi.

Alan mencengkram rahang tak seberapa milik Alexa dengan tangannya yang lain, sebelum akhirnya melumat bibir ranum Alexa dengan lembut nan menuntut. Alexa berhenti melawan dan sepenuhnya tunduk patuh pada Alan saat bibir mereka saling bertemu. Alexa tidak bisa menolaknya, dia memiliki perasaan yang mendalam berpengaruh padanya.

Tanpa Alexa sadari, kedua tangannya melingkar di leher Alan. Jari-jarinya meremas rambut Alan, saat pria itu menciumnya dengan penuh gairah. Sementara itu, tangan Alan sibuk menjelajahi seluruh punggung Alexa yang telanjang, mengundang rasa merinding yang selalu Alexa rasakan saat berada didekat Alan.

Mereka terpaksa melepas ciuman itu, ketika mereka berdua membutuhkan oksigen untuk bernapas kembali. Terengah-engah setelah ciuman yang intens itu.

Alexa membuka matanya. "Jika ini konsekuensi karena tidak mematuhi perintahmu, maka aku akan selalu tidak menaati mu."

Alan menyeringai mendengar hal dan sekarang pria itu kembali mengangkat dagu Alexa, Alan menciumi bibir itu dengan lembut. "Aku menyukaimu dan aku ingin menjadikan kau sebagai gadis nakalku." Kata Alan setelah melepaskan ciuman mereka.



Alexa terdiam dan membekundi tempat. Matanya melebar karena terkejut. Alexa tidak percaya jika Alan batu saja mengakui bahwa pria itu menyukai diri nya.

Alexa benar-benar bingung. Tiba-tiba gadis itu mendorongnya agar menjauh dan bergegas keluar dari dalam kamar mandi.

Alan tidak tinggal diam, dia langsung mengejar Alexa.

"Aku tidak bisa tinggal di sini, aku harus pergi." Kata Alexa sembari mengenakan kaosnya.

Alan meraih lengannya dan membalikan nya agar Alexa menghadap kearahnya. "Hentikan ini, Alexa. Mengapa kau malah lari dariku? Padahal aku siap memberikan kesempatan untuk kita." Tanya Alan dengan suara kerasnya.

"Kau tidak bisa mengendalikan ku, Alan." Jawab Alexa dengan nada dingin.

Alan menangkup wajah Alexa dan menurunkan nada bicaranya. "Aku tidak memiliki niat untuk mengendalikan kehidupanmu. Aku hanya melindungimu dari bahaya karena aku perduli."

Terlihat Alexa menetes air matanya. "Kau kelemahan ku, Alan. Aku memang tidak pernah takut mati, tapi aku takut sesuatu terjadi padamu. Aku menjadi lemah. Apa pun yang ada diantara kita, itu yang membuat kita lemah. Apa kau tidak bisa melihatnya?." Tanya Alexa dengan tangisan yang sudah terisak-isak.

"Tetapi aku merasakan sesuatu yang luar biasa ketika kau ada di dekatku, Alexa. Aku ingin melindungi mu dan membuat mu aman bersama ku selamanya. Aku belum pernah bertemu dengan gadis seperti mu sebelumnya dalam hidupku, kau sangat berani, kuat dan tak kenal rasa takut. Kau sangat berbeda dan aku menyukai mu. Selama ini aku hanya tinggal di dunia ku yang gelap. Tapi untuk pertama kalinya, aku ingin tinggal dan menikmati setiap momen hidup ku bersamamu. Kemarin, ketika kita tidur bersama, aku menyadari bahwa aku tidak menginginkan apa pun dalam hidupku kecuali kau. Kau adalah rumah dan segalanya bagiku. Alexa, tolong beri hubungan kita kesempatan." Alan mengungkapkan seluruh isi hatinya dan betapa pria itu benar-benar sangat ingin hidup bersama dengan Alexa.

Alexa tau jika apa yang pria itu katakan memang benar-benar tulus dan dari lubuk hatinya yang paling dalam. 'kau tidak boleh lemah, Alexa.' Batin gadis itu.

Saat akan buka suara, air mata Alexa menetes begitu deras. "Kita tidak bersama, Alan." Katanya lirih.

"Percaya atau tidak kita sudah ditakdirkan untuk bersama dan aku akan menjadikan mu milikku. Aku menyukai tantangan dalam hidupku. Semakin kau mendorong ku menjauh, maka akan semakin dekat aku denganmu. Aku mungkin saja kelemahanmu, tapi kaulah tempat terdamaiku dan kekuatan ku. Sampai jumpa gadis nakal ku." Sebelum Alan benar-benar pergi, pria itu menyempatkan diri untuk kembali mengecup bibir gadis itu.

BAB 26| SEBUAH PELUKAN

Alexa telah mengabaikan Alan selama seminggu dan meskipun dia sibuk dengan pekerjaannya, dia tau jika Alan menghindarinya.

Alan tidak mengerti mengapa Alexa melakukan hal ini. Sebelumnya, Alexa selalu memaksa dirinya untuk mengakui bahwa dirinya perduli padanya dan sekarang setelah dirinya menerima kenyataan itu, Alexa justru malah menjauh. Dan Alan benar-benar tidak mengerti apa yang salah dengan dirinya sendiri hingga Alexa mengatakan mereka akan menjadi kelemahan satu sama lain jika memilih bersama.

Justine memberitahu Alan jika saat ini Alexa tengah berada di teras belakang. Dan Alan pergi kesana untuk memenuhinya. Alan melihat Alexa yang berdiri dan bersandar di sebuah tiang dengan posisi membelakanginya. Gadis itu terlihat cantik dengan gaun hitamnya yang berterbangan tertiup angin, memperlihatkan pahanya yang mulus dan membuat Alan ingin membelai juga menciumnya.

Alexa berbalik ketika ia mendengar suara langkah kaki pria itu mendekatinya. Saat pandangan mereka saling bertemu, mereka seakan tenggelam dalam tatapan satu sama lain. Alan kembali berjalan mendekati Alexa, membuat detak jantung gadis itu semakin berdetak kencang. Napasnya selalu menjadi berat dihadapannya.

"Aku pergi." Alexa hendak melangkah pergi, namun Alan menahannya pergelangan tangannya.

"Apa sebenarnya masalah mu, Alexa?." Pria itu menggenggam erat tangan Alexa.



"Ada dengan mu, Alan?." Bukannya menjawab, Alexa justru balik bertanya dan membentak Alan. "Kenapa kau tidak bisa memahami sesederhana ini? Aku sudah tidak tertarik padamu dan aku disini hanya demi keselamatan ku." Sambungnya.

"Kapan kau mulai memedulikan keselamatan mu sendiri, Alexa? Kau di sini untukku. Terimalah dan berhenti berbohong padaku, kau membuatku frustasi." Kata Alan yang mulai merasa kesal.

"Aku akan pergi dari sini, singkirkan tangan mu!." Lagi, bukan jawaban atas pertanyaannya yang Alan dapatkan melainkan pengalihan topik.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi sampai kau mau berbicara denganku." Kata Alan dengan tegas.

"Biarkan aku pergi, Alan." Alexa kembali membentaknya.

"Tidak." Alan menggelengkan kepalanya singkat.

Saat ini keduanya seakan tersulut dengan emosi mereka masing-masing dan di atas ego mereka yang tinggi.

"Tolong berhenti lari dari ku, Alexa." Sambung Alan. Pria itu terlihat memohon..

Dan itu hanya karena Alexa. Hanya pada gadis itu, Alan memohonkan. Bukankah itu menunjukkan jika pengaruh Alexa cukup besar untuk mengubah seorang Alan Delano?.

"Aku mohon Alexa, berhenti menjauh dariku." Saat Alan kembali memohon, Alexa mengedipkan matanya berulang kali dan pandangan seakan menunjukkan jika gadis itu tengah bimbang. Tetapi dia tetap diam..

"Oke, jadi kau memutuskan untuk tidak berbicara? Sekarang liat apa yang akan aku lakukan." Alan tiba-tiba melepaskan cengkraman tangannya dari lengan Alexa dan gadis itu hanya menatapnya, bingung.

Meski begitu, Alexa melanjutkan langkah untuk pergi dari teras dan meninggalkan Alan.

Namun, sebelum Alexa telah benar-benar pergi. Alan sebelum juga sudah memerintahkan Justine untuk mengunci pintu dari dalam.

'Sekarang aku juga akan melihat bagaimana kau menolakku.' Gumam Alan pada dirinya sendiri.

Pria itu berjalan mendekati sebuah kolam, membiarkan Alexa yang menuju pintu. Gadis itu mencoba membuka, namun berulang kali pintu terbuka tetap tak ingin terbuka.

Alexa mengernyitkan dahinya dan berbalik menatap Alan, tubuh Alexa membeku dan matanya menatap takjub ketika melihat Alan Delano yang berdiri di tepian kolam dengan hanya bertelanjang dada. Pria itu telah melepaskan kemejanya dan tersenyum kearah Alexa

Setelah membuka kemeja, Alan tidak langsung berhenti karena pria itu saat ini beralih membuka celananya. Setelah celana panjang itu terlepas, Alan terlihat mengedipkan sebelah matanya, sebelum akhirnya melompat ke kolam renang.

Alan keluar dari air dan terlihat jika ia tengah menyugarkan rambutnya kebelakang. Air menetes ke wajahnya, leher dan dada bidangnya. Sementara bibirnya membentuk sebuah senyuman yang menggoda yang tidak bisa Alexa tolak untuk tidak dilihat.

Alexa menggigit bibir bawahnya setelah melihat Alan seperti itu. Pria itu tampak begitu menarik sehingga Alexa merasa ingin melepaskan gaunnya pendeknya itu. Lalu ikut melompat ke kolam dan bermain bersama Alan di cuaca panas ini..

Namun, Alexa tersadar.

"Berhenti melakukan ini, Alan." Teriaknya frustasi.

"Apa?." Alan menyeringai. "Mengapa kau melarangku untuk berenang?."

"Buka pintunya dan aku harus pergi."

"Aku tidak akan membukanya sampai kau bicara padaku. Kalau kau keras kepala, aku lebih keras kepala darimu, Alexa." Kata Alan dengan nada serius.

"Mengapa kau tidak bisa mengerti, Alan. Kita bisa menjadi kelemahan satu sama lain. Mana yang berbahaya dari itu? Aku tidak ingin ada kelemahan dari diriku." Kata Alexa.

Alan berjalan keluar dari dalam kolam dan meraih bathrobe dari kursi santai yang berada tak jauh disana. "Kita tidak akan menjadi alasan dari kelemahan satu sama lain, Alexa. Kau membuatku merasakan emosi yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Cinta, perhatian, rasa sakit dan kebahagiaan, itu semua setiap emosi yang aku rasakan ketika bersamamu. Aku merasa hidup jika bersamamu. Sebelumnya, aku menjalani hidup dengan jiwa yang mati, tetapi kau membagi jiwamu denganku." Alan berjalan mendekati Alexa dan menyelusuri di belakang Alexa. Sembari terus mengakui perasaannya dari lubuk hatinya. "Apa pun yang ada didalam diriku adalah kamu, Alexa. Kamu mencerahkan hidupku seperti kau sebuah bintang. Kau telah membawa sinar dalam hidupku."

Setetes air mata menetes setelah mendengar pengakuan tulus pria itu. Setiap kata-katanya menyentuh hati Alexa.

Alexa perlahan berbalik kearah Alan. Sementara itu, Alan merasa hatinya sakit jika melihat Alexa menangis, pria itu pun dengan lembut menyeka air mata Alexa. "Lihat aku." Pinta Alan, dan Alexa dengan perlahan mengangkat kepalanya menatap Alan.

"Air mata ini tidak boleh jatuh, sunshine." Bisik Alan sembari menatap mata Alexa yang berkaca-kaca.

"Aku menangis setelah sekian lama, tolong jangan hentikan aku!." Bibir bawahnya bergetar dan air mata yang segar mengalir di pipinya.



Alan menangkup wajah Alexa dan menempelkan dahi mereka, membiarkan Alexa menangis. Mereka berdua merasa begitu damai saat ini.

"Aku sangat ingin bersamamu, Alan. Dan aku tidak ingin memikirkan hal lain, aku hanya ingin bersamamu selamanya seperti ini." Alexa mengakui perasaannya sendiri di momen itu.

Alan membuat wajah Alexa mendongak menatapnya dan pria itu langsung melahap bibir ranum Alexa. Pria itu menciuminya dengan lembut, menuangkan seluruh cintanya kedalam ciuman itu. Dan Alexa merasa jika Alan menjadikannya miliknya dengan ciuman itu. Alexa merasa ini sangat luar biasa.

"Kalau begitu berhenti lari dariku." Alan menarik pinggang Alexa dan memeluk gadis itu.

"Aku tidak mungkin bisa pergi darimu, Tuan Tampan." Balas Alexa tersenyum dan menenggelamkan kepalanya didada bidang Alan.

Alan reflek tersenyum setelah mendengar kata-kata Alexa. Karena akhirnya, gadis nakalnya itu kembali kedalam pelukannya.

"Bolehkah aku menanyakan sesuatu padamu?." Ibu jari Alan membelai pipi Alexa dengan lembut dan menjaga agar mata gadis itu tetap tertuju padanya.



"Apa?." Alexa mengernyitkan dahinya.

Tangan Alan beralih menyentuh punggung Alexa. "Aku sudah sangat ingin melakukan ini sejak pertama kali aku melihatmu." Bisik Alan di telinga Alexa, menurunkan resleting gaunnya dan membuat tulang punggung Alexa merinding dengan sentuhannya.

Alexa mengenakan gaun berlapis strapless dan itu langsung meluncur jatuh kebawah tubuhnya ketika Alan telah membuka resleting Alexa sepenuhnya. Dan ya, Alexa saat ini berdiri dengan hanya mengenakan celana dalam dan bra dihadapan Alan.

Napasnya menjadi berat dan detak jantungnya semakin cepat karena kedekatan mereka. Saat Alan dengan lembut membelai punggungnya, Alexa menarik napas dalam-dalam, seperti akhirnya dia mendapatkan kembali napasnya dengan sentuhannya. Alexa mendambakan sentuhan tangan Alan, sentuhannya yang ajaib, menggemparkan tubuhnya.

Alexa menjauh dari Alan dan melepaskan ikatan bathrobe yang pria itu kenakan.

Tatapan tajamnya terpaku pada wajah Alexa, Alan ingin melihat tubuh indah gadis itu dan dia juga sudah lama merindukannya. Tetapi Alan tidak ingin melakukan tanpa seizin Alexa.

Hal sama juga terjadi pada Alexa setelah melihat tubuh Alan tanpa mengenakan bathrobe. Tiba-tiba Alan menariknya kedalam pelukan hangatnya. Saat tubuh mereka yang telanjang bersentuhan, mereka merasakan desiran aneh yang menggelikan.

BAB 27| KOLAM RENANG

Mereka berdiri didekat kolam, berpelukan dan tenggelam dalam dunia mereka masing-masing. Alan tiba-tiba mengajak untuk berendam ke kolam dan Alexa hanya tersenyum sembari menganggukkan kepalanya.

Alan melahap bibir Alexa yang basah dan segar dengan mendekatkan gadis itu padanya. Jari-jari Alan menggulung rambut Alexa yang basah dan gadis itu menanggapi ciumannya dengan gairah yang sama.



Lidah mereka saling menjelajahi mulut satu sama lain. Sementara tubuh mereka yang basah dan telanjang bergesekan didalam air dingin. Meskipun air itu dingin, nyatanya tubuh mereka terbakar dengan nafsu yang liar. Alan membuat Alexa terengah-engah dengan ciuman itu, dia mencuri jiwanya dengan ciuman itu.

Mereka melepaskan ciuman itu dan saling tersenyum, napas mereka terengah-engah setelah ciuman yang mendalam itu. "Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Apa yang kau lakukan pada ku, Sunshine?." Suara Alan terdengar serak dan itu menambah sesuatu dalam diri Alexa.

"Aku melakukan sama seperti yang kau lakukan padaku, Tuan Tampan." Setelah mengatakan hal itu, Alexa langsung menghisap bibir Alan dengan penuh semangat.

Tak lama, Alan menarik rambut Alexa, membuat gadis itu mendongak dan Alan tak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk menjelajahi leher jenjang Alexa, memeriksa sebuah tanda ciuman diceruk leher gadis itu.

Alexa mengerang, namun hal itu membuatnya ingin terus merasakan jilatan menggelikan yang Alan lakukan pada lehernya.

Saat Alan menggigit ceruk leher Alexa, area kewanitaannya itu terasa berdenyut-denyut dan dia kembali mengerang. Tubuhnya selalu bergetar saat Alan menyentuh dan menciumnya.

Setelah membuat tanda kepemilikan diceruk leher Alexa, pria itu mengecup puncak kepala Alexa sedikit lebih lama, menghirup aroma wangi rambut Alexa. "Kau membuatku gila dengan aroma yang memabukkan, Sunshine." Alan berbisik dan napas hangat pria itu membelai daun telinganya, membuat Alexa merinding.

Alan menggigit daun telinga Alexa, sementara itu tangan kekar menjelajahi punggung Alexa yang basah. "Kau tau apa yang ingin aku lakukan denganmu saat ini?." Tanya Alan berbisik ditelinga Alexa sebelum akhirnya kembali menggigit leher gadis itu, mencengkram lehernya kuat-kuat.

"Apa kau ingin tau, Alexa?." Alan kembali buka suara ketika Alexa tidak sempat menjawab pertanyaannya yang sebelumnya.

"Aku ingin kau melakukan sesuatu yang ingin kau lakukan denganku saat ini." Alexa menyeringai lebar.

Mendengar persetujuan dari Alexa, Alan pun segera melepaskan kaitan bra-nya. Pria itu membebaskan buah dada Alexa dengan melepaskannya dari bra dan melemparkan bra itu masuk kedalam air.

"Kamu sangat cantik dan seksi, Sunshine." Alan memujinya saat menatap buah dadanya dengan hasrat yang mendalam. Tatapannya yang membara membuat napasnya naik turun dan karena itu buah dadanya naik turun. Alan dapat melihat jika puncak pink-nya itu telah mengeras.

Saat berikutnya, kedua tangan Alan meremas buah dada Alexa dan menciumi bahunya dan menggesekkan dirinya ke pinggul Alexa.

"Aahh." Alexa mengerang kenikmatan, meremas kuat rambut Alan, ketika pria dengan kuat menggosok tonjolan kejantanannya ke paha bagian dalam sembari meremas kedua buah dadanya. "Aku sangat membutuhkan mu, Alan." Alexa berbisik dan berharap Alan melakukan lebih dari pada ini.

Alan tersenyum, lalu mencubit kedua puncak pink buah dadanya. "Sebentar lagi kau akan merasakannya, sayang." Alan berbisik, sebelum akhirnya meneruskan ciumannya di leher hingga belahan dadanya, kedua tangannya masih sibuk meremas buah dada gadis itu.

Alan seakan membawa Alexa ke surga kenikmatan dengan sentuhannya, tubuh Alexa menggigil dengan setiap kecupan yang akan berikan hingga Alexa tidak ingin jika Alan berhenti melakukan ini padanya. Alexa tersenyum puas dan ia memejamkan kedua matanya. Gadis itu benar-benar tersesat didalam dirinya.

"Astaga, Aahhh." Alexa kembali mengerang ketika Alan menghisap salah satu buah dadanya dan meremas yang lain.

Tak hanya disitu saja, sembari menghisap. Sebelah tangan Alan masuk kedalam air dan menggesek lipatan kewanitaan Alexa. Rasanya benar-benar luar biasa hingga Alexa sulit untuk menggambarkan perasaannya.

Alexa berharap kejantanan Alan memasuki lipatan miliknya dan sepertinya Alan juga menginginkan hal yang sama. Namun, sebuah ketukan pintu mengangetkan mereka berdua dan dengan raut wajah marahnya, Alan menoleh.

"Aku akan membunuh siapapun yang ada didepan pintu." Melihat raut wajah Alan, Alexa justru terkekeh kecil.

Dan ya, seseorang terus menerus mengetuk pintu, seakan dia tidak takut dengan kemarahan Alan.

"Kita akan membunuh orang itu bersama-sama, tapi sebelum itu kita harus keluar dari kolam." Kata Alexa berjalan menaiki tangga yang terletak di pinggir kolam.

Meski rasanya enggan untuk meninggalkan semua kenikmatan itu hanya karena seseorang yang lancang mengganggu mereka. Alan mau tidak mau akhirnya keluar dari kolam.

"Pakai itu." Alan mengulurkan sebuah bathrobe berwarna merah pada Alexa.

Alexa tersenyum. "Tidak, aku lebih baik seperti ini."

"Tolong dengarkan aku, Alexa." Kata Alan, namun nada bicaranya cukup tenang.

"Tidak." Alexa tersenyum ketika Alan berjalan mendekatinya.

Alan menarik pinggang Alexa agar lebih mendekat, membuat dada mereka yang basah sempat bertabrakan. Mereka berdua saling bertatapan dan saat itu tangan kekar Alan menyentuh pantat Alexa, hasrat yang mengejutkan terasa mengalir. Pria itu menarik agar Alexa lebih dekat lagi dengannya sembari meremas bongkahan nya yang bulat.

Mereka berdekatan dan kembali berciuman. Tetapi sebelum ciuman itu semakin mendalam, dering ponsel Alan yang ada didalam saku kemejanya menganggu momen mereka berdua dan lagi suara ketukan pintu itu, di ketuk menjadi lebih keras daripada yang sebelumnya.

"Pakai ini sebelum ada yang melihatmu telanjang, Sunshine. Karena hanya aku yang berhak melihatmu seperti ini." Kata Alan dengan tegas.

Dan kali ini, Alexa langsung menuruti perintah pria itu.

"Ya benar, hanya kau yang boleh melihat ku seperti ini." Kata Alexa bergegas mengenakan bathrobe itu.

Alan tersenyum ketika akhirnya Alexa mau mendengarkannya.

"Seperti itu gadis baikku." Kata Alan sembari mengikat bathrobe miliknya sendiri

Alan menarik pinggang Alexa mendekat dan keduanya berjalan mendekati pintu, merasa penasaran pada siapa yang berani menganggu momen mereka berdua.

BAB 28| SALING MENGGODA

Alan membuka pintu dan bertanya pada Justin dengan nada tegasnya. "Hal apa yang begitu mendesak hingga kau menggangu ku, ketika aku sudah melarang mu?."

"Justine, seharunya kau tidak mengganggu kami." Kata Alexa yang berdiri disamping Alan.

Justine sebelumnya terkejut melihat penampilan mereka yang hanya mengenakan bathrobe, namun ia ikut bahagia karena itu artinya hubungan diantara Alan dan Alexa baik-baik saja.

"Maaf, tapi Bos kita terlambat untuk rapat penting."

"Tunda rapatnya! Karena kau tau jika aku sekarang memiliki pekerjaan yang lebih penting dari rapat itu." Mendengar perkataan Alan, Alexa tersenyum lebar dan matanya berbinar. Alan tak sungkan membius tangan Alexa dan membuat gadis itu semakin terlihat berseri-seri.

Senyuman nakal terlihat di wajah Alexa saat tiba-tiba sebuah ide nakal muncul di benaknya. Dia melepaskan cekalan tangannya dengan Alan dan berdiri di bagian pintu sebelah yang tetap tertutup. Jika dilihat dari posisinya, Justine menjadi tak bisa melihat apa yang Alexa lakukan.

Alan mengernyitkan dahinya ketika bingung dengan tingkah Alexa. Tetapi gadis itu malah mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum nakal.



Kedua mata Alan terbelalak ketika melihat Alexa yang melepaskan ikatan tali bathrobe dan memperlihatkan lekuk tubuhnya yang telanjang. Alan pun segera mengalihkan pandangannya pada Justine.

"Bos, saya ikut senang melihat anda bersama dengan Alexa." Kata Justine dan Alan yang menunjukkan senyum tipisnya.

Sementara itu, Alexa mengalihkan perhatian Alan dengan menggigit bibir bagian bawahnya secara erotis dan menyeluruh rahang hingga belahan dadanya, menatap Alan dengan tatapan menggoda.

"Justine, pergilah! Kita akan bicara nanti." Justine menganggukkan kepalanya dan akhirnya pergi meninggalkan Alan dan Alexa.

Setelah Justine pergi, Alan bergegas menutup pintu dan menoleh kearah Alexa. Bibirnya membentuk senyuman yang C'bul.

"Dasar gadis nakal." Alan membalikan tubuh Alexa dengan menggenggam lengannya. Sekarang posisinya Alan berdiri di belakang Alexa. "Kau menggodaku, sekarang giliranku." Alan menggenggam tangan Alexa dibelakang punggung gadis itu dan bisik ditelinga, mengirimkan sebuah getaran ke tulang punggungnya dan matanya berkilau merasa gembira. Alexa sangat tidak sabar untuk melihat apa yang akan Alan lakukan.

Alan menarik ikat pinggangnya dan mengikat erat pergelangan tangan Alexa.

Sekarang Alan membalikan tubuh Alexa menghadap kearahnya. Dan mendorong pelan gadis itu hingga Alexa bersandar didinding.

Alan mencondongkan tubuhnya ke arah Alexa setelah menempelkan tangannya di dinding di samping wajah Alexa. Alan bergerak lebih dekat dengannya dan detak jantungnya semakin berdetak cepat.

Alan hanya membelai bibir Alexa, tidak menciumnya dan saat Alexa bergerak untuk menciumnya, Alan tiba-tiba menjauh darinya. Raut wajah Alexa tertekuk dan terlihat kesal.

Alan menyeringai. "Tidak secepat ini, Sunshine." Kata Alan dengan nadanya yang menggoda.

"Jika tanganku tidak terikat, aku akan menarikmu dan mencium mu." Kata Alexa berusaha membuka ikatan talinya.

Kali ini Alan mendekatinya dan sedikit menekan bibir bawahnya diantara giginya dan merenggangkan nya. Tetapi ketika Alexa hendak menciumnya, Alan kembali menjauh.

Alexa mengernyitkan dahinya. "Alan hentikan dan cium aku sekarang." Alexa menggeram kesal.

Alan menarik pinggang Alexa dan membuat gadis itu berada dekat dengannya. "Kau seharusnya tidak menggodaku seperti itu tadi, Sunshine. Bagaimana jika Justine melihatmu?."

Setelah mendengar kata-kata Alan, Alexa pun terdiam.

"Aku yakin kau tidak akan pernah membiarkan siapapun melihatku seperti ini." Jawab Alexa dengan sangat percaya diri, menatap matanya Alan secara mendalam..

Saat berikutnya mereka berdua kembali berciuman. Alexa melepaskan ikatan tangan nya dan mengalungkannya dileher Alan. Dan Alan memperdalam ciuman itu setelah ia menarik pinggang Alexa lebih dekat dengannya.

Alexa melenguh saat Alan mencium sembari memijat buah dadanya. Mereka berdua menjadi terengah-engah, tetapi belum siap melepas ciuman itu. Keduanya berciuman dengan liar seolah tidak ada hari untuk esok dan hidup mereka bergantung pada ciuman itu.

Alan meremas pant** Alexa dan menggesek dirinya ke area bagian dengan selang**** nya. Menciuminya dengan liar.

"Bibirmu terasa lezat sekali, Sunshine." Alan melepaskan ciuman mereka, namun karena posisi mereka yang cukup dekat. Deru napas Alan mengenai bibir Alexa.

"Potong copy-paste, Tuan tampan. Aku juga suka sekali mencium bibirmu."

***

Mereka mengenakan pakaian didalam walk in closet milik Alan setelah pria itu mengajak Alexa kedalam kamarnya. Dan Alan memberikan kaos barunya untuk Alexa kenakan.

"Boleh aku menanyakan sesuatu padamu?."Alan tiba-tiba bertanya dan suaranya memecahkan kesunyian.

"Ya, tentu saja." Jawab Alexa sembari mengenakan kaos Alan.

"Apa yang terjadi padamu, di hari dimana aku memaksaku untuk ikut pulang bersamaku?." Setelah mengetahui apa yang Alan tanyakan, raut wajah Alexa menjadi terlihat bersedih.

Ingatan mengenai masa lalunya mulai berputar dibenaknya. Alan memperhatikan setiap ekspresi gadis itu dengan cermat. Dia ingin tahu segalanya tentang Alexa dan dia juga ingin menghilangkan semua rasa sakit itu. Tetapi untuk langkah pertamanya, Alexa perlu berbagai segalanya dengannya.

Alan ingin tau segalanya mengenai Alexa.

Sementara itu,. Alexa menutup mata dan mengepalkan tangannya untuk mencoba menenangkan dirinya. Gadis itu menghela napasnya panjangnya dan kembali membuka matanya.

"Tolong, aku tidak ingin membicarakan hal ini." Alexa menatap kearahnya dan ia bisa melihat kekecewaan diwajah Alan. Alexa pun berjalan menghampirinya. "Bukan berati aku tidak ingin berbagi denganmu, aku ingin berbagi segalanya. Tapi, hanya saja aku tidak ingin mengingat masa laluku. Aku harap kau mengerti." Alexa menunduk sembari memilin jemarinya.

"Tidak yang bisa memahami hal ini lebih baik daripada aku. Aku juga memiliki masa lalu yang mengerikan dan yang tidak ingin aku ingat, tapi aku ingin tau segalanya tentangmu karena aku ingin menyembuhkan mu, Sunshine. Aku ingin kau berbagi rasa sakitmu dan jadikan aku milikmu, bodoh!." Sebelah tangan Alan menyentuh pipi Alexa dan menatapnya dengan intens.

Alexa tersenyum kecil padanya. "Mungkin suatu hari nanti aku akan berbagi denganmu. Tapi untuk saat ini, aku hanya ingin melakukan hal lain."

"Apa?." Sebelah alis Alan terangkat dan ia terlihat penasaran.

Alexa mendekat dan menempelkan kepalanya didada Alan. "Mendengar detak jantungmu yang menenangkan." Jawab Alexa dan dengan gembira memeluknya.

Alan memeluknya dan Alexa meringkuk dalam pelukannya yang hangat, merasa begitu damai mendengarkan detak jantung Alan.

Sementara Alan, membungkuk mengecup puncak kepala Alexa sedikit lebih lama.



BAB 29| DALAM SATU KAMAR

"Sekarang aku harus pergi karena aku memiliki pekerjaan." Alan membungkuk dan mencium bibir Alexa dengan lembut.

"Cepat datang." Bisik Alexa.

Sebelum keluar, Alan mengecup kening Alexa. Membuat gadis itu berdiri dengan senyum lebar di wajah dan matanya berkilauan karena kebahagiaan itu.

"Aku tidak pernah mengira jika bersama dengan seseorang bisa membuatku merasa sebahagia ini. Aku selalu berpikir, terikat dengan seseorang akan membuatku lemah dan karena itu aku menjauhi dia. Tapi setelah aku menerima dengan baik perasaan itu, aku merasa seperti kekosongan yang ada didalam hatiku di penuhi dengan kebahagiaan yang luar biasa. Aku tak menyangka jika merasa kebahagiaan seperti ini." Kata Alexa bermonolog sembari menatap pantulan dirinya sendiri dari cermin yang ada dihadapannya.

***

Alan kembali saat larut malam. Dia hendak masuk kedalam kamar mandi saat Alexa telah tertidur didalam kamarnya, gadis itu masih mengenakan kaos miliknya. Bibirnya membentuk sebuah senyuman indah saat melihat wajah Alexa yang bak malaikat baginya.

Hanya melihat tertidur, seakan lelah yang Alan rasakan langsung hilang begitu saja.

Alan melepaskan jasnya, melepaskan dasi dan membuka kancing kemejanya dengan pandangannya yang tetap tertuju pada Alexa.

Barulah setelah itu Alan masuk kedalam kamar mandi hingga beberapa saat kemudian dia keluar hanya dengan mengenakan celana boxernya.

Baik keatas tempat tidur, Alan langsung memeluk pinggang Alexa yang terbaring membelakanginya.

"Kau sudah datang?." Tanya Alexa..

Mendengar suara Alexa, Alan pun membuka matanya. "Kenapa kau bangun?."

Alexa berbalik badan dan tersenyum. "Aku terbangun karena merasakan kau memelukku."

Mereka berdua saling bertatapan.

Perlahan Alan menyelipkan anak rambut Alexa dan mencium keningnya, Alexa menutup matanya sebagai respon ketika merasakan sentuhan bibir Alan.

"Kau tau, saat aku bekerja, ini pertama kalinya aku bergegas menyelesaikan pekerjaan ku, agar aku bisa pulang lebih awal untuk menemuimu. Padahal dulu bagiku, pekerjaan adalah segalanya dan aku tidak pernah merasa ingin pulang." Kata Alan memberitahunya. Matanya berbinar-binar karena Kebahagiaan yang mendalam. Mereka berdua tersenyum dengan sepenuh hati. "Kau telah mencerahkan hidupku, Sunshine."

"Dan aku tidak pernah berpikir bahwa kau akan begitu ekspresif tentang perasaanmu. Aku semakin menyukaimu setelah melihat sisimu yang lain." Alexa mengusap rahang Alan dengan lembutnya dan menatapnya dengan penuh kasih sayang.

"Itu karena kau membuatku menjadi seseorang orang yang baru, Alexa." Bisik Alan sembari mengangkat kepala Alexa dan menjadikan tangannya sebagai bantalan untuk gadisnya itu.

"Aku merasa beruntung memilikimu, Alan. Tidak ada yang bisa membuat ku merasa seperti ini sebelumnya, tidak ada yang perduli denganku, tidak ada yang memperlakukan ku dengan begitu banyak cinta dan bersamamu, aku merasa aman." Alexa menghela napasnya dan semakin mendekat diri di dalam pelukan Alan.

"Aku tau kau wanita yang kuat dan kau bisa menjaga dirimu sendiri, tapi aku tetap ingin menjadi perisai dan melindungimu sampai kapan pun itu." Alan lalu membenahi selimut Alexa dan memberikan kecupan singkat keningnya.

Mereka berdua tidur dengan damai didalam pelukan satu sama lain.

**

Pagi harinya.

Alan telah siap dengan mengenakan tuksedo hitamnya tanpa mengenakan dasi. Ya - dia terlihat sangat tampan, seperti biasanya. Berdiri dan bersandar di dinding kaca ruangan, sembari berbicara dengan seseorang melalui telepon, sekaligus menatap Alexa yang sedang tertidur.

Alan akui, dia bisa memandangi Alexa seharian tanpa merasa bosan sedikit pun.

Dan tiba-tiba Alexa terbangun, merenggangkan kedua tangannya dan tersenyum melihat Alan.

Alan berjalan menghampirinya dan membungkukkan badannya. "Selamat pagi, Sunshine." Pria itu berbisik setelah mencium bibir Alexa dengan lembut.

Belum sempat menegakkan punggungnya kembali, Alexa telah lebih dulu mengalungkan tangannya di leher Alan. "Selamat pagi, Tuan Tampan. Hari ini kau terlihat semakin menarik." Kata Alexa, lalu melepaskan pelukan tangannya.

"Tidak lebih dari dirimu." Alan memberikan di pipi Alexa dan membuat gadis itu tersenyum ceria.

"Apa kau akan pergi ke suatu tempat?." Alexa mengubah posisinya menjadi duduk dan Alan pun berdiri tegak.

Pria itu menggelengkan kepalanya. "Tidak, kita berdualah yang akan keluar selama beberapa hari."

"Kemana?." Alexa langsung bertanya.

"Ini sebuah kejutan." Alan memasukkan keduanya tangannya ke dalam saku celananya. "Sekarang pergilah untuk membersihkan diri."

Mendengar perintah itu, Alexa pun bergegas melompat dari atas tempat tidur. Ia pun meraih tangan Alan.

"Mau kemana?."



"Apa kau tidak mau bergabung denganku di kamar mandi?." Alexa bertanya dengan suara serak puraunya, sembari sebelah tangannya yang lain membuka kaosnya.

"Lain kali, Sunshine. Aku harus mengerjakan pekerjaan penting sebelum kita pergi." Alan membungkuk dan mematuk bibir Alexa. "Aku akan segera kembali, kamu bersiaplah karena Marie sudah menyiapkan pakaian untukmu."

Alexa menganggukkan kepalanya, sementara Alan keluar dari kamarnya.

***

Alexa telah melangkah keluar dari dalam kamar mandi dengan mengenakan sebuah bathrobe berwarna putih. Rambut basahnya jatuh ke bahunya dan dia berjalan ke walk in closet.

Baru saja masuk, Alexa telah dibuat terpana dengan sebuah gaun yang di pajang untuk dirinya. Dan di saat yang bersamaan, Alan masuk kedalam dan menatapnya dengan tatapan yang di penuhi dengan hasrat.

Alan tersenyum dan berjalan menghampiri Alexa, memeluk gadisnya itu dari belakang, sembari membelai lembut rambut basah Alexa.

"Jadi, apa pekerjaanmu sudah selesai?". Tanya Alexa.

"Pekerjaanku yang sebenarnya akan di mulai sekarang." Alan berbisik dan menggigit daun telinga Alexa. Membuat seluruh tubuh gadis itu menggigil saat napas hangat Alan membelai kulitnya.

Pria itu memberikan ciuman lembut di ceruk leher Alexa dan kemudian begitu banyak kecupan kecil di punggung gadis itu.

Secara erotis, Alan membelai paha Alexa dengan sebelah tangannya dan tangannya yang lain melingkar di dada Alexa. Membuat Alexa benar-benar tenggelam didalam sentuhannya.

Sentuhannya membakar tubuhnya dengan hasrat yang mendalam. Tetapi tiba-tiba Alexa tersentak ketika Alan menekan lipatan merah muda miliknya yang berada diantara kedua pahanya.

BAB 30| "Kau milikku."

Alan melepaskan dirinya dari Alexa. "Cepat bersiap, kita sudah terlambat."

"Kau selalu berhenti di tengah." Rengek Alexa.

"Kita akan melanjutkannya nanti, apa kau tidak suka jika aku memberimu kejutan?." Sebelah alis Alan terangkat.

"Aku senang, tapi sebelum itu aku menginginkan hal lain." Alexa menunduk dan Alan mengikuti arah pandang Alexa.

"Apa?." Tanya Alan tak mengerti.

Alexa meraih kerah kemeja Alan dan menarik pria agar sedikit membungkukkan badannya. "Aku mau kau." Kata Alexa menatap mata Alan secara mendalam. Kedekatan mereka membuat detak jantung berdegup kencang.

"Dimana?." Tanya Alan berbisik sembari mengusap paha Alexa.

"Area kewanitaan ku." Kata Alexa lirih. Sembari menutup matanya, Alexa kembali melanjutkan perkataannya. "Aku ingin merasakan sesuatu yang jauh daripada hanya berciuman dan bersentuhan."



Alan menyeringai setelah mengetahui betapa Alexa sangat menginginkannya. "Kau harus menunggu." Alan melepaskan cengkraman tangannya Alexa di kerahnya.

"Berapa lama lagi kau akan membuatku menunggu?." Alexa mengernyitkan dahi dan menyilangkan kedua tangannya di dada.

"Penantiannya tidak akan sia-sia, Sunshine."

"Aku tahu." Alexa tersenyum. "Tapi aku tidak mau menunggu." Kata gadis itu sembari membuka simpul bathrobe, dan bathrobe tersebut langsung jatuh kelantai.

Kedua mata Alan terbelalak karena terkejut. "Kau tidak bisa dipercaya." Pria itu menggelengkan kepalanya.

"Masih yakin ingin menundanya?." Tanya Alexa dengan berani. Berjalan mendekati Alan dan melingkarkan tangannya di leher pria itu.

Sementara itu, Alan mau tak mau memeluk pinggang Alexa dan tangan sebelah lagi meremas pant*** gadis itu. Sebuah erangan lembut keluar dari mulut Alexa. Dia sangat menikmati sentuhan yang Alan berikan dengan mata tertutup.

Sekarang mata Alexa terbelalak saat Alan tiba-tiba memukul pant*** nya. "Ya, aku masih ingin menundanya."

Alexa tak percaya dengan apa yang dia dengar dan sebelum harus itu sempat buka suara, Alan telah lebih dulu menyelanya.

"Aku akan menunggumu di kamar, bersikap dan cepat keluar." Alan mencium bibir Alexa dengan cepat dan berlari keluar dari dalam walk in closet.

Alexa menghela napasnya dan berbalik menatap gaun yang disedia untuknya.

**

Beberapa saat kemudian, Alexa keluar dengan telah mengenakan gaun slip paha hitam dan dengan sepatu hak berwarna hitam. Gadis itu nampak memukau dan seksi seperti biasanya, di tambah dengan make upnya yang natural.

Saat pandangan Alan tertuju pada Alexa, pria itu terus menatapnya tanpa berkedip. Alan tersenyum dan berjalan kearah Alexa. "Ayo berangkat." Dia mengulurkan tangannya sembari tersenyum. "Kau terlihat sangat menggairahkan, Sunshine." Pujinya, menggenggam erat tangan Alexa dan dengan lembut mencium punggung tangannya.

Alexa hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Kemudian mereka berdua keluar ruangan sambil bergandengan tangan dan tersenyum.

Keduanya anak buah Alan telah berdiri dan menunggu diluar kamarnya. Alan membawanya ke lift dan anak buahnya mengikuti mereka. Salah satu anak buah Alan menekan tombol dan pintu lift terbuka.

Mereka berdua melangkah masuk kedalam.

"Kalian berdua ikut kami." Perintah Alan pada anak buahnya dan mereka mengangguk padanya dengan lemah lembut.

Alan pun menekan tombol yang membuat mereka menuju ke lantai paling atas atau rooftop.

"Kenapa kita pergi ke rooftop?." Alexa terlihat bingung.

"Kau akan mengetahuinya nanti." Jawab Alan dengan nada rendah, lalu mengecup puncak kepala Alexa.

Pintu lift terbuka dan mereka melangkah keluar. Ada helipad di atap mansion Alan..

"Oh! Jadi, kita akan pergi ke suatu tempat dengan helikopter?." Alexa bertanya pada Alan dan gadis itu terlihat sangat bahagia.

"Ya, sayang." Alan menganggukkan kepalanya.

Seorang pilot berjalan kearah mereka dan menjabat tangan Alan.

"Jadi apa semua sudah siap, Nino?." Tanya Alan.

"Iya Bos." Dia menganggukkan kepalanya.

"Kapan helikopter yang lainya tiba?."

"Mungkin dalam beberapa menit lagi, Bos." Jawab pria yang di panggil Nino oleh Alan.

"Kalau begitu, ayo pergi!." Seperti yang Alan katakan, Nino menganggukkan kepalanya dan dia berbalik badan, mereka berjalan mendekati helikopter dan menaikinya.



"Begitu helikopter yang lainya datang, kalian berdua mengikuti kami." Alan mengintruksikan pada anak buahnya yang berdiri di luar helikopter.

Alan sengaja memerintahkan anak buahnya membawa helikopter yang lain demi keamanan, karena Alan tidak ingin mengambil resiko apapun sekarang, semua ini tentang keselamatan gadis nakalnya.

"Siap, Bos." Kata mereka berdua bersamaan.

Keduanya di tugaskan untuk memberikan informasi pada sesama rekan anak buah Alan, jika Alan dan Alexa akan berangkat terlebih dahulu.

"Beri aku satu pistol sekarang." Alan mengulurkan tangannya kesalahan satu anak buahnya dan pria asing itu memberikan pistol pada Alan.

Dengan isyarat, Alan memerintahkan anak buahnya itu untuk pergi. Meraka menganggukkan kepala sebelum akhirnya pergi.

"Sunshine, aku ingin kau menyimpan ini untuk keamanan mu." Alan menoleh kearah Alexa dan memberikan pistol tersebut pada gadisnya.

"Oke, Tuan Tampan." Alexa menerimanya dan mengedipkan sebelah matanya.

Alan hanya tersenyum dan menyelipkan pistol itu di garter yang Alexa kenakan di sekitar pahanya.

"Itu adalah tempat terbaik bagi seorang wanita untuk menyimpan senjata yang mereka bawa." Kata Alan sembari membelai paha Alexa, seperti biasanya.

Alexa mengangguk. "Aku selalu menyimpan pisau tajam di garter."

Sebelah tangan Alan terangkat, menyelipkan anak rambut Alexa. Dan saat itu Alexa buka suara. "Aku selalu menyiapkan diri untuk semua bahaya." Katanya dan tersenyum bangga.

"Kau benar-benar berbeda, Sunshine. Dan itulah mengapa aku sangat menyukaimu." Alan berbisik, memeluk pinggang Alexa. "Dan karena kau berbeda dengan yang lain, aku sampai mencurigaimu bahwa kau adalah seorang agen dan sedang memata-matai ku."

"Aku bisa saja memata-matai mu."

"Aku tidak perduli karena sekarang kau milikku." Alan mengangkat dagu Alexa dan mencium bibirnya.

BAB 31| KEJUTAN

Helikopter telah dinyalakan dan mereka saat ini benar-benar telah mengudara diatas sana. Dengan takjub, Alexa menatap keluar jendela melihat semua pemandangan indah dari atas.

"Bos, sebentar lagi kita akan mendarat." Kata pilot memberitahu.

Alan tersenyum dan mengeluarkan sebuah kain hitam. Alexa mengernyitkan dahinya, bingung.

"Sunshine, aku akan menutup matamu sebelum kita sampai." Kata Alan.

"Kenapa?."

"Karena ini kejutan dan aku ingin menambah kebahagiaan mu." Tangan Alan terulur dan membenahi rambut Alexa yang sedikit berantakan setelah tertiup angin.

"Aku penasaran, tapi aku mau menutup mataku." Alexa menganggukkan kepalanya.

"Kau tau, aku tidak pernah berpikir bahwa aku akan melakukan hal seperti ini untuk seseorang dan aku melakukan ini sekarang karena kau sangat istimewa bagiku. Alexa, aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama mu. Aku mencintaimu." Di atas ketinggian, Alan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya, menatap gadis itu dengan penuh kasih sayang dan akhirnya mengecup punggung tangan Alexa.



Kemudian Alan mengangkat kain hitam itu, menutup mata Alexa.

"Aku tidak sabar melihat kejutannya." Kata Alexa, Alan mengecup bibir Alexa setelah ia selesai mengikat penutup mata itu.

Dalam beberapa menit helikopter akhirnya mendarat di helipad sebuah kapal pesiar yang mewah.

"Kita sudah sampai, Sunshine." Alan berbisik ditelinga Alexa dan saat napas pria itu menyentuh kulitnya, Alexa merasa merinding.

Sungguh, pria itu memiliki pengaruh yang begitu besar pada dirinya. Tubuhnya terbakar hanya dengan sentuhannya dan nama panggilan baru untuknya. Alexa menyukainya.

Alan benar-benar berhasil membuatnya merasa diistimewakan dalam segala hal. Sulit di percayai bahwa Alan yang dulu sangat kasar, sekarang begitu memanjakan dirinya.

Ya - Alan telah banyak berubah dan itu semua karena Alexa. Gadis itu merasa di berkati karena memiliki Alan didalam hidupnya. Alan selalu perduli padanya, Alan juga akan melakukan apa pun demi keselamatannya dan yang paling penting dari semua itu, Alan seakan meratukan dirinya.

Setiap menit, bahkan detik. Perasaan cinta Alexa pada Alan diam-diam semakin bertambah besar.

Alan turun dan menuntun Alexa untuk ikut turun dan mengajak berdiri di sebuah pagar di kapal tersebut. Alan berdiri dibelakang Alexa, setelah Alan membuka penutup mata itu. Alexa mengedipkan matanya beberapa kali.

Lalu ia menatap ke sekelilingnya, Alexa terkejut sekaligus merasa senang. 'Ini sangat menakjubkan.' Suasananya terasa sangat damai dan seperti Alexa akan menikmati hal itu.

"Apa kau menyukainya, Sunshine?." Tanya Alan.

Alexa berbalik dan tersenyum riang. "Aku sangat menyukai tempat ini, damai sekali." Jawab Alexa tersenyum lebar.

Wajahnya yang bersinar dan matanya yang berbinar-binar adalah bukti bahwa Alexa benar-benar merasa bahagia.

"Ya, aku menyukai semua ini." Alexa sedikit menundukkan kepalanya saat Alan hendak mencium dahinya.

Alan menyentuh dagu Alexa dan mengangkatnya, saling menempelkan dahi mereka. Keheningan selama beberapa saat terjadi diantara mereka, suara ombak yang berdesir seakan mampu menghipnotis pikiran mereka, menyalurkan kedamaian yang luar bisa pada jiwa mereka.

Terkadang Alexa merasa jika hidupnya saat ini hanyalah sebuah mimpi. Dia tidak pernah menyangka. Terkadang ia takut untuk tidur dan setelah ia bangun, maka semuanya akan kembali seperti kehidupan di masa lalunya, karena di sana hanya ada dirinya dan tidak ada orang lain.

Alan menjauhkan dirinya dan menggenggam tangan Alexa, mengajak gadisnya itu untuk pergi ke tempat yang telah dihias sebagai ruang makan.

Anggap saja sebagai sarapan yang romantis.

"Ini sungguh sangat indah." Kata Alexa, pandangannya memperhatikan sekelilingnya.

"Semua keindahan ini tidak bisa menandingi kamu, Sunshine." Bisik Alan dengan suara puraunya. Melingkarkan satu lengannya di pinggang Alexa dan menarik gadis itu agar lebih dekat dengannya.

Sebelah tangannya lagi, terulur dan menyelipkan anak rambut Alexa yang di terpa angin.

"Tuan, semuanya sudah siap." Kata seorang koki, menyadarkan Alan yang tengah memperhatikan wajah cantik Alexa.

Pelayan yang bertugas di sana, menarik kursi dan mempersilahkan Alan dan Alexa untuk duduk.

**

Selesai dengan acara sarapan romantis mereka. Alan mengajaknya duduk di konter bar mini di kapal pesiar tersebut.

Mereka mendentingkan gelas berisi anggur mereka sebelum meminumnya. Hari itu keduanya menghabis waktu untuk mengobrol banyak dan saling mengenal.

Bagi anak buah Alan yang tidak pernah melihat bos nya banyak bicara, mereka akan terkejut sekaligus tak percaya ketika saat ini melihat Alan yang tengah banyak berbicara dengan Alexa.

Tak hanya mengobrol bersama, mereka berdua bahkan sempat berciuman. Alexa tak bisa menahan diri ketika melihat bibir Alan, entahlah itu terlihat menggoda baginya.

"Hari ini anggur menjadi lebih enak dan manis." Kata Alexa setelah mereka selesai berciuman.

Bibir Alan terangkat, membentuk sebuah senyuman. "Benar sekali dan aku ingin lebih." Bisiknya.

Alexa menyeringai. "Baiklah, seperti katamu, Tuan Tampan." Alexa kembali menarik kerah baju Alan, memimpin ciuman mereka karena Alan sangat menyukai keganasan gadisnya itu.

Selama Alexa memimpin, salah satu tangan Alan meremas buah dada Alexa.

BAB 32| SESI PIJAT

"Halo guys, aku sekarang sedang berada ditempat yang sangat indah, apakah kalian ingin tau dimana aku?." Kata Alexa dengan penuh semangat didepan kamera ponselnya, sembari berdiri di dek atas kapal pesiar itu.

Sementara Alan sedang berbicara dengan seseorang melalui panggilan telepon dan bersandar di pagar pembatas.

Alexa mengalihkan kameranya dari layar depan menjadi layar belakang untuk merekam pemandangan di videonya. "Ya, aku ada dikapal pesiar, besar dan mewah, iya kan?." Katanya sembari kembali mengalihkan ke kamera depan.

Alan memutuskan panggilan dan berjalan mendekati Alexa dengan senyum manis diwajahnya.

Alexa tersenyum pada Alan dan kembali menatap kearah kamera. "Apa kalian ingin tau siapa yang membawaku kesini?." Alexa mengubah menjadi kamera belakang dan menunjukkan wajah Alan. "Aku di sini bersama dengan Tuan Tampan ku."

Alexa mengernyitkan dahinya ketika Alan tiba-tiba mengambil ponsel dari tangan nya dengan kasar. Kemudian entah mengapa Alan membentaknya. "Apa yang sedang kau lakukan, hah?."

"Kenapa kau membentak? Aku baru saja membuat video untuk fansku." Jawab Alexa. Dia adalah seorang blogger, selain menulis. Alexa juga bisa di bilang sangat suka membuat vlog.

Alan menarik napasnya dalam-dalam dan mencoba menenangkan dirinya. "Kita harus merahasiakan keberadaan kita, Sunshine. Kau tau itu berbahaya." Kata Alan menjelaskan dengan sikap yang tenang, menangkup wajah Alexa dan berharap gadisnya itu dapat mengerti apa yang di maksudkan.

"Tapi itu juga pekerjaan ku, Alan."

"Aku tau. Tapi ini tentang keselamatan mu, Sunshine." Ibu jari Alan membelai pipi Alexa.

Perlahan gadis itu mulai mengerti dan menganggukkan kepalanya. "Iya, kau benar. Aku akan meng-upload itu setelah kita selesai liburan." Alexa langsung setuju begitu dia mengingat kejadian penyerangan hingga membuat Alan terluka dan mereka harus terjebak di hutan. Alexa tidak ingin Alan kembali terluka untuk menyelamatkan nya, karena kecerobohannya sendiri.

Alan tersenyum tipis. "Dan aku minta maaf karena sudah membentak mu. Aku takut jika ternyata kau sedang melakukan siaran langsung." Alan menarik Alexa kedalam pelukannya dan membelai rambut gadis itu. "Kita nikmati kebersamaan kita dan lupakan tentang masalah ini." Sambung Alan dan Alexa mengangguk didalam pelukannya.

Beberapa saat kemudian, Alexa mendorong pelan Alan. "Aku ingin berjemur."

Alan mengangguk." Aku akan memerintahkan pelayan untuk mengambilkan tabir Surya."

***

Alexa merebahkan tubuhnya diatas kursi santai yang menghadap kearah kolam. Setelah melepas gaun hitamnya, mata yang di penuhi hasrat milik Alan tak berhenti memperhatikan Alexa yang saat ini hanya mengenakan bra dan celdam berenda nya.

Alexa selalu membuat Alan tergila-gila dengan tubuhnya yang sempurna dan menarik.

Setelah pelayan datang dengan membawakan tabir Surya, Alexa sengaja menggodanya dengan mengoleskan tabir Surya tersebut di paha putih mulusnya dan kakinya yang panjang dan seksi. Memperhatikan Alan dengan lirikan matanya.

Alan berjalan mendekatinya, menatapnya dengan mata yang dipenuhi sebuah keinginan yang mendalam.

"Bisakah aku membantumu dalam mengaplikasikan tabir surya, Sunshine?." Alan bertanya dengan nada seraknya.



Alexa mengangguk, ia langsung setuju karena memang ini yang dirinya inginkan.

Alan menyeringai dan tiba-tiba menarik tali bra sebuah mengaplikasikan dan dengan lembut menyebarkan tabir surya itu keseluruhan tubuhnya tanpa pelana, sembari memijatnya. Alexa mengerang saat merasakan kenikmatan yang luar biasa, matanya terpejam. Gadis itu benar-benar tenggelam dalam sentuhan hangat tangannya dan menikmati pijatan itu sepenuhnya.

Alexa berdiri ketika Alan memintanya. Pria itu pun meminta Alexa membelakanginya, karena dia perlu mengaplikasikan di bagian belakang.

Sembari mengusap lembut tabir surya itu, tenyata Alan menggesekkan miliknya di antara pant*** Alexa, membangunkan kejantanannya. Pria itu sedikit membungkukkan dan mencium ceruk leher Alexa. Alan memberikan ciuman yang lembut di ceruk leher Alexa dan memijat serta meremas buah dada Alexa.

Namun, Alan tiba-tiba berhenti dan membuat Alexa mengerutkan bibirnya, sebal. Itu karena Alexa tidak ingin Alan berhenti melakukannya..

Alan menyeringai dan berjalan hingga berada dihadapan Alexa. Pria itu tanpa ragu membuka kancing kemejanya didepan Alexa. Ia menggigit bibir bawahnya dan matanya berkilau karena hasrat yang mendalam saat dia melihat buah dadanya yang berkilau dibawah sinar matahari.

Alan melemparkan kemejanya di atas kursi santai. "Aku akan melanjutkan sisa pijatannya di kolam." Ia mengedipkan mata pada Alexa sebelum akhirnya melompat ke dalam air.

Alexa tersenyum dan kemudian ikut lompat kedalam air tanpa bra. Gadis itu berenang mendekati Alan, dia tampak seksi dan bibirnya membentuk senyuman yang menggoda.

Ketika Alexa telah berdiri didepan Alan, ia mengalungkan tangannya di leher pria itu dan menempelkan tubuhnya yang basah pada tubuh Alan. Mereka berdua benar-benar menggigil saat bersentuhan.

Alan hendak menciumnya, namun Alexa justru meninju perutnya membuat Alan mengerang kesakitan. Alexa justru tertawa dan berenang menjauh.

"Aku datang, Sunshine." Alan terkekeh dan menyusul Alexa. "Aku menangkap mu." Pria itu memeluk pinggang Alexa dari belakang setelah beberapa saat mengejarnya.

Alexa masih tertawa, dia sangat bahagia melihat wajah Alan saat dirinya menggoda pria itu.

Alexa berbalik badan dan menatap Alan.

"Kau terlihat lebih cantik saat tertawa." Pria itu berbisik dan sekarang Alexa tersenyum.

Alan memegangi pinggang Alexa dengan kuat didalam air dan menarik wanita itu ke dirinya sendiri sebelum akhir melahap bibir Alexa yang basah dan menciumnya dengan penuh gairah, tangan yang lain menjelajahi keseluruhan tubuh Alexa.

Alexa tidak mau kalah, dia membalas ciuman itu gairah yang sama.

"Sekarang ayo lanjutkan pijatan mu." Kata Alan setelah mereka melepaskan ciuman itu untuk bernapas.

"Ya, aku tidak sabar."

Tangan Alan masuk kedalam air dan meraba paha Alexa. Tetapi tiba-tiba Alexa terkejut ketika Alan menarik tali celdam miliknya. Sekarang Alexa berdiri dihadapan Alan dengan keadaannya yang benar-benar telanjang.

Kemudian Alan mengakup inti kewanitaannya yang berdenyut dan membuat jantung Alexa hampir berdetak kencang.

BAB 33| MENCICIPI MADU TERMANIS 18+

"Sekarang waktunya memijat lipatan merah muda milikmu." Alan berbisik di dekat telinga Alexa dan perlahan mulai menggesek tempat paling sensitif nya dengan dua jari didalam air.

Alexa merasakan kenikmatan yang luar biasa dan menginginkan hal yang lebih dari pada saat ini, inti tubuhnya semakin berdenyut karena Alan. Gadis itu memejamkan matanya dan menikmatinya. Itu sangat menyenangkan bagi Alexa karena selama ini, dia sangat ingin merasakan tangan pria itu menyentuh inti kewanitaannya dan ternyata nikmatnya lebih dahsyat dari apa yang dirinya bayangkan.

Dengan tangannya yang lain, Alan menuntun kepala Alexa agar mendekat dan ia pun bisa mencicipi bibir manisnya. Alexa melenguh dengan kenikmatan yang luar biasa karena bersamaan dengan itu akan menggesek klisto**nya dengan kuat kedepan dan kebelakang. Sesaat Alan menggesekkan nya secara perlahan dan sesaat kemudian, pria itu menggeseknya dengan cepat atau pun hanya menekankan dengan jari-jarinya.

Masih tetap berciuman dan memijat milik Alexa di bawah, tangan Alan yang lain meremas buah dada Alexa dan mencubit ujungnya.

Setelah melepaskan ciumannya, Alan membiarkan Alexa bernapas, sementara dirinya asyik menyelusuri leher jenjang Alexa. Inti kewanitaannya bergetar saat Alan menggigit ceruk lehernya dan menggesek klisto** nya dengan kuat.

Alexa mengerang keras saat tiba-tiba Alan menjentikkan klistonya dan dia melakukannya dengan cepat, seakan berniat untuk menggoda Alexa dan dia menikmati sensasi yang intens.

Alexa mengerang dan tanpa sadar mencengkram kuat pundak Alan.



Alan kembali menggeseknya lebih cepat dan tiba-tiba ia memasukkan jari tengahnya kedalam inti kewanitaannya. Napas Alexa tercekat dan matanya melebar saat pria itu melakukannya tanpa memberi peringatan apa pun. Reflek, kepala Alexa mendongak keatas dan Alan menyeringai melihat Alexa yang menikmati permainannya.

"Bagaimana perasaanmu, Sunshine?." Suara serak Alan terdengar saat jari tengahnya masih berada didalam inti kewanitaannya.



"Aaahh, A-alan!." Alexa seakan memohon dengan napasnya yang terengah-engah.

"Katakan sesuatu, Sunshine?!." Alan menyeringai. Pria itu sangat tau apa yang Alexa butuhkan saat ini, tetapi Alan bertingkah seolah merasa tidak bersalah karena telah menggoda Alexa dan sengaja bertanya secara langsung mengenai apa yang gadisnya itu inginkan.

"Aku ingin kau membuatku cum, Alan." Pinta Alexa.

"Siap! Seperti katamu, Sunshine." Jawab Alan lalu mengeluarkan jari nya dan kembali menghantamnya masuk lebih dalam lagi.

"Aaaaahhhhh! Shit! Alan." Alexa memejamkan matanya dan bibirnya berdesah, semakin kuat mencengkram punggung Alan.

Alan memasukkan jarinya kedalam area kewanitaan Alexa dengan cepat dan lebih dalam. Dengan ibu jari dari tangannya yang lain, Alan menggesek bagian tengah inti kewanitaan Alexa dengan sangat kuat dan cepat, sembari mencium leher Alexa hingga menuju belahan dadanya.

"Oh! Alan!." Alexa mengerang lebih keras saat pria itu menambahkan satu jarinya lagi. Sekarang ia mendorong dua jari untuk masuk kedalam inti kewanitaan Alexa dengan gerakan cepat.

Kaki Alexa gemetaran dan tubuhnya bergetar, namun tetap saja Alan tidak akan berhenti. Dia membawa Alexa terbang dengan kesenangan yang mendalam.

Terlihat dari perut Alexa jika gadis itu sebentar lagi akan mengalami orgasme, tetapi tiba-tiba Alan justru malah berhenti menggesek masuk. Dia mengeluarkan kedua jarinya dari inti Alexa.

Alexa membuka matanya dan dia terlihat kesal. "Kenapa kau berhenti?." Nada bicara Alexa terdengar jika ia seakan tengah marah dan dahinya mengernyit, Alexa frustasi secara sensual. Dia sangat membutuhkan pelepasannya dan Alexa tau betul jika Alan sengaja melakukannya..

Alan terkekeh kecil dan mencondongkan tubuhnya. Pria berbisik ditelinga Alexa. "Kita mulai lagi." Tangannya sedikit menyentuh inti kewanitaan Alexa yang telah becek dalam air. "Tetapi dengan cara yang berbeda." Sambung Alan.

Alexa nampak berbinar kegirangan. "Bagaimana?."

Alan tersenyum dan melihat mata indahnya yang berbinar. "Kau akan segera mengetahuinya." Kedua tangan Alan berada di pinggang Alexa dan menggendong gadis itu naik, keluar dari kolam dan memintanya untuk duduk di tepian kolam. Ya - dengan posisi kaki Alexa yang masih berada di dalam air, Alan meminta gadis itu untuk melebarkan antara kedua pahanya.

Alan memperhatikan inti kewanitaan Alexa yang sudah basah, Alan lebih menggairahkan bagi Alexa dengan tatapannya yang intens dan mesum.

"Aku tidak sabar untuk mencicipi madu dari sini, sunshine."

"Ya, aku juga tidak sabar." Mereka berdua saling tersenyum. Alexa sedikit membungkukkan badannya dan mereka berdua berciuman dengan cepat dan penuh gairah.

"Berapa lama lagi kau akan membuat ku menunggu, Alan?.". Tanya Alexa begitu mereka melepaskan ciuman itu. Gadis itu terlihat cemberut dari yang sebelumnya..

"Penantiannya tidak akan sia-sia, Sunshine. Ingat kata-kata ku, semakin lama orgasme tertunda, maka akan semakin menyenangkan." Jawab Alan dengan percaya dirinya sebuah akhirnya memberikan kecupan- kecupan kecil di sekitar paha Alexa.



Gadis itu menikmati setiap sentuhan bibirnya, Alexa juga mengerang pelan. Sementara tangan Alan meremas buah dadanya.

Alexa menarik napas dalam-dalam, bibirnya tersenyum puas dan seluruh tubuhnya benar-benar gemetar saat bibir pria itu menyentuh inti kewanitaannya yang berdenyut.

Pertama, Alan memberikan kecupan lembut disana. Barulah setelah itu keduanya tangannya melebarkan paha Alexa dan memeganginya, sementara dirinya sendiri mulai menghisap klisto**nya seperti dia menghisap sebuah permen lolipop. Alexa mengerang, tangannya mencengkram rambut Alan dan mendorongnya agar semakin masuk.

Alexa sudah tidak perawan lagi, gadis itu sering melakukan one night stand, tetapi dia tidak pernah merasakan kenikmatan yang luar biasa seperti saat ini. Pertemuan itu dipenuhi dengan nafsu murni dan dan tidak ada yang lain selain Alan, bersama pria itu ada perasaan yang lebih dari sekedar nafsu, ada cinta yang besar dan sejati, ada hubungan yang mendalam antara hati dan jiwa, dan aja juga keinginan yang mendalam.

Alan membuat Alexa meletakkan kakinya di bahunya. Pria itu sekarang menjilati klist***nya dengan lidahnya yang bergerak lincah.

"Aaahhhh! Tuan Tampan ini benar-benar nikmat!."

Sesekali Alan menghisapnya, sedikit menggigitnya, bahkan sesekali dia juga meregangkan nya dengan menahan di antara bibirnya. Lalu akhirnya Alan dapat mencicipi madu yang menetes dari inti kenikmatan gadis itu, yang langsung masuk kedalam mulutnya..

Alan mendorong lidahnya dan menggesek klisto***nya dengan ibu jarinya, cepat.

Hingga tibalah Alexa kepelepasan keduanya.

Alexa mengerang keras. "Aaahhh! Alan! Aku mohon jangan berhenti! Jangan berhenti!." Alexa menjambak rambut Alan.

"Aahh! Fuvk!." Alexa berteriak saat orgasme dan mengeluarkan banyak madu hingga memuncrat di wajah tampan Alan.

Gadis itu nampak berkeringat dengan napasnya yang terengah-engah, dia kelelahan. Sementara Alan masih sibuk menghisap madunya.

BAB 34| MIMPI BURUK

Di sore hari, mereka berdua saling berpelukan di sebuah ayunan jaring sembari memperhatikan matahari terbenam. Ada ketenangan yang menyejukkan saat ini dan mereka tersenyum puas. Alexa mengenakan bikini one piece berenda merah dan Alan hanya mengenakan celana boxer dan bertelanjang dada. Angin dingin membelainya mereka, membuat mereka merasa merinding. Mereka benar-benar tenggelam dalam pelukan hangat dari satu sama lain.

"Aku tidak menyangka menyaksikan matahari terbenam akan seindah ini." Suara purau Alan memecah kesunyian saat dia berbisik ditelinga Alexa, sementara Alexa hanya tersenyum padanya. Mendongak menatap mata tajam Alan.

Alan meraih dagu Alexa dan mencium bibir gadis itu dengan lembut. "Dan aku tidak pernah mengira bersama dengan seseorang akan membuat hatiku merasa lebih tenang."

Alexa tetap tersenyum mendengarkan perkataan nya.

"Bolehkah aku menanyakan sesuatu padamu jika kau tidak keberatan?." Tanya Alan dengan nadanya yang terdengar serius.

"Tentu."



"Berjanjilah padaku, kau tidak akan pernah mengusirku dari hidupmu." Kata Alan meminta Alexa untuk berjanji. Ibu jarinya membelai pipi Alexa, menatap matanya dengan lekat dan penuh kasih sayang.

Matanya melembut setelah mendengar permintaan Alan. Ini pertama kalinya seseorang meminta dirinya untuk tetap tinggal bersamanya dan ini pertama kalinya seseorang meminta untuk tidak meninggalkan nya.

Alexa hanya memeluknya dan menyandarkan kepalanya dada bidang Alan dan saat ini mendengarkan detak jantung Alan yang menenangkan, sebuah senyuman cantik tersungging di wajahnya.

"Bahkan jika aku mau, aku tidak bisa menjauh darimu." Balas Alexa berbisik.

Perlahan Alexa mengecup dada bidang Alan dan bersamaan dengan itu Alan semakin erat memeluk Alexa, tak lupa mengecup puncak kepala gadis itu. Alan tidak pernah menyangka hidupnya akan begitu indah. Sekarang dirinya tidak akan pernah kehilangan Alexa ntuk selamanya. Alexa adalah satu-satunya kebahagiaan hidupnya dan dia benar-benar sinar matahari baginya.

"Kau tau? Tadinya aku tidak suka matahari terbenam." Kata Alan.



Sebelah alis Alexa terangkat. "Kenapa?."

"Karena itu melambangkan sebuah akhir. Tapi saat ini dengan memilikimu, sebagai sinar matahariku, aku menganggap ini adalah hal yang indah." Alan kembali menarik dagu Alexa dan menciumnya.

Dan beberapa saat kemudian Alan mendapati jika Alexa telah tertidur. Dari wajah ia terlihat begitu kelelahan, padahal jelas sekali gadisnya itu tidak melakukan pekerjaan berat.

"Meski pun sedang tidur, wajahmu tetap terlihat cantik." Kata Alan pada dirinya sendiri sembari menyelipkan anak rambut Alexa dan memberikan ciuman lembut di kening gadis itu.

Seakan bisa merasakan sentuhan bibir Alan, Alexa tersenyum dalam tidurnya.

Angin dingin bertiup kencang dan Alexa menggigil dalam pelukannya karena kedinginan, oleh karena itu Alan berdiri dan menggendongnya untuk membawanya masuk kedalam kamar dikapal pesiar.

Alan membaringkan Alexa di tempat tidur disalah satu kamar mewah dan dirinya sendiri pun juga berbaring di samping Alexa, memeluknya dengan erat.

Alan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan tubuh Alexa dan tidur bersama gadisnya.

***

"Tidak! Tidak! Tolong, jangan tembak dia! Tolong!." Alan terbangun dari mimpi buruknya sambil berteriak dan meneriaki nama Alexa. Tanpa sadar air matanya mengalir dan dia terlihat berkeringat, napasnya terengah-engah dan menggigil karena ketakutan.

Dia merasakan rasa sakit yang luar biasa dihatinya saat mengingat kejadian yang ada didalam mimpinya tadi.

Setelah bertahun-tahun, ini adalah pertama kalinya dia terbangun dari mimpi buruknya, Alan merasa takut kehilangan seseorang.

Sementara itu, Alexa terbangun dari tidurnya ketika dia mendengar teriakan Alan. Matanya terbelalak kaget saat dia melihat Alan dalam keadaan berantakan.

"Alan, apa yang terjadi?." Alexa terlihat cemas dan menangkup wajah Alan. Mendengar suara Alexa, Alan langsung memeluknya kedalam pelukan yang erat.

Alan tidak menangis, tetapi air matanya mengalir bercampur dengan keringat terus mengalir di wajahnya dan karena itu Alan semakin mengencang cengkramanya. Menyakinkan dirinya sendiri, bahwa Alexa ada bersamanya dan itu hanya mimpi buruk.

"Aku berpikir akan kehilangan mu."

"Alan, tenanglah. Santai saja, aku ada disini. Kau tidak akan pernah kehilangan aku." Alexa menyakinkannya dengan tenang, mengusap punggung Alan dengan lembut. Meskipun dia bisa merasakan kegelisahan dari pria itu, dia bisa melihat sisi hancur dari pria itu. Alexa ingin menanyakan banyak hal, tetapi pertama Alexa perlu menenangkan Alan.

Prioritasnya adalah membuatnya mengerti bahwa apa pun yang terjadi, dirinya tidak akan pernah meninggalkan Alan. Dia akan tinggal bersamanya.

Alexa mencium bahunya dengan lembut dan mengusap punggungnya, tetap menenangkan Alan. Ciuman Alexa yang menenangkan itu memberi Alan sebuah perasaan yang mampu membuat Alan merasa lega.

Dia tau mimpi buruk ini tidak pernah membuat orang dapat merasa tenang, Alan sendiri mengetahuinya. Tetapi yang ia butuhkan saat ini hanyalah sebuah kepastian.

Kondisi Alan yang sepertinya ini membuat hati Alexa menjadi tidak tenang. Dia ingin menenangkannya dengan cara apa pun. Tidak sekali pun Alexa mencoba melepaskan pelukannya, gadis itu tau jika Alan saat ini sangat membutuhkan dirinya.

Setelah waktu yang cukup lama. Alexa mencoba melepaskan pelukan mereka, tetapi Alan tidak membiarkan Alexa melakukan itu. Alexa menghela napasnya dan berbisik. "Sayang, biarkan aku melihat wajahmu."

Alan menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau, aku tidak akan membiarkan mu pergi." Kali ini Alexa merasa jika yang ia peluk saat ini bukanlah Alan yang selalu bertindak kasar pada bawahannya, melainkan Alan dalam versi anak kecil yang manja padanya.

Namun, hal ini tidak bisa dibiarkan cukup lama, karena Alan akan lebih lama berada di dalam ketakutannya. Tak ada pilihan lain, Alexa pun dengan paksa melepas pelukannya dari Alan dan menangkup wajah tampan pria itu dengan kedua tangannya. "Aku selalu bersamamu dan aku tidak akan pernah meninggalkan mu." Alexa menyatakan hal tersebut dan mulai mencium setiap inci wajah Alan.

"Aku akan selalu bersama mu." Kata Alexa, mengecup dahi alan. Begitu seterusnya setiap dia mengecup wajah pria itu.

"Tapi bagaimana jika kau pergi dariku? Aku tidak bisa hidup tanpa mu, Sunshine."

Sambil menghembuskan napasnya dalam-dalam. Alexa buka suara. "Tatap mataku, Alan." Pinta gadis itu dengan tegas. Alan menurut, dia menatap sepasang bola mata lentik milik Alexa. "Tidak akan dan percayalah padaku." Gadis itu meletakan tangannya di jantung Alan dan senyum tipis muncul diwajah Alan.

"Jantung kita berdetak dengan selaras, bukan?." Alexa bertanya dan Alan menganggukkan kepalanya. "Selama jantung kita berdetak, aku tidak akan pernah pergi meninggalkanmu."

BAB 35| JIWA YANG TERJALIN

Alexa mendekat, mendorong tubuh Alan hingga pria itu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, sementara Alexa ada diatasnya. Gadis itu membungkuk dan mencium bibir Alan, mengacak-acak rambutnya, memberikan jaminan yang saat ini sangat ia butuhkan. Alan juga membalas ciuman itu begitu dia merasakan bibir Alexa.

Alan menciumnya dengan penuh gairah, menyisir rambutnya dengan jari.

Dan dengan ciuman ini, Alexa ingin membuat Alan percaya bahwa dirinya akan selalu ada bersamanya dan tidak akan pernah meninggalkannya.

Alan menciumnya dengan sepenuh hati, dengan segala ketakutan, dengan seluruh cinta dan semua ketakutannya perlahan menghilang.

Setelah beberapa waktu, mereka melepaskan ciuman itu karena Alexa kehabisan napas. Mereka perlu mengisi paru-paru mereka dengan pasokan udara.

Beberapa detik kemudian, Alan seperti ingin menciumnya lagi, tetapi Alexa menahan bibir pria itu dengan jari telunjuknya.

"Santai, sayang." Kata Alexa berbisik.

"Alexa..."

"Ssstt!!." Alexa menyingkirkan jarinya. "Biar ku tunjukkan betapa aku sangat menginginkan mu." Alexa berbisik, membelai rahang tegas Alan dengan ibu jarinya.

Alexa mulai mencium setiap inci wajahnya hingga turun, memberikan ciuman dilehernya. Alexa menghilangkan semua ketakutan dan rasa khawatir yang terpendam dalam diri Alan selama ini, membuat Alan berpikir jika semuanya baik-baik saja.

Tidak ada yang pernah membuatnya merasa seperti ini sebelumnya. Alan merasa seperti sedang bermimpi. Sebelumnya, ketika dia mengalami mimpi buruk, Alan tidak pernah tidur, bahkan selama berhari-hari. Tetapi sekarang Alan yakin setelah malam ini dia akan tidur dengan nyenyak karena Alexa telah menghilang semua ketakutan dan pikiran negatif dari dalam dirinya. Alexa mengisi cinta didalam dirinya dan mencerahkan jiwanya.

Alexa menciumi leher Alan hingga turun di dada telanjang pria itu, tangannya menjelajahi keseluruhan dada bidang itu dan Alan tidak merasa bersedih lagi, karena Alexa telah membawanya ke dunia dimana dirinya hanya merasakan sebuah cinta. Alan hanya menikmati sentuhan yang menenangkan dengan matanya yang terpejam, sentuhan Alexa memberikan kedamaian yang luar biasa padanya.

Sepanjang hidupnya Alan telah bekerja keras untuk menjadi terlihat kuat dan tidak pernah menunjukan betapa rentannya dirinya dari dalam. Karena Alan selalu tidak ingin siapapun mengambil keuntungan dari kerentanan nya.

Tetapi hanya dihadapan Alexa, Alan tidak takut jika dirinya terlihat tidak berdaya dan dihadapan Alexa, Alan berani menjadi dirinya yang sebenarnya. Untuk pertama kalinya, Alan menangis dan menunjukan sisi lemahnya pada seseorang karena pria itu begitu mencintainya. Alan tahu jika Alexa tidak akan pernah memanfaatkan kelemahannya dan pria itu merasa begitu bebas setelah sekian lama.

Alan tahu, hanya Alexalah yang bisa menghancurkan tembok besar yang ia bangun dan dia bisa menenangkannya. Hari ini Alexa membebaskannya dari semua ketakutan akan masalalu nya.

Tanpa membuang waktu sedetikpun, Alexa melepaskan bikini one piece nya dan melemparkannya ke sembarang tempat. Dan ya - Alexa saat ini benar-benar telanjang, duduk dengan santai di atas milik Alan.

Sementara itu, Alan hanya bisa tenggelam didalam kecantikan dan tatapan matanya yang memabukkan.

Dalam posisi tubuh mereka yang saling menempel, Alexa mendongak menatap Alan. "Aku ingin merasakan milikmu didalam diriku." Pinta Alexa, lalu kembali menegakkan punggungnya, meraih tangan Alan dan meletakkan telapak tangan pria itu di buah dadanya, menatap mata Alan secara intens.

"Tolong! Masuki miliku." Bisik Alexa sembari menekankan telapak tangan Alan pada buah dadanya kembarnya.

Alan dengan lembut meremas kedua buah itu, membuat Alexa memejamkan matanya dan mendesah. "Ah! Iya, Alan!."

Mendengar desahan Alexa, Alan mulai membelai dan meremas buah kembar itu, pria itu masih menatap wajah cantik Alexa.

Sementara mulut Alexa berdesah memanggil nama Alan dengan lebih intens dan sangat menikmati sentuhan pria itu.

Karena sudah muak dengan remasan itu, Alexa menempelkan tubuhnya dengan Alan, dan meminta pria itu untuk melahap salah satu buah kembarnya. Meski Alexa tak mengatakannya secara langsung, Alan tetap dapat mengerti apa yang gadisnya itu inginkan. Dia mulai menghisap satu kuncupnya sambil meremas yang sebelahnya.

Alexa yang menikmatinya terus berdesah memanggil nama Alan. Lidah Alan begitu lihai ketika bermain dengan kuncupnya, dia menjilati dan menghisapnya seperti bayi yang meminum asi.

Perasaan nikmat ini membuat Alexa menginginkan hal yang lebih dari Alan. Sementara Alan menikmati buah kembar nya, Alexa sengaja menekan tubuh bagian bawahnya ke kejantanan milik Alan. Terasa jika kejantanan Alan telah mengeras.

Inti kewanitaannya pun menjadi berkedutan. Alexa sangat ingin merasakan benda panjang dan lunak itu. Sungguh, Alexa tak bisa menunggu lebih lama lagi, dia sudah sangat ingin merasakannya dari beberapa hari yang lalu.

Buru-buru Alexa melepaskan celana boxer yang Alan kenakan hingga ke bawah kaki. Saat bagian bawah tubuh mereka saling bersentuhan dengan keadaan telanjang, jantung Alexa berdegup kencang dan tubuhnya terbakar oleh hasrat yang mendalam. Alexa perlahan mulai menggesek miliknya ke benda keras dan panjang milik Alan, sembari menatap mata Alan dengan tatapan penuh cinta. Alexa memegang kejantanannya dengan tangan dan membelainya. Alan mengerang kenikmatan dan tatapan tajamnya tertuju pada Alexa.

Sementara gadis itu menempatkan kejantanan Alan di pintu masuk dari inti kewanitaannya.

"Aku sudah tidak bisa menahannya lagi, jadi jangan menolak permainan ini." Kata Alexa, membungkuk guna mencium bibir Alan dan perlahan memasukkan milik Alan didalam inti kewanitaannya.

"Ah! Punyamu besar sekali!." Kata Alexa ketika kejantanan itu masuk, namun masih beberapa inci.

Alan memeluknya erat dan mencoba mendorong miliknya dengan sedikit mengangkat pinggulnya. "Tetaplah seperti ini, rasanya sungguh luar biasa ketika milik mu menjepit adik kecilku." Bisik Alan di dekat telinga Alexa.

Ini bukan seks bebas, tetapi murni cinta dari dua jiwa melalui tubuh dan akan menjadi satu selamanya.

"Aku sangat mencintaimu, Alan." Bisik Alexa sembari memberikan kecupan singkat didada pria itu.

Alan kini menjadi tidak sabar, pria itu membalik posisi mereka tanpa memberikan waktu sedetikpun.

Tentu saja kejantanannya terlepas dari milik Alexa.

"Aku juga mencintaimu, Sunshine." Kata pria itu sebelum akhirnya kembali memasukkan miliknya lebih dalam di inti kewanitaan Alexa.

"Ahhh ya, Alan sangat nikmat." Erang Alexa..

Alan menyatukan kedua tangan Alexa dan menjepitnya di atas kepala gadis itu. Lalu mulai menggerakkan pinggulnya dan mulai menyodok dari yang perlahan hingga mulai dengan ritme yang cepat. Membuat Alexa berteriak kegirangan.

Alan meningkat ritme kecepatan secara perlahan dan pasti. Dia bisa merasakan jika milik Alexa sudah sangat basah.

Sembari terus menghantamkan kejantanannya, Alan membungkuk mencium bibir Alexa, lalu turun ke leher hingga buah dada gadisnya itu.

"Iya Alan, tolong semakin cepat." Suaranya di penuhi dengan kebahagiaan dan kesenangan. Alexa melingkarkan kakinya di pinggul Alan, agar mendorong miliknya masuk lebih dalam lagi.

Malam itu, akan menjadi malam yang tak kan terlupakan bagi Alexa. Bagaimana tidak? Ini kenikmatan yang luar bisa yang Alexa rasakan saat bersama Alan. Hanya pria itu yang bisa membuatnya terbang jauh dalam kenikmatan yang luar biasa.

Entah akan seberapa lama mereka akan bermain, tetapi yang pasti Alexa telah membangunkan singa yang lapar dalam diri Alan.

BAB 36| BERCINTA

Alan terbangun ketika jam telah menunjukkan pukul 5 pagi lebih beberapa menit. Namun, ia terkejut ketika mendapati jika Alexa sudah tidak berada didalam pelukannya.



Pria itu bergegas bangun dari tempat tidur dan keluar dari kamar dengan keadaannya yang masih telanjang bulat untuk memeriksa dimana keberadaan Alexa. Alan terlihat cemas.

Namun, tak lama akhirnya Alan dapat bernapas lega ketika ia mendapati jika Alexa tengah berdiri di luar ruangan dengan kemejanya dan menghadap kearah lautan, gadis itu tengah mengamati gelombang air sembari menyesap anggur merah.

Alan kembali ke kamar guna mencari celana pendeknya, udara diluar masih terasa dingin, jadi setidaknya ia perlu memakai celana pendek.

Lalu pria itu berjalan mendekatinya, melingkarkan lengannya di pinggang Alexa dari belakang dan menarik gadis itu kedalam pelukannya. Sebuah senyuman terlihat di wajah Alexa saat dia merasakan sentuhan Alan.

"Hey, apa yang kau lakukan disini, Sunshine?." Alan membungkuk meletakkan dagunya di pundak Alexa, dan suaranya mampu mengirim getaran ke tulang punggung Alexa.

Alexa berbalik menghadap kearahnya, gadis itu tersenyum puas. "Aku hanya berpikir tentang hidupku yang tiba-tiba menjadi begitu indah seperti mimpi setelah bertemu denganmu. Sebaliknya, sebelum kita bertemu aku tidak akan pernah menyangka hidupku akan begitu indah." Mata Alexa berbinar seakan memancarkan kebahagiaan yang luar biasa ia rasakan.

Mendengar hal itu, Alan tersenyum dan menyelipkan anak rambut Alexa ke belakang telinga. "Kau tau apa yang aku pikirkan saat ini?." Tanya Alan sembari membelai pipi lembut Alexa dengan ibu jarinya dan menatapnya dengan tatapan lekatnya.

"Apa?." Sebelah alis Alexa terangkat.

"Betapa beruntungnya aku karena tuhan telah mengirimkan seorang gadis sepertimu kedalam hidupku yang tak kenal takut dan seorang gadis yang memiliki hati yang tangguh, cantik, kuat, lancang, berani, seksi dan yang paling bisa menghilangkan semua ketakutan dalam sekejap. Seperti sebuah keajaiban, aku sungguh beruntung memilikimu. Tapi kadang aku berpikir jika orang sepertiku, mungkin tidak pantas untukmu." Alan memiliki senyum konstan diwajahnya. Berbeda dengan Alexa, senyuman diwajahnya langsung memudar begitu mendengar perkataan Alan.

"Diam." Kata Alexa, tak ingin mendengarkan lebih jauh lagi. "Jangan bilang kau tidak pantas untukku. Dua kali kau menyelamatkan aku dari peluru yang ditembakkan padaku dan kau bilang, kau tidak pantas untukku?. Pria yang tidak berpikir tentang dirinya sendiri bahkan untuk sesaat dalam keadaan darurat demi aku, jika pria seperti itu saja disebut tidak pantas untukku, maka tidak ada seorang pun yang pantas untukku, kau mengerti kata-kata ku?."

"Tapi aku adalah pria yang berbahaya, Alexa." Kata Alan dengan nada serius.

"Kau tau jika aku tidak akan pernah takut pada bahaya apapun."

"Banyak sekali musuh yang berdiri di belakangku dan merekam sekarang mengincar mu karena aku. Dan aku ingin membuatmu tetap bersamaku selamanya, tapi kau belum aman bersamaku."

"APA MAKSUDMU?!." Bentak Alexa. Dia terlihat kesal dengan apa Alan katakan.

"Biarkan aku menyelesaikan perkataanku. Aku tau aku berbahaya untukmu, tapi tetap saja, aku siap menjadi egois untuk agar tetap bersamamu, karena aku merasa hidup kembali ketika bersamamu dan aku ingin merasa hidup setiap hari sebelum aku mati. Aku bahkan tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu, itu seperti bertarung setiap hari. Aku hanya berusaha menjadi kuat agar tidak ada yang bisa mengalahkan ku, tapi sialnya dalam diriku jiwaku kosong dan tidak berdaya. Setelah bersamamu, aku tidak takut menjadi diriku yang sebenarnya. Inilah aku yang sebenarnya, orang yang bisa menjalani kehidupan normal bersama kekasihnya seperti orang lain. Dan aku ingin menghabiskan liburan ini bersamamu seorang orang normal, tanpa rasa khawatir atau pun memikirkan pekerjaan. Pada hari ini, aku bukanlah Alan yang selalu terlihat dingin, tapi aku sekarang adalah Alan yang menjadi milikmu."

Sekarang Alexa terdiam mendengar pengakuan dari Alan yang sebenar. Gadis itu melingkarkan tangannya dileher Alan dan berjinjit, menatapnya dengan penuh kasih sayang. "Aku mencintaimu." Bisik Alexa sebelum akhirnya mencium bibir Alan.

Saat Alexa hendak melepaskan ciuman singkat itu, Alan justru menangkup wajah Alexa dan membuat gadis itu tetap dalam posisi seperti itu, sementara Alan langsung melahap bibir ranumnya dengan penuh gairah. Alexa melenguh di saat yang bersamaan karena Alan menggesek kejantanannya yang mengeras dibalik celana dengan inti kewanitaan Alexa yang menjadi basah.

"Aku membutuhkan mu sekarang, Alan." Kata Alexa setelah menjauh beberapa inci dari Alan.

Alan menyeringai, mengerti dengan apa Alexa butuhkan. "Aku mencintaimu, Sunshine." Alan mendorong Alexa hingga gadis itu bersandar di pagar besi, melepaskan celana pendek Alexa. Dan tak lupa juga melepaskan celana pendek yang ia kenakan.

Tanpa melakukan pemanasan, Alan mengangkat sebelah kaki Alexa dan mulai memasukan kejantanan yang keras kedalam milik Alexa yang telah basah.

"Aa- ahhhh." Alexa memeluk punggung Alan. Ketika Alan menghentakkan miliknya dengan keras dan cepat.

Tak lama, Alan menggendong Alexa, tetapi tetap dalam posisi milik Alan yang memasuki kewanitaan Alexa. Pria itu membawanya masuk kedalam kamar dan meletakan Alexa diatas tempat tidur terus menghantam sampai mereka kelelahan.

**

Beberapa saat kemudian, dengan keringat yang terlihat bercucuran dan air lengket yang tumpah dimana-mana. Alan menumbangkan tubuhnya di samping tubuh Alexa yang nampak kewalahan juga. Napas mereka terengah-engah.

Alan mendekat dan mencium kening Alexa. "Aku mencintaimu, Sunshine." Kata pria itu sebelum akhirnya menarik Alexa kedalam pelukannya.

"Aku juga mencintaimu." Suara Alexa terdengar lirih, sedikit meringis karena miliknya di bawah terasa sakit dan meskipun ini bukan hal yang pertama baginya, namun tetap saja karena selain milik Alan yang besar untuknya, porsi bermain pria itu juga bisa dibilang sangat lama dan kasar.

Karena kelelahan, mereka berdua tertidur didalam pelukan satu sama lain.

***

Pagi menjelang siang, Alan terbangun dan mendapati jika Alexa masih tertidur nyenyak dengan tangan kekarnya yang dijadikan bantalan.

Perlahan, Alan memindahkan kepala Alexa di bantal. Sementara dirinya bangun dari tempat tidur dan masuk kedalam kamar mandi.

Beberapa menit kemudian, Alan keluar dengan handuk kecil dan wadah berisi air hangat. Duduk didekat Alexa dan menyapukan handuk yang baru saja dimasukkan kedalam baskom, di area kewanitaan Alexa yang lengket.

Dengan telaten Alan membersihkan nya. Karena hal itu, Alexa pun menjadi terbangun dan tersenyum melihat Alan ketika memperlakukan dirinya.

"Kau tidak membangunkan aku?." Tanya Alexa.

Dan Alan sedikit tersentak, mengingat pada saat itu ia hanya fokus membersihkan milik Alexa sembari diam-diam menahan nafsunya.

"Aku melihatmu sangat kelelahan, apa menurutmu aku tega membangunkan mu?." Tanya Alan, bersamaan dengan itu juga, ia selesai membersihkan milik Alexa.

Alexa tersenyum dan ia mengangguk kecil. "Meski kelelahan, tapi aku sangat menikmatinya."

Alan beranjak dari duduknya dengan membawa baskom dan handuk ditangannya. "Ayo mandi, aku harus mengganti seprei ini."

"Ah! Hm... bukankah seharusnya pelayan yang mengerjakannya?." Alexa mengernyitkan dahinya.

"Memang, tetapi ini berbeda. Sprei ini adalah bukti kita semalam dan hari ini bercinta, jadi aku sendiri yang perlu menggantinya."

"Aku akan membantu." Kata Alexa menawarkan diri.

"Tidak perlu, Sunshine. Pergilah mandi dan aku akan menyusul mu." Sebelah tangan Alan terulur guna membantu Alexa berdiri.

**

Alexa duduk dipangkuan Alan, menghadap kearahnya, setelah mereka selesai makan siang sekaligus sarapan.

"Hari ini apa yang kau ingin kita lakukan? Beri tahu aku, supaya kita bisa menghabiskan waktu bersama." Tanya Alan sembari memainkan rambut Alexa.

Alexa menyeringai. "Aku hanya ingin kita bercinta seharian penuh di setiap sudut kapal."



Alan tidak menduga jika Alexa menginginkan hal seperti itu, tetapi itu bukanlah hal yang buruk. Sebaliknya, dirinya tidak perlu meminta karena faktanya Alexa menikmatinya.

"Itu ide bagus! Jadi mari kita tandai setiap tempat dengan cinta kita."

Alan meletakan tangan Alexa dilehernya dan dia mulai mencondongkan tubuhnya kedepannya, mulai mencium bibir Alexa hingga turun kebagian leher gadis itu, sementara itu tangan Alan membuka kancing baju Alexa.

Begitu baju Alexa terbuka, Alan langsung melahap buah dadanya dengan rakus. Hingga beberapa saat kemudian, Alan menggendong Alexa dan menidurkan gadis itu diatas sofa.

Alan membuka celana pendek Alexa, membuka lebar pahanya dan langsung melahap area kewanitaannya, lidahnya dengan lihai menjilati klist***nya, tak lupa juga menghisapnya.

Dia menyodorkan kedua jarinya masuk kedalam dengan cepat dan membuat kaki Alexa bergerak karena orgasme.

"Shit! Uhhh! Alan, aku ingin lagi."

Setelah bermain diatas sofa, Alan mengajak Alexa untuk bermain di konter bar mini, hingga kamar mandi.

Hari itu, mereka berdua benar-benar berbagi lelah dan kenikmatan bersama.

BAB 37| MASALALU yang MENGERIKAN



Alan dan Alexa tengah duduk di tepi kapal pesiar. Alexa duduk di antara kedua kaki Alan, menyadarkan punggung sekaligus kepalanya didada bidang Alan, sembari mendengarkan detak jantung pria itu dan menggambar abstrak dengan jari di paha mulusnya.

Mereka berusaha tersenyum puas setelah melakukan kesibukan mereka bersama hari ini.

"Aku mencintaimu, Sunshine." Tak pernah bosan, Alan selalu mengatakannya karena cintanya yang begitu besar pada Alexa.

"Aku juga mencintaimu, Tuan Tampan." Jawab Alexa, kembali memfokuskan dirinya dengan suara detak jantung Alan yang sedikit tersamarkan dengan suara ombak.

"Kau tidak akan pernah meninggalkan ku, bukan?." Alan bertanya dengan suaranya yang lembut dan Alexa menggelengkan kepalanya.

"Jika sekali lagi kau bertanya seperti itu padaku, aku akan menendangmu sampai kau jatuh ke laut." Alexa memperingatinya dengan tegas.

Alan terkekeh kecil, melihat sikap berani Alexa.

"Katakan saja apa yang sedang mengganggu mu, kita bisa membicarakan itu bersama." Alexa meraih tangan Alan dan memasukan jarinya di sela-sela jari Alan.

Mereka mungkin belum terlalu lama mengenal, tetapi Alexa tau jika ada sesuatu yang benar-benar tengah mengganggu pikiran Alan. Berulang kali, Alexa menanyakan pertanyaan itu pada Alan, tetapi Alan hanya menatapnya dengan membisu.

Setelah beberapa saat dalam keheningan, Alan menarik napasnya dalam-dalam dan mengencangkan cengkraman nya di pinggang Alexa.

"Sebenarnya aku takut kehilanganmu karena masa laluku."

Saat Alan menyebut tentang masa lalu, Alexa mengangkat kepalanya dari dada Alan dan menatapnya.

"Ceritakan semua, nanti kau pasti akan merasa jauh lebih baik." Kata Alexa menyentuh rahang tegas Alan.

Gadis itu memperhatikan jika saat ini Alan seperti seorang pria yang lemah.

"Ayah dan ibuku adalah seorang agen rahasia. Kau tau? Aku juga memiliki adik perempuan." Sebuah senyuman tipis terlihat, kala Alan mengingat sedikit kenangan bersama dengan keluarganya.



Namun seketika wajahnya terlihat sangat putus asa dan dia kembali buka suara dengan suaranya yang gemetar. "T-tapi mereka semua terbunuh." Saat Alan mengatakan, setetes air mata menetes di pipinya dan mata Alexa melebar setelah mendengarkan nya.

Gadis itu berbalik badan dan dengan posisi mereka yang saking berhadapan saat ini, Alexa mengusap air mata Alan.

Alan menutup matanya agar dirinya bisa merasa tenang dan karena hal itu ada lebih banyak air mata yang menetes di pipinya. Alexa meremas tangan kekar Alan dan tetap menyeka airmata Alan dengan tangannya yang lain.

Flashback on

Seorang anak laki-laki yang telah berusia 10 tahun tengah berjalan keluar rumah dengan menggandeng tangan sang ibu. Ayah dan adik perempuannya yang masih berumur 3 tahun sedang bermain di taman rumah mereka.

Alan dan ibunya berhenti berjalan ketika mereka melihat sedikit pria berdiri dan menolong senjata mereka kearah ayah dan adik perempuannya. Tak menunggu lama, pria itu menembak ayah dan adiknya didepan mata mereka.

Alan hendak berteriak dan berlari kearah ayah dan adiknya. Namun sang ibu menghentikan dan menutup mulutnya, mereka tentu saja menangis dalam diam.

Ibu akan memaksanya masuk kedalam rumah karena dia ingin melindungi putranya.

"Sayang, tolong sembunyi lah di tempat yang tidak ada seorang pun yang bisa menemukan mu." Ibu akan berjongkok didepannya dan menangkup wajah anak kecil itu, dia memohon agar Alan mau mengikuti perintahnya sambil menangis tersedu-sedu.

"Mama." Dia teriaknya. "Papa dan Lily, mereka..."



"Sayang, kita tidak punya banyak waktu. Tolong! Demi mama, sembunyikan dirimu di suatu tempat." Kata ibunya, menukas perkataan Alan

Alan hanya memeluk sang ibu, melingkarkan tangan mungilnya dileher sang ibu. Membenamkan wajahnya di pundak ibunya dan menangis.

"Ibu mencintaimu, sayang." Ibu Alan juga menangis, mengulurkan tangannya untuk mengusap puncak kepala putra mereka sebelum akhir mengecup kepalanya Alan.

"Sekarang kamu harus bersembunyi dan berjanji pada mama, kalau kamu tidak akan keluar sampai seseorang datang." Kata ibunya setelah melepaskan pelukan Alan.

Alan mengangguk kepalanya dengan patuh. "Iya mama, Alan berjanji."

Ibu Alan tersenyum, mendekat dan mencium dahi putranya. Menangis dengan resah.

Alan pun berlari ke sebuah tangga dan berbalik badan, melihat sang ibu yang memberikan ciuman jarak jauh untuk terakhir kalinya.

Air mata terus mengalir di pipi mereka, mengetahui jika ini adalah saat-saat terakhir mereka saling bertemu.

Ibu nya memberikan kode agar Alan cepat naik dan anak kecil itu dengan patuh menuruti perkataan sang ibu.

Sementara wanita itu, meraih pistol miliknya dan pergi mengendap-endap keluar untuk menebak beberapa pria itu.

Naas, ibu Alan tertembak setelah berhasil menembak salah satu dari mereka.

"Ibu!." Alan langsung menutup mulutnya. Hati kecilnya hancur ketika melihat mereka membunuh ibunya, sama seperti mereka membunuh ayah dan adiknya.



Saat itu Alan melihat semuanya dari jendela balkon dan setelah melihat semua kejadian itu, anak kecil itu langsung bersembunyi disebuah tangki besar untuk memenuhi janjinya pada sang ibu.

Alan tinggal didalam sana selama dua hari, ia lemas karena terlalu lama menangis, perasaannya hancur dan menahan rasa lapar, juga nyeri di tubuhnya.

Kemudian, saudara laki-laki dari ibunya datang untuk menyelamatkannya. Pria itu adalah seorang bos mafia dan menjadikan Alan juga sebagai seorang mafia karena dia ingin balas dendam pada orang-orang yang telah membunuh keluarganya.

Alan ingin menjadi kuat sehingga tidak akan ada yang bisa menyakitinya. Dengan kehilangan orangtuanya, ia telah kehilangan masa kecilnya dan semua kebahagiaannya. Saat itulah Alan mulai menjalani hidup untuk menjadi lebih kuat.

Flashback off.

"Mama, papa dan adikku, mereka semua dibunuh didepan mataku." Alan terdiam, merintih seperti seorang anak kecil.

Alexa menitikkan airmata dalam diam setelah mendengar masa lalu Alan yang mengerikan dan melihat kondisinya yang rentan.

"Aku ada bersamamu, hilangkan semua rasa sakitmu." Alexa beranjak dan seakan berdiri bertumpu dengan lututnya, lalu menarik Alan kedalam pelukannya.

Alan membenamkan kepalanya di dada Alexa dan berteriak keras, menghilangkan semua rasa sakit yang dia simpan jauh didalam dirinya. Ingatan masa lalunya yang mengerikan berputar dibenaknya dan membuatnya gila dan Alan menangis semakin keras.

Hati Alexa sangat hancur mendengar jeritannya yang rewel. Alexa juga menangis bersama nya dan terus mengusap punggung Alan, naik turun. Semakin erat memeluknya, tak lupa Alexa juga mencium puncak kepala Alan.

Tidak ada yang bisa mengatakan bahwa pria yang tengah memeluk Alexa saat ini adalah seorang bos mafia. Pria yang menakutkan yang tidak berpikir dua kali sebelum membunuh orang dan membuat mereka menderita hingga napas terakhir.

Alexa membiarkan Alan menangis sebanyak yang dia inginkan, karena Alexa tau, menangis itu perlu, maka dia akan mendapat kelegaan setelah menangis.

Setelah beberapa menit kemudian ketika Alan telah berhenti menangis, Alexa melepaskan pelukan mereka dan memberikan ciuman lembut di bibir dan dahi pria itu. "Aku mencintaimu."

Alan menutup matanya dan tersenyum sebagai jawaban, merasa jauh lebih baik setelah menghilang rasa sakitnya.

"Terima kasih, sudah ada untukku." Kata Alan saat Alexa kembali membawa Alan kedalam pelukannya.

"Aku selalu bersamamu, Alan."

"Aku mencintaimu, Sunshine." Alan berbisik dan melepaskan pelukan mereka, menatapnya dengan penuh kasih sayang.

Matanya terlihat merah karena Alan terlalu banyak menangis, tetapi sekarang tidak ada rasa sakit yang ia rasakan.

Alexa mencium dahi dan ke dua kelopak mata Alan. "Sekarang tersenyum lah, kau terlihat lebih tampan jika tersenyum."

BAB 38| SELAI COKLAT

Gadis itu meringis ketika cahaya matahari pagi menggelitik matanya, tetapi saat melihat wajah damai Alan yang tengah tertidur nyenyak, senyuman indah terlihat di wajahnya

Melingkarkan tangan erat di pinggang Alexa, menempatkan wajahnya di lekukkan lehernya, Alan mendengkur pelan, seperti bayi. Napas hangat pria itu menerpa kulit lehernya, membuat seluruh tubuh Alexa merinding. Apalagi Alexa hanya mengenakan baju malam yang sangat pendek dan tipis.

"Aku tidak menyangka kau menyimpan begitu banyak rasa sakit didalam dirimu. Kemarin saat aku melihat begitu bersedih, jiwaku ikut menangis mendengarkan cerita masalalu mu." Alexa berbisik, menatapnya dengan cinta yang besar dimatanya dan dengan lembut membelai rahang tegas Alan.

"Jika aku tau sebelumnya bahwa kau sangat membutuhkan aku, aku tidak akan mengambil banyak waktu untuk langsung menerimamu." Lagi, Alexa kembali berkata dengan suara yang lirih dan kemudian mencium puncak kepala Alan.

Dalam hatinya, Alexa berjanji pada Alan jika dia akan selalu membuat Alan bahagia.

"Aku akan mengisi hidupmu dengan banyak cinta sehingga kamu akan melupakan semua rasa sakitmu." Saat Alexa mengatakan nya, ternyata Alan telah terbangun dan dia mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Alexa.

"Kau sudah bangun?." Alexa terkejut ketika melihat Alan bergerak, berbalik dan menatap kearahnya. Pria itu tiba-tiba menciumnya dengan liar seolah dia sudah merasa lapar. Lidahnya menjelajahi setiap sudut mulut Alexa, sementara tangannya meraba kulit Alexa.

Gadis itu hanya diam dan menikmati ciuman itu, mengerakkan tangannya untuk mencengkram rambut Alan.

"Kau sudah mengisi hidupku dengan banyak cinta, Sunshine. Terima kasih banyak." Alan melepaskan ciuman mereka dan bernapas sebanyak mungkin. Mereka terengah-engah setelah ciuman yang intens itu.

"Tapi sekarang aku akan menunjukan padamu cinta sejatiku."

Alan mengernyitkan dahinya. "Apakah yang sebelumnya itu palsu?."

"Dasar!." Alexa memukul dada bidang Alan dan Alan justru malah tertawa.

"Bagaimana kamu bisa berpikir bahwa cintaku palsu?." Alexa mengeluh.

"Aku hanya bercanda, Sunshine."

"Sekarang bangun dari tubuhku, aku akan menemui pelayan untuk menyiapkan sarapan karena aku sangat lapar." Kata Alexa.

"Bisakah kita bermain sebelum sarapan? Saat ini aku hanya ingin memakan dirimu." Suara serak puraunya terdengar dan ibu jari Alan mengusap bibir bawah Alexa.

Alexa mendorong dada Alan. "Tidak! Sarapan dulu karena aku sangat lapar. Perutku keroncongan, Alan."

Alan mengecup bibir Alexa sekilas. "Oke baiklah, tapi bagaimana kalau kita sendiri yang memasak?."

"Itu ide bagus."

"Setelah itu aku akan memakan mu." Kata Alan lalu menyeringai.

"Siapa yang akan menghentikan mu? Kau bisa memiliki aku kapan pun yang kau mau karena aku milikmu sepenuhnya." Balas Alexa.

Alan beranjak dari sisi Alexa. "Kalau begitu ayo pergi!." Katanya dengan penuh semangat. Melompat dari tempat tidur dan buru-buru membawa Alexa kedalam pelukannya menuju kamar mandi.

***

"Apa kau gila? Turunkan aku sekarang juga." Alexa memukul dada Alan agar pria itu mau menurunkan dirinya.

Pasalnya setelah mereka selesai mandi, Alan kembali menggendong Alexa menuju dapur.

"Aku memang tergila-gila padamu, Sunshine. Tapi aku tidak ingin melepaskan.

"Ah! Tuan, mengapa anda repot-repot sampai datang ke dapur." Seorang koki dan beberapa pelayan menundukkan kepalanya didepan Alan.

"Kalian semua bisa pergi dan pastikan tidak ada seorang pun yang boleh masuk atau pun mengintip." Kata Alan dengan raut wajah datarnya.

"Tapi kami telah menyiapkan sarapan untuk Anda, Tuan dan Nona." Kata koki tersebut.

"Itu untuk kalian saja! Jadi, bisakah kalian pergi?." Tanya Alexa berjalan mendekati lemari pendingin.

Dan ya - koki dan para pelayan pun mengikuti perintah Alan, mereka pergi dari dapur dan memastikan jika tidak ada seorang pun yang mengganggu tuan mereka didalam.

"Kemarin, kita lupa tidak menambah dapur sebagai tempat kita bermain." Kata Alan.

"Jangan khawatir kita masih punya banyak hari untuk menandai setiap tempatnya." Kata Alexa menyeringai.

Mereka membuat sandwich, telur dadar dan smoothie cokelat. Saat itu Alexa sengaja mencelupkan jarinya kedalam toples berisi selai coklat sembari membuat smoothie dan menghisap jarinya secara erotis untuk menggodanya.

"Hentikan, aku akan lupa jika kau sedang menginginkan sarapan dan memilih memakan mu sekarang juga." Alan memperingatinya dengan tegas, dia berdiri disisi lain dan memotong sayuran untuk sandwich.



Alexa menyeringai dan menghisap jarinya lagi setelah mengambil selai. Alan berjalan menghampirinya dengan langkah panjang dan langsung memeluk pinggangnya, membuat Alexa merasa gemetar dengan sentuhannya, seperti biasa.

"Sekarang aku akan memakan mu, barulah setelah itu kita sarapan."

"Baiklah, karena aku sudah baru saja memakan salad, jadi sekarang aku tidak lapar." Alexa lalu menggigit bibir bawahnya dengan seksi.

Tangan Alan meraba hingga ke punggung Alexa dan melepaskan bra yang gadisnya itu kenakan, tangannya yang lain masih memeluk pinggang Alexa. Alan melemparkan bra itu kelantai dan menyeringai lebar.

Tangannya beralih membuka kaos dengan size besar yang Alexa kenakan. Dan berbinar ketika melihat dua buah kembar yang sangat ia inginkan. "Kau sangat cantik! Sekarang aku akan meletakkan selai ini disini dan menjilatinya."

Pria itu meraih toples berisi selai dan langsung menuangkannya di atas buah kembar Alexa tanpa ragu dan gadis itu juga terlihat tak merasa keberatan.

Setelah dirasa cukup, Alan kembali meletakkan toples tersebut, membungkuk badannya dan mulai menjilati buah kembar Alexa sebelum akhirnya, menghisapnya dengan liar dan lapar.

Alexa mengerang merasakan kenikmatan yang luar biasa, kepalanya mendongak, sementara tangannya menekan kepala Alan.

"Aku ingin seperti ini setiap pagi, Sunshine." Bisik pria itu didekat bibir Alexa.

Mengoleskan coklat dibibir Alexa dan menyedotnya. Selain mencicipi coklat Alan juga sekaligus mencium bibir Alexa. Menarik tengkuk nya agar semakin mendekat. Dan tubuh mereka saling menempel.

Lalu Alan dengan cepat membalikan tubuh Alexa dan membuat gadisnya itu membungkuk kedepan, dengan posisi tubuh Alexa berada diatas meja.

Tangan Alan mencengkram leher Alexa, membuat tubuh gadis itu terdongak keatas. Sementara tangannya yang lain meraih toples dan menuangkan selai coklat itu ke punggung Alexa hingga selai tersebut menetes di pant** nya. Tak menunggu waktu yang lama, Alan pun mencondongkan tubuh kedepan untuk menjilat dan menghisap coklat yang berada di punggung Alexa, membuat terkekeh geli sekaligus mengerang, dia sangat menikmatinya.

Seakan tak bisa diam, tangan Alan membuka kancing celana pendek Alexa dan melepaskannya, tak ketinggalan juga celdam Alexa dan menariknya kebawah dengan bantuan kakinya. Selain itu, Alan juga melepaskan celaka boxernya sendiri.

Pria itu memasukan kejantanannya dari belakang tanpa memberikan peringatan apa pun pada Alexa dengan mencengkram pinggul gadisnya itu.

"Arrghh." Alan mendesah begitu miliknya baru saja dimasukkan, setelah memasukan miliknya kedalam inti kewanitaan Alexa sepenuhnya, Alan berbisik. "Aku mencintaimu, Sunshine."

BAB 39| ANGGOTA BARU

Setelah sesi bercumbu yang liar dan penuh gairah didapur, mereka berbaring di atas lantai dapur, berpelukan, berciuman dan saling membisikan hal yang manis.

"Menurutku sebelum sarapan kita harus mandi." Kata Alexa mengubah posisinya menjadi duduk.

Dan Alan pun juga ikut duduk setelahnya. "Baiklah, kau mandi dulu, sampai nanti aku akan menyiapkan sarapan untukmu." Alan memberikan ciuman yang lembut di kening Alexa.

Dia tersenyum, mengecup bibir Alan sekilas dan beranjak dari duduknya. Saat itu Alexa masih tengah dalam keadaan telanjang, jadi Alan mengangumi tubuhnya yang sempurna dan kencang.

"Jika kau terus menatapku, aku mungkin jadi malas untuk memakai pakaian ku." Kata Alexa.

Alan pun ikut berdiri sembari mengenakan kemeja santainya.

**

Ya - seperti inilah, mereka menghabiskan sepanjang minggu diatas kapal pesiar untuk saling bercinta tanpa batas. Tak hanya itu juga sebenarnya, di sana mereka juga melakukan beberapa aktivitas yang menghibur, seperti challenge dance, menonton film romantis bersama, berenang dan memasak bersama, memberikan pelayan dan koki menganggur karena Alexa menginginkan memasak makanan untuk mereka sendiri.

Minggu ini dipenuhi dengan cinta, tidak ada pekerjaan dan hanya ada cinta. Mereka seakan hidup dalam mimpi dan belum pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Mereka berdua tidak pernah menyangka bahwa hidup mereka akan menjadi begitu indah suatu hari nanti. Setiap momen kebersamaan mereka terasa spesial dan berharga.

Dan setelah liburan panjang itu, mereka akhirnya pulang ke mansion Alan setelah menghabiskan hari-hari terbaik dalam hidup mereka yang tidak akan pernah mereka lupakan. Helikopter yang mereka naiki telah mendarat diatas helipad di rooftop dan mereka melangkah keluar dengan bergandengan tangan, saling bertukar senyuman dan menatap kearah satu sama lain dengan penuh kasih sayang. Mata mereka berbinar dengan hasrat yang mendalam.

Justine menyambut kedatangan mereka dengan beberapa pria dibelakangnya. Dia bisa melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah Alan dan Alexa.

"Bagaimana liburan kalian, Bos?." Tanya Justine, mereka berdua tersadar dari dunia mereka sendiri dan menoleh kearah Justine.

"Sangat bagus." Sebelah tangan Alan menyentuh bibir Alexa. Dan gadis itu tersenyum puas.

Justine menggelengkan kepalanya. "Astaga! Saya benar-benar tidak mempercayai ini bos. Anda adalah bos yang tidak pernah tersenyum."

"Anggap saja ini karena keajaiban cintaku, Justine. Jangan lupa berterima kasihlah padaku." Kata Alexa dengan sombongnya, sambil menunjuk kearah dirinya sendiri.

"Ya, kau benar. Aku berterima kasih padamu, Alexa. Kau telah melakukan sesuatu yang kupikir itu mustahil." Kata Justine, tanpa sungkan berbicara seperti itu didepan Alan dan diam-diam anak buah Alan juga tertawa mendengar perkataan Justine.

"Selama aku pergi, apa ada sesuatu yang tidak beres?." Tanya Alan, mengalihkan topik pembicaraan mereka.

"Bos, anda baru saja pulang dari berlibur. Lebih baik anda beristirahat terlebih dahulu." Kata Justine menyarankan.

Alan hendak mengatakan sesuatu, tetapi Alexa telah lebih dulu menyela. "Justine benar, kau baru boleh bekerja setelah beberapa hari."

"Baiklah, seperti apa yang kau katakan, Sunshine." Alan mencondongkan tubuhnya kedepannya dan mencium bibirnya dengan lembut.

Justine dan yang lainnya menatap Alan dengan tatapan tak percayanya. Mereka benar-benar terkejut setelah melihat tranformasi bos mereka yang luar biasa dan mengejutkan.

Ya - mereka sangat terkejut melihat bos mereka yang biasanya terlihat kasar dan sombong, kini bersikap manis dan penuh kasih sayang. Mereka merasa jika semua ini hanya seperti sedang bermimpi.

"Gadis itu telah mengubah bos kita sepenuhnya." Salah satu anak buah Alan berbisik pada rekannya.

"Bos, saya lupa memberitahu anda tentang hal yang paling penting. Paman Erick akan datang malam ini." Setelah mendengar apa yang Justine katakan.

Terlihat raut wajah Alan semakin berbinar bahagia.

"Dia kembali setelah bertahun-tahun. Aku tidak sabar untuk bertemu dengannya." Kata Alan terlihat begitu antusias dan tidak sabaran.

"Kau tau, Sunshine. Paman Erick sudah seperti tuhan bagiku. Dia menyelamatkan aku, membesarkan aku dan membuatku begitu kuat seperti sekarang. Aku bisa seperti ini, semua karena dia." Alan memeluk pinggang Alexa dan mereka berjalan bersama hingga masuk kedalam kamar.

Alexa lebih banyak diam dan mendengarkan Alan yang tengah bercerita tentang paman nya itu.

"Aku juga sangat berterimakasih padanya karena dia telah menyelamatkan aku." Sambung Alan dan mendudukkannya dirinya diatas kursi sofa.

Sementara Alexa duduk disampingnya dan pria itu menarik pinggang Alexa agar duduk lebih dekat dengannya. "Dia juga pasti akan berterima kasih padamu karena telah memberikan kebahagiaan didalam hidupku."

Alexa mengangguk dan menunjukkan senyum hangatnya. "Aku mencintaimu."

"Aku juga sangat mencintaimu, Sunshine." Alan menyentuh dagu Alexa, mengangkatnya dan memberikan ciuman yang lembut tetapi menuntut.

Alexa bergerak, berpindah posisi duduknya menjadi duduk diatas pangkuan Alan, tanpa melepaskan ciuman bergairah mereka.

Pinggul sedikit bergoyang maju mundur, dan menggesekkan dirinya menyentuh milik Alan.

Begitu pula sebaliknya, tangan Alan meraba bagian punggung Alexa dan saat itu mereka kembali bermain, tanpa merasa bosan sedikitpun.

Sore harinya, Alan menyambut kedatangan pamannya dengan pelukan hangat dan senyuman diwajahnya. Mengenakan setelan jas abu-abu yang rapi, pria itu tetap terlihat tampan meski saat ini dia telah berumur 50 tahun, Erick terlihat lebih muda dari usianya.

"Senang bertemu dengan paman setelah bertahun-tahun dan harus aku akui, paman terlihat lebih awet muda." Alan memujinya saat mereka telah melepaskan pelukan.

Erick menepuk pundak Alan dan buka suara. "Keponakanku, kau juga tampan seiring berjalannya waktu. Paman senang sekali, sepertinya kau sedang bahagia." Kata Erick.

"Aku baru saja memanggilnya. Mungkin, sebentar lagi dia akan datang." Alan meminta Erick untuk duduk dan menunggu pelayan memanggil Alexa untuknya.

Alan juga ikut duduk bersebrangan dengan Erick.

"Paman tau? Aku sangat beruntung memiliki dia, itu karena dia berbeda dengan gadis lainya. Dia seorang gadis yang tangguh dan luar biasa. Dia seperti malaikat dalam hidupku. Sepertinya yang paman lihat, dia telah mengubahku." Alan mulai bercerita tentang Alexa pada pamannya, karena dia memang benar-benar bahagia memiliki Alexa

BAB 40| "Kamu hanya milikku."

Alexa berjalan menuju ruang tamu yang megah dengan gaun merah seksinya dan saat pandangan Erick tertuju padanya, matanya berkilauan dengan nafsu. Alan dan Alexa saling tersenyum hingga gadis itu duduk disamping Alan.

Erick memperhatikan dari kaki hingga wajah Alexa, bahkan buah dada gadis itu yang menggoda, tanpa rasa malu.

Dua insan yang saling jatuh cinta itu tak tau jika alasan Erick datang ke tempat mereka adalah karena dia berniat ingin menghilangkan Alexa dalam kehidupan Alan, tetapi begitu melihat betapa menggodanya Alexa, pria berumur 50 tahun itu menyeringai jahat. Dia bersumpah untuk membawa Alexa kekamarnya. Erick memang jahat, tetapi Alan tidak menyadari hal itu.

Alan mengira jika Erick menyayangi dirinya seperti kedua orang tuanya dan dia tidak tau bahwa Erick selama ini hanya memanfaatkannya untuk keuntungan bisnisnya saja. Erick sungguh tidak peduli dengan kebahagiaan Alan.

Alan meraih tangan Alexa dan menggenggamnya dengan erat. "Paman, dialah gadis yang menjadi alasan dari semua kebahagiaan ku. Namanya Alexa Veronica." Alan memperkenalkan Alexa pada Erick setelah menatapnya dan kemudian kembali mengarahkan pandangan pada Alexa yang sedang menatap dirinya dengan senyum indah diwajahnya.

Alan memberikan kode dari tatapannya agar Alexa menyapa pamannya.

"Hai, paman. Aku Alexa." Kata gadis itu tersenyum hangat.

"Halo, Alexa." Erick tersenyum dan menyambut sapaan nya dengan sopan. "Terimakasih banyak telah mengisi kehidupan hidup keponakanku dengan kebahagiaan. Aku belum pernah melihat dia sebahagia ini sebelumnya." Pria itu bertingkah seperti orang baik didepan Alan, seperti biasanya.

"Dia juga telah mengisi hidupku dengan kebahagiaan yang luar biasa, paman." Jawab Alexa dan kemudian tersenyum pada Alan.

Erick sengaja menjatuhkan ponselnya ke lantai untuk melihat kaki jenjang Alexa yang seksi. Pria itu membungkuk untuk mengambil ponselnya dan menatap kaki Alexa dengan sebuah seringaian mengerikan diwajahnya.

"Aku mencintaimu." Alan menyentuh dagu Alexa dan mengecup bibir Alexa singkat.

Ketika Erick telah menegakkan punggungnya dan duduk seperti semula, ia tiba-tiba merasa cemburu melihat kedekatan mereka berdua. 'nikmatilah, karena sebentar lagi, aku yang akan menikmati bibirnya.' Batin Erick sambil menatap mereka berdua.

***

Alexa saat itu tengah merekam vidio untuk blognya dan pintu kamarnya sedikit terbuka. Erick yang kebetulan saat itu berniat mengunjungi Alexa pun berhenti didepan pintu dan melihat kedalam kamar.

"Aku sangat menginginkan dia." Katanya bermonolog. Pria tua itu memperhatikan belahan dada Alexa dan kakinya yang seksi dengan pandangan penuh nafsu.

Erick bergegas pergi dari depan kamar Alexa ketika ia merasa jika Alan hendak membuka pintu kamarnya yang bersebelahan dengan Alexa.

Dari balik lemari yang ada didepan kamar Alexa, Erick memperhatikan jika Alan masuk kedalam kamar Alexa.



Sementara itu di dalam kamar. Alexa mendongak begitu ia menyadari kedatangan Alan. Gadis itu beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan menghampiri Alan.

Alan tersenyum dan melingkarkan tangannya di pinggang Alexa begitu gadis itu mendekatinya. Alan membungkuk guna mencium pipi Alexa. Dan Alexa tersenyum nakal.

"Oh ya, Alan. Ngomong-ngomong.... pamanmu tampan juga, dia terlihat awet muda dari usianya." Alexa mengedipkan sebelah matanya, bermaksud menggoda Alan.

Namun, ternyata Alan justru tidak merasa cemburu dengan apa yang baru saja dirinya katakan. "Tentu saja dia tampan."

Alexa tidak mau menyerah, dia ingin membuat Alan cemburu dengan perkataan. "Dia lebih tampan darimu, bahkan jika perlu, seharusnya aku telah lebih dulu mengenal dia." Alan meminta Alexa diam dengan langsung membungkam mulut gadis itu dengan ciuman yang mendalam. Menekan tengkuknya, sementara tangannya yang berada di pinggang semakin memeluk Alexa dengan erat. Alan mencium dan menggigit bibirnya dengan posesif.

"Kau hanya milikku, Sunshine." Kata Alan setelah melepaskan ciuman mereka dan bernapas di dekat bibir gadis itu, sebelum akhirnya menciumi bibir itu lagi.

Alexa menyeringai penuh semangat karena dirinya ingin melihat reaksi Alan yang seperti ini. Alexa ingin melihat sisi posesif Alan.

Alan membelai paha mulus Alexa, memasukan kedalam celah dress minim gadis itu. Membuat Alexa menggigil karena sentuhannya. Alan menggenggam paha Alexa dan mengangkat kakinya. Meletakkan lutut Alexa sejajar dengan pinggul Alan.

Pria itu masih mencium bibir Alexa dengan penuh gairah.

Setelah ciuman mereka terputus dan di sela-sela napasnya yang terengah-engah. Alexa buka suara. "Aku lebih menyukai Mafia ku yang posesif."

"Jangan berani-berani menganggu sisi liar ku, Sunshine." Alan memperingatinya dengan tegas, mencengkram rahang tak seberapa milik Alexa.

Alexa menyeringai jahat dan berjinjit guna berbisik ditelinga Alan. "Kau tau, aku tidak takut pada siapa pun, Tuan Tampan."

"Jadi, apakah kau ingin melihat sisi liar aku?. Tanya Alan dan Alexa menganggukkan kepalanya dengan senyuman riang diwajahnya.

"Aku ingin sekali melihat sisi liarmu." Alexa menyeringai dan menggoda Alan.

Barulah setelah itu, Alan menyerang leher Alexa dan membuat sebuah tanda kepemilikan disana. Alexa mengerang, meremas rambut Alan, matanya tertutup dan kepalanya mendongak ke atas, memberikan akses pada Alan untuk menciumi ceruk lehernya. Alexa merasa sangat luar biasa ketika Alan meninggalkan sebuah tanda cinta dilehernya. Pria itu menempatkan beberapa ciuman disana.

"Hari ini aku akan menandai setiap inci tubuhmu dengan cintaku, Sunshine." Kata Alan berbisik.

Mata Alexa terbuka, ia tersenyum dan tangan meraba kejahatan Alan. "Aku mau yang ini." Kedua saling pandang dan tersenyum.

Kemudian Alan menarik tali dress Alexa dan langsung menyerang bahunya. Dia menggigit bahu Alexa, memijat buah dadanya. Sementara Alexa mengerang karena kenikmatannya terasa luar biasa.

Dalam beberapa menit, mereka telah berada diatas tempat tidur dengan tubuh keduanya yang telanjang dan pakaian mereka yang berserakan di lantai. Alan meninggalkan bekas ciuman di sekujur tubuh Alexa. Tak ketinggalan pria itu juga memberikan tanda cintanya di kedua buah dada Alexa.

Saat ini Alan tengah merabanya dan menggigit klisto Alexa. Alexa mendesah kegirangan sambil meremas spreinya, itu karena Alan selalu bisa membuatnya merasa terbang saat bermain.

"Ahhhmm.... aku mencintaimu, Alan." Alan tersenyum, merangkak mendekati bibir Alexa.

"Kau hanya milikku, Sunshine. Dan aku sangat mencintaimu.

***

Di sisi lain, Erick tengah memerintahkan seseorang melalui sebuah panggilan telepon. Pria itu nampak mengendap dan berkata lirih. "Aku ingin semua informasi tentang dia!." Perintahnya pada seseorang di balik telpon.

Setelah memerintahkan hal tersebut pada seseorang, Erick langsung memutuskan sambungan telepon mereka secara sepihak.

Menatap kearah foto Alan yang terpajang didinding. "Bagaimana pun aku menginginkan gadis itu, Alan. Paman minta maaf, tapi kau harus melupakan dia demi pamanmu ini. Apa kau tidak mengorbankan gadis itu demi paman?." Erick menyeringai jahat. "Tapi jangan khawatir, Alan. Kau tidak perlu mengorbankan dia karena aku punya cara untuk merebutnya darimu." Lagi, Erick tersenyum dan dalam memuji kecerdikannya sendiri.

**

Saat itu, Alan, Alexa dan Erick tengah menikmati makan malam bersama, sementara para pelayan berdiri di pinggir, bersiap jika tuan mereka membutuhkan sesuatu.

Erick yang tak bisa mengalihkan pandangan dari Alexa, tak sengaja melihat tanda ciuman di leher gadis itu dan menggenggam sendoknya dengan kuat karena merasa cemburu.

"Paman, nikmati semua hidangannya dan jika kau menginginkan sesuatu, katakanlah pada para pelayan." Kata Alan menawarkan.

Erick hanya mengangguk kecil dan tersenyum.

'Alan, aku akan merebut gadis ini darimu'. Batin Erick .

BAB 41| TIDAK BERDAYA

Dimalam hari, Alexa tengah menunggu kedatangan Alan dengan berbaring diatas tempat tidur, lengkap dengan pakaian seksinya.

Ting!! Sebuah pesan berdenting dari ponsel Alexa..

Alan: Maaf, Sunshine. Aku terjebak dalam beberapa pekerjaan mendadak. Aku sudah pasti terlambat, sebaiknya kau tidur sekarang dan selamat malam, Sunshine.

Alexa menekuk bibirnya kesal setelah membaca pesan itu. Dengan cemberut, gadis itu membalas pesan Alan.

Alexa: Tapi aku tidur didalam pelukan hangatmu.

Alan: Aku benar-benar minta maaf, besok aku baru bisa pulang. Aku janji.

Alexa: Ini pertama dan terakhir kau meninggalkan aku.

Alan: Jika aku melakukan ini lagi, apa yang akan kau lakukan?.

Alexa: Aku akan menghukummu dengan sangat keras.

Alan: Benarkah?.

Alexa: Ya, kau tau jika aku sangat kasar..

Alan: Aku sangat takut. Bolehkah aku mengetahui hukuman apa itu?.

Alexa: Aku tidak akan membiarkanmu memeluk atau menciumku.

Alan: Baiklah, Sunshine. Ini yang terakhir, aku sudah harus bekerja sekarang. Selamat malam dan mimpi indah. Aku mencintaimu, Sunshine.

**

Larut malam sekali, Alan pulang dengan keadaan berantakan. Ia sengaja menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat agar malam ini dia bisa pulang cepat dan menemani tidur Alexa.

Masuk kedalam kamarnya, Alan tersenyum melihat gadisnya itu, yang tengah tertidur pulang dan tetap terlihat cantik. Pria itu menahan rasa ingin memeluk Alexa karena ia perlu membersihkan dirinya terlebih dahulu.

Dan barulah setelah itu, Alan melemparkan tubuhnya di samping Alexa dan memeluk gadisnya itu dari belakang.

Pagi-pagi sekali, Alan terbangun lebih awal dan kembali pergi bekerja sebelum Alexa bangun. Pria itu juga sengaja tidak membangunkan Alexa karena ia tidak ingin menganggunya.

Itu karena Erick sengaja membuat Alan sibuk ditempat kerja.

Sementara itu, Alexa terbangun dan terlihat sedih ketika dirinya tidak menemukan keberadaan Alan. Alexa meraih ponsel dari atas nakas dan ingin menghubungi Alan.

Namun, saat itu pandangannya tertuju pada selembar kertas yang di lipat diatas meja nakas. Alexa mengambilnya dan senyum muncul diwajahnya saat membaca baris pertama pesan yang ditinggalkan untuknya.



[Selamat pagi, Sunshine.

Aku tau kau akan marah karena aku meninggalkan mu sendirian pagi ini.

Sebenarnya aku ada pekerjaan penting. Aku akan pulang malam nanti dan kita akan menghabiskan waktu bersama setelah itu.

Dari orang yang paling kau cintai 'Alan']

Alexa mencium kertas itu, dan menyimpannya didalam laci setelah melipatnya dengan benar.

**

Sementara itu di sisi lain, Erick telah mendapatkan informasi mengenai Alexa dan dia tersenyum jahat.

"Sekarang aku akan mengajakmu kekamar ku, Alexa Veronica." Kata Erick, pandangan tertuju lurus kedepan dan ia menyeringai.

*

Sore harinya, Erick mengetuk pintu kamar Alexa. Dan Alexa membuka pintu, sialnya saat itu Alexa mengenakan crop top seksi dan celana denim pendek. Membuat mata Erick berkilau karena nafsu.

"Alexa, paman ingin membicarakan sesuatu yang penting tentang Alan." Kata Erick dengan serius, mengendalikan keinginannya. Dahinya mengernyit, terlihat khawatir.

Alexa mengangguk dan menyingkir untuk memberikannya jalan. Mengizinkan Erick masuk kedalam kamarnya.

"Silakan, paman masuklah." Kata Alexa, begitu Erick masuk. Gadis itu menutup pintu dan mempersilahkan Erick duduk diatas kursi sofa.

"Apa-apaan ini, paman?.". Alexa mengernyit, marah. Begitu Erick tiba-tiba menunjukkan sebuah video dimana bibinya tengah diikat di sebuah kursi.

"Paman menculik bibimu." Erick memberitahunya dan tersenyum.

Alexa beranjak dari duduknya. "Kenapa? Kenapa paman malah menculik bibiku? Sebenarnya apa tujuan paman?." Alexa bingung, kaget dan ia juga sangat marah pada Erick.

Sementara Erick justru menyeringai dan menatapnya dengan tatapan penuh nafsu. "Jika kau ingin menyelamatkan Bibimu, kau harus meninggalkan Alan dan menjadi milikku."

Mata Alexa melebar karena terkejut. "Dasar kau bajingan." Alexa bergegas mengeluarkan pistol dari dalam lacinya dan mengarahkannya pada Erick. Amarah terlihat tak bisa terkendali. "Bagi Alan, kau seperti dewa dan kau justru melakukan hal ini? Menjijikan! Aku akan membunuhmu sekarang juga karena kau telah berkhianat darinya, kau menculik bibiku dan merebutku dari Alan. Aku benar-benar akan membunuhmu." Alexa mengancam dan menguatkan pegangan pada pistolnya.

Erick mencoba merebut pistol dari tangan Alexa. Gadis itu mencoba untuk mempertahankan pistolnya, namun pada akhirnya Erick dapat merebutnya dari tangan Alexa.

"Kau gadis yang cerdas, Alexa. Tapi aku lebih pintar darimu." Erick mengerakkan tangannya kearah Alexa, dan Alexa menepis tangan pria itu.

"Aku tidak perduli." Alexa geram melihat Erick.

Pria itu meraih tangan Alexa dan menggenggamnya. "Karena sudah membuat kesalahan dengan meneriaki dan mengancamku, kau akan mendapatkan hukuman."

Alexa memutar bola matanya, malas. "Aku tidak peduli, aku akan melaporkan semua ini pada Alan." Kata Alexa tanpa rasa takut dimatanya.

Mendengar hal itu, Erick menelpon seseorang. "Potong semua jari wanita itu."

"Berhenti! Apa yang kau inginkan?." Tanya Alexa, ia benar-benar tidak berdaya jika bibinya telah dijadikan bahan ancaman oleh Erick.

Sementara itu, Erick tersenyum penuh kemenangan. "Sekarang bertingkahlah seperti gadis yang baik." Erick mendekatkan dirinya pada Alexa dan memberikan tatapan yang mengerikan. "Aku sudah bilang padamu, aku menginginkan dirimu dan kau harus meninggalkan Alan untukku."

"Kau melakukan kesalahan, Brengsek."

Erick mencengkram rahang tak seberapa milik Alexa dengan kasar. "Jaga bahasamu sebelum berbicara padaku."

"Tidak akan. Kau pantas menerima kata-kata seperti ini, bajingan."

Erick tiba-tiba menampar wajah cantik Alexa dengan sangat keras hingga gadis itu terjatuh diatas lantai.

Dahi Alexa membentur meja dan darah mengalir keluar. Namun, Erick tak berhenti sampai di situ saja. Pria itu membungkuk dan menarik rambut panjang Alexa.

"Sekarang apa kau mengerti?." Tanya Erick dan masih menarik rambut Alexa.

"Ya, aku mengerti kalau ternyata kau brengsek." Alexa benar-benar tidak takut dengan Erick dan karena hal itu juga pipi Alexa kembali mendapatkan tamparan dari tangan besar Erick.

"Kau akan menyesal karena keberanian mu ini. Ingat kata-kataku ini!." Erick mengancam.

"Aku akan memanggilmu bajingan karena kau memang bajingan."

"Ya, aku suka dengan keberanianmu ini. Tapi sebentar lagi aku akan mengajarimu sopan santun." Erick melepaskan cengkraman tangannya dari rambut Alexa dan kembali berdiri tegak.

Alexa juga bangkit dari lantai dan melayangkan tatapan tajamnya kearah Erick.

"Aku hanya akan memberimu waktu dua hari, untuk mengubah cinta pada Alan menjadi sebuah kebencian, sehingga dia akan mengusirmu dari mansion ini. Dan jangan berani menceritakan hal ini pada Alan." Erick memperingatinya dengan mengarahkan jari telunjuk pada Alexa.

Pria itu tiba-tiba memasangkan sebuah kalung pada leher Alexa secara paksa. "Kalung ini memiliki mikrofon dan kamera, jika kau membuat rencana dibelakang ku, ingatlah jika bibimu masih ada bersama ku."

"Ngomong-ngomong, aku juga sudah memasang kamera dimana-mana. Jadi jika kau sok pintar, aku akan membunuh bibimu." Sambung Erick, sembari memperhatikan Alexa yang sudah mengenakan kalung tersebut.

"Kau akan menyesal." Kata Alexa pada Erick.

"Kau sendiri yang akan melihat siapa yang akan menyesal." Setelah itu, Erick pergi meninggalkan kamar Alexa.

"Dasar kau bajingan." Alexa berteriak dan melemparkan vas bunga ke lantai dengan marah.

***

Alan mengetuk pintu dan memanggil Alexa dari luar kamar. Alexa yang mendengarnya pun bergegas beranjak dari atas tempat tidurnya. Ia ingin membuka pintu, memeluk Alan dan menceritakan semua tentang pamannya. Tetapi ia takut dengan ancaman Erick, jika pria sialan itu benar-benar mencelakai bibinya, ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri.

Alexa pun menarik napasnya dalam-dalam. "Alan, pergilah dari sini, aku tidak ingin berbicara denganmu." Teriaknya dari dalam kamar.

"Apa seseorang benar-benar marah padaku? Setidaknya buka pintu ini dulu, Sunshine. Aku akan menebus kesalahanku." Alan mengetuk pintu itu lagi dan entah mengapa air matanya menetes.

"Tidak! Aku tidak ingin membuka pintunya, pergilah dari sini." Teriaknya dan Alexa juga ingin menangis.

"Aku mohon, Sunshine."

"Tidak Alan, jangan memaksaku. Aku tidak suka." Lagi, Alexa kembali menolaknya.

"Baiklah kalau itu yang kau mau, aku minta maaf." Alan kecewa dan ia pun pergi dari depan kamar Alexa. Pria itu berpikir bahwa Alexa marah karena dirinya tidak memberi waktunya pada Alexa.

Sementara itu didalam kamar. Air mata Alexa benar-benar mengalir di pipinya. Dia sangat ingin membuka pintu dan menghentikannya pergi, tetapi Alexa tidak bisa. Gadis itu belum pernah merasakan begitu tidak berdaya nya dirinya ketika menghadapi masalah.

Saat Alan telah pergi dari depan kamarnya, Alexa melemparkan semua barang kelantai dengan marah.

"Aku akan membunuhmu, Erick." Alexa mengeluarkan pistolnya dari laci yang lain.

Dan berjalan bergegas menuju kamar Erick. Alexa menyeringai ketika ia mendapati jika Erick tengah tertidur di atas tempat tidurnya. Ia berjalan mendekati tempat tidur dan mengarahkan pistolnya pada Erick.

BAB 42| MERASA CURIGA

Namun, saat itu Erick terbangun dan mengambil ancang-ancang untuk menendang pistol Alexa. Karena pikiran Alexa terlalu tertuju pada Erick, ia pun tidak sadar ketika pria itu menendang pistolnya.

Pistol itu melompat dan terjatuh cukup jauh dari Alexa. Erick segera turun dari atas tempat tidur dan menggenggam tangan Alexa, memutarnya ke belakang punggung gadis itu.

"Dasar jalang! Apa kau tidak mengerti kata-kataku? Sekarang kau akan mengerti." Sebelah tangan Erick meraih pistol dari keranjang buah yang berada di atas nakas.

"Aku tidak takut padamu, brengsek." Alexa membentaknya, berusaha melepaskan diri dari cengkraman Erick yang kuat.

"Kau akan takut." Erick memasukan pisau kedalam atasan hitam Alexa dari depan dan menekan ujung yang tajam ke perut Alexa.

Gadis itu merasa kesakitan, tetapi dia tidak berteriak. Alexa memejamkan matanya dan mengepalkan tangannya untuk menahan rasa sakitnya. Alexa tidak ingin menunjukkan dirinya lemah dihadapan Erick.

Erick terkejut karena ia mengira Alexa akan berteriak dan memohon maaf padanya. Tetapi ia tidak menyadari kekuatan Alexa.

Erick menjadi semakin marah dan menekan luka itu dengan kasar setelah melemparkan pisau, karena ia tidak melihat Alexa menangis dan mengemis padanya. Tetapi, tetap saja. Alexa tidak berteriak dan hanya menerima semua siksaan darinya dengan memejamkan mata dan mengepalkan tangannya. Darah mengalir keluar dari lukanya dan menetes kebawah.

"Pergilah dari sini dan jangan berani melakukan ini lagi. Jika kau ketahuan melakukan ini lagi, aku tidak segan untuk menyakiti bibi mu." Erick memperingatinya dengan tegas.

"Brengsek!." Alexa membentak sebelum keluar dari kamar Erick.

Ketika akan kembali kekamarnya sendiri, Alexa justru bertemu dengan Alan di koridor. Gadis itu menghiasi Alan dengan mempercepat langkah kakinya karena dia ingin menyembunyikan lukanya. Namun, Alan telah lebih dulu menghentikannya dengan menggenggam tangan Alexa dari belakang.

"Masih marah?." Tanya Alan dengan lembut, pria itu berdiri menghadap kearah Alexa. Menarik atasannya kebawah untuk menyembunyikan lukanya dari Alan. Darahnya menetas dan Alexa melawan rasa sakitnya dengan air mata.

Gadis itu sangat ingin memeluk Alan dan menceritakan semuanya, dia tidak ingin menyembunyikan hal ini dari Alan. Dia tidak bisa berbohong pada Alan dan menyakiti Alan dengan bersikap kasar padanya.

"Alan, aku sedang tidak ingin berbicara denganmu! Kenapa kau tidak bisa mengerti? Sekarang lepaskan tanganku!." Alexa menarik tangannya dan langsung berjalan pergi meninggalkan Alan.

Namun, luka didahi Alexa menarik perhatian Alan, saat pria itu menatap wajah Alexa. Dahinya mengernyit dan merasa khawatir.

Alan mengejar Alexa, menarik tangan gadis itu agar menghadap kearahnya dan Alan langsung memberikan kecupan didahi gadis itu.

Bersamaan dengan itu, Alexa menutup matanya. Setetes air mata berhasil mengalir di pipinya. Tetapi Alexa langsung menghapusnya dan membuka matanya.

"Bagaimana ini bisa terjadi, Sunshine?." Tanya Alan, jelas terlihat jika dia khawatir dan Alan juga menangkup wajah Alexa dengan kedua tangannya.

Alexa menahan airmatanya dan mengepalkan tangannya. "Itu bukan urusanmu, kau hanya akan tetap sibuk dengan pekerjaanmu." Alexa mendorong Alan agar menjauh, dan dia segera berlari dari tempat itu sebelum Alan bisa menghentikannya lagi dan melihat luka di perutnya.

Alan terkejut dan bingung melihat tingkah Alexa yang seperti ini. Namun, tiba-tiba matanya melebar ketika melihat tetesan darah di lantai. Pikirannya menjadi curiga sekarang, dan bahkan lebih mencemaskan Alexa.

"Aku tau ada yang dia sembunyikan dariku, luka didahi, amarahnya yang tidak stabil, dan sekarang darah ini. Apa yang kau sembunyikan dariku, Sunshine. Dan mengapa?."Alan bermonolog sembari menatap darah itu dengan curiga dan cemas.

Indra keenamnya mengatakan padanya bahwa ada sesuatu yang mencurigakan.

Setelah beberapa saat, Alan masuk kedalam kamarnya sendiri dan berjalan menuju sebuah lemari kecil, membuka sebuah laci guna mengambil sebuah kunci cadangan.

Setelah memegangnya, Alan diam-diam masuk kedalam kamar Alexa. Dan begitu masuk, Alan mendapati jika Alexa tengah berdiri dibawah shower kamar mandi yang sebagian dindingnya transparan, gadis itu berdiri menghadap dinding dan menyandarkan kepalanya didinding. Air mengalir menuruni tubuh seksinya. Alexa benar-benar telanjang dan karena itulah terpancar nafsu dari mata Alan saat melihat tubuhnya yang basah, air itu menetes kebawah hingga pant*** nya yang bulat dan kaki jenjangnya. Setelah melihat seperti ini, Alan seakan melupakan segalanya.

Pria itu berjalan menuju kamar mandi dan melepaskan pakaiannya.

Sementara itu, Alexa yang menyadari kehadirannya, membuat ia terkejut dan jantungnya berdegup kencang. Dia meletakkan tangannya didinding.

Alan berjalan kearah Alexa, berdiri dibelakang gadis itu dan meletakan tangannya di atas tangan Alexa yang ada didinding. Pria itu tanpa ragu lagi, menempelkan tubuhnya pada tubuh Alexa yang basah dari belakang. Membuat tubuh mereka berdua terbakar oleh hasrat yang mendalam. Sentuhan itu membuat mereka merasa nyaman.

"Apa yang kau sembunyikan dariku, Sunshine?." Alan membungkuk badannya dan meletakan dagunya dipundak Alexa, bertanya didekat telinga Alexa dengan nada berbisik.

Saat napas hangat Alan membelai kulit Alexa, sebuah getaran terasa menjalar ke tulang punggungnya. Gadis itu ingin berbalik dan menciumnya, tetapi dia tetap mati rasa karena tidak punya pilihan lain. Alexa ingin menceritakan segalanya pada Alan, dia merasakan sakit yang luar biasa dihatinya dan merasa sangat tidak berdaya.

Melihat Alexa yang tetap bungkam, Alan memilih mencium ceruk leher Alexa, membuat lutut gadis itu terasa lemas karena sengatan yang timbul setelah merasakan ciuman itu.

"Jawab aku, Sunshine." Alan kembali berbisik didekat telinga Alexa, sebelum akhirnya menggigit titik manisnya dan membangkitkan hasratnya.

Inti kewanitaannya berdenyut karena Alan.

Kedua tangannya menangkup buah dada Alexa dari belakang dan meremasnya, sebelum akhir mencubit puncaknya yang keras dan basah, membuat Alexa mengerang.

Gadis itu benar-benar tersesat dalam sentuhannya, melupakan segalanya. Sentuhan Alan membuatnya gila dan seakan membawa nya ke dunia lain dimana tidak ada seorang pun kecuali mereka, dunia yang hanya di penuhi oleh cinta.

Sekarang salah satu tangan Alan meremas buah dada Alexa, sementara tangannya yang lain menyentuh panggul Alexa, membuat gadis itu tersentak.

"Kau boleh mengabaikan aku, Sunshine. Tapi kau tak bisa menolak sentuhanku." Alan mulai menggosok klisto** Alexa, perlahan dan melupakan segalanya saat dia secara otomatis merentangkan kedua kakinya, memberikan akses untuk Alan.

Alan menyeringai dan menggesek kejantanannya di belahan pant*** Alexa.

Alexa mengerang kuat menikmati semua kenikmatan itu. Alan mencium punggung Alexa dan tangannya masih meremas buah dada Alexa,

**

Di tempat lain, seorang pria terlihat sangat marah, ketika mendengar suara erangan Alexa dari laptop yang ada di mejanya. Kini dia semakin nekat untuk memiliki gadis itu.

Ya - Erick bersumpah akan membuat Alexa mengerang untuknya ketika ia telah memasuki kewanitaannya.

"Setelah aku memberi peringatan, kau masih bermain dengan Alan. Kau harus membayar semua ini, Alexa. Sekarang aku akan menunjukkan siapa diriku yang sebenarnya." Kata Erick dan dia terlihat benar-benar marah.

***

Didalam kamar mandi. Setelah meremas buah dada Alexa, tangan Alan meluncur turun dan sebelum tangan pria itu turun menyentuh luka yang ada di perut Alexa, gadis itu dengan enggan melepaskan tangannya dan menggenggam tangan Alan.



"Aku tidak ingin tinggal bersama mu lagi, kehadiranmu membuat ku tidak aman dan nyaman. Kau akriminal, membunuh orang yang tidak bersalah dan kau juga menyiksa Bibiku. Aku ingin pulang." Air mata segar menetes di pipi Alexa, bercampur dengan air ketika dia mengatakan kata-kata itu.

Beberapa hari yang lalu, Alexa berjanji pada Alan, bahwa dirinya tidak akan pernah pergi meninggalkan pria itu dan sekarang Alexa justru mengingkari janji yang dibuatnya sendiri.

Dan hal itu tentu saja sangat menyakiti Alan. Pria itu tidak pernah berpikir jika Alexa akan mengatakan hal seperti ini padanya. Alan tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada Alexa, tetapi ia yakin jika Alexa berbohong padanya dan melakukan ini untuk mendorongnya menjauh darinya seperti sebelumnya.

Alan berjanji untuk mencari tahu kebenarannya. Ia tahu Alexa menyembunyikan sesuatu dan dia kesakitan menahan itu semua. Alan bisa dengan jelas merasakan rasa sakit dalam suara Alexa dan ketika sebelum mereka bertemu di koridor, ia melihat tatapan mata Alexa yang tidak seperti biasanya, mata itu menunjukkan ada sesuatu yang menyakitinya.

Alan mengerti bahwa dirinya hanya membuang-buang waktu jika hanya menduga-duga ini semua sendirian dan sekarang dia harus mencari tau keberadaan itu sendiri.



Alan berjalan keluar dari kamar mandi Alexa tanpa mengatakan apa pun. Bergegas memakai pakaiannya dan keluar dari kamar Alexa.

Sementara itu, Alexa menahan airmatanya. 'Maafkan aku, Alan. Tapi aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya padamu. Aku berharap kau bisa menemukan semuanya sendiri. Dan aku, aku akan berusaha kuat melawan bajingan itu.' Batin Alexa. Menguatkan perasaannya sendiri.

BAB 43|PENYIKSAAN

Saat itu, Alexa tengah melihat video dan fotonya bersama Alan dari galeri ponselnya. Seperti biasanya, untuk menghilangkan stress Alexa akan merokok. Gadis itu kesal dan merasa tidak berdaya. Dia terpaksa menyakiti Alan karena Erick sangat suka mengancamnya. Sangat menyakitkan bagi Alexa karena ia telah menyakiti Alan. Padahal dirinya saat membutuhkan pria itu.

Alexa tersasar dari lamunannya, begitu ponselnya berdenting. Dan terlihat sebuah pesan dari Alan.

Alan: Apa yang terjadi, Sunshine? Mengapa kau melakukan ini? Aku tau kau menyembunyikan sesuatu dariku..

Alexa membuka pesan tersebut dan matanya berbinar ketika sebuah ide terlintas di dalam benaknya. 'Kenapa aku bodoh sekali beberapa hari ini? Apa aku terlalu banyak pikiran sampai tidak bisa berpikir panjang?.' Batin Alexa, mengumpat pada dirinya sendiri. 'aku bisa memberitahu Alan melalui pesan chat tentang Erick dan menjualkan ponsel dari kalung.' Lagi, batin Alexa berbisik.

Tetapi sebelum Alexa dapat membalas pesan Alan, gadis itu mengernyitkan dahinya ketika Erick tiba-tiba juga mengirim pesan padanya. Alexa enggan membuka pesan itu, dan jika dilihat dari notifikasi.

Erick: Aku tau Alan baru saja mengirim pesan padamu. Jadi, jangan bertindak sok pintar dan menceritakan semua ini padanya. Aku memiliki semua data dari ponsel mu.

"Dasar! Bajingan." Alexa mengutuk Erick setelah membaca pesan itu. 'apa dia meretas ponselku?.'

Alexa akhirnya tak mau membalas pesan pria itu, karena ia sangat kesal.

Alexa: Pergilah pria sialan!.

Erick: Aku memperingati mu untuk menjaga bicara mu pada ku!

Alexa: Kau pikir aku takut?.

Erick: Kau harus membayar untuk ini dan aku sudah sangat marah.

Alexa: Pergilah dari sini!.

Kemudian, Alexa kembali menerima pesan dari Alan.

Alan: Jikai sedang memegang ponsel, mengapa kau tidak membalas pesan ku, Alexa?.

"Maafkan aku, Alan. Aku tidak bisa membalas pesan mu. Aku terpaksa harus mengabaikan mu dan aku berharap kau segera mengetahui kebenarannya." Setelah membaca pesan Alan dan terpaksa tidak membalasnya. Alexa meletakan ponselnya disampingnya. "Ku harap, aku bisa menceritakan semuanya padamu."

Gadis itu sangat kesal, marah, tidak berdaya, sedih dan frustasi. Tanpa ia tau jika semua ini hanyalah permulaan. Alexa harus menghadapi kemungkinan terburuk. Dia harus melalui penderitaan seperti masa kecilnya lagi. Sepertinya, tuhan sedang menguji kekuatannya dan menguji cinta Alan padanya atau malah sebaliknya, menguji cinta Alexa pada Alan.

Jika cinta mereka benar-benar sebuah ketulusan, pada akhirnya mereka pasti akan bersama, tetapi jika cinta mereka tidak sejati, mereka akan berantakan.

Tiba-tiba pintu kamar Alexa terbuka dari luar dan dia langsung mengalihkan pandangannya kearah pintu, menatap dengan raut wajah curiga.

Alexa mengerutkan dahinya dan menggertak giginya begitu melihat Erick masuk kedalam kamarnya

Pria itu melangkah masuk dan menyeringai padanya.

Erick berbalik untuk mengunci pintu dan langsung duduk di tempat tidur Alexa.

"Keluar dari kamarku!."

Erick tak mempedulikan kata-kata Alexa, pandangan pria itu justru menatap ke arah buah dada Alexa dengan penuh nafsu.

"Setelah aku memperingati mu, ternyata kau masih bermain dengan Alan dan juga mengutukku tanpa henti. Jadi aku datang ke sini untuk memberimu pelajaran. Aku juga akan melihat apakah setelah hari ini kau bisa tetap berperilaku kurang ajar padaku?." Erick mendekatinya dan Alexa melayangkan tatapan tajamnya, ia mengepalkan tangannya karena marah.

"Aku tidak perduli, Brengsek!." Alexa kembali mengutuk Alan tanpa rasa takut.

Erick dengan kasar mencengkram rahang tak seberapa milik Alexa. "Aku sangat tau bagaimana cara menutup mulut gadis nakal seperti mu."



Dia menyentak wajahnya dan mengeluarkan ponsel dari sakunya.

"Keluar dari k - " kata-kata Alexa berhenti dan matanya melebar ketakutan kala Erick menunjukan video padanya secara langsung. Di mana beberapa pria tengah menampar bibinya - Zia. Dan bibinya masih di ikat di kursi, sementara bibirnya berdarah.

"Kau bajingan! Hentikan semua ini!." Alexa membentak dan marah. Namun, Erick justru menamparnya wajahnya dengan cukup keras. Hingga Alexa terjatuh, mengenai bantal.

"Ini tidak akan berhenti sampai kau bersikap baik padaku. Orang-orang ku akan menyiksa Bibimu sampai kau mau belajar sopan padaku!." Kata Erick memberitahunya.

Alexa mengangkat kepalanya, matanya terlihat merah padam karena marah. "Apa yang kau inginkan?." Tanya Alexa dengan suara yang keras.

"Aku ingin kau mematuhi ku dan menjadi budakku."

Mendengar hal itu, Alexa menjadi lebih marah, tetapi bisa mengendalikan dirinya dengan menutup mata dan menghela napasnya dalam-dalam.

"Aku siap menurutimu dan melakukan apa pun yang kau mau. Tetapi aku punya satu syarat, minta anak buahmu untuk berhenti menyiksa Bibiku." Saat Erick menyetujui syaratnya, Alexa tersenyum.

"Tapi, aku tidak bisa langsung mempercayai gadis nakal seperti mu. Pertama, aku perlu mengujimu dan kemudian aku akan memerintahkan anak buah ku untuk berhenti menyiksa Bibimu yang sudah menderita karena kelakuan buruk mu." Kata Erick mengejek dan Alexa melayangkan tatapan tajamnya.

"Sekarang berdiri dan buka baju mu seperti gadis yang baik." Erick menuntun agar Alexa beranjak dari atas tempat tidur, begitu pula dengan dirinya yang saat ini berdiri memperhatikan Alexa.

"Cepat lakukan! Aku tidak punya waktu sehari untuk menyia-nyiakan mu." Kata Erick padanya dan Alexa dengan enggan mulai menarik dress nya dari atas kepala.



Mata Erick berkilau karena nafsu saat melihat tubuh Alexa yang sempurna dan kencang.

"Aku akan menghukum mu sebelum menidurimu."

Alexa hanya bisa pasrah dan tidak berdaya. Dia hanya berharap jika Alan tiba-tiba datang sebelum Erick menyentuh tubuhnya. Karena jelas dirinya hanya milik Alan.

Alexa tidak ingin Erick memanjakan tubuhnya dengan sentuhnya yang menjijikan itu.

"Sekarang, merangkak diatas tempat tidur dan angkat pant**mu!." Perintahnya dengan tegas sembari membuka gesper ikat pinggangnya.

Alexa memejamkan matanya, raut wajahnya terlihat sedih dan dengan terpaksa mematuhi perintah Erick, gadis itu merangkak dan mengangkat pinggulnya.

Sementara Erick menarik ikat pinggangnya dari semua simpul celananya jinsnya. Pria itu menggenggam gesper dan menggulung sabuknya itu, sebelum akhirnya mengangkat sabuknya ke udara dan memukulkannya ke pant*** Alexa yang terangkat.

Gadis itu tersentak dan membenamkan wajahnya di kasur saat dirinya merasakan rasa sakit yang luar biasa, karena pria iyh memukulnya. Erick tanpa ragu kembali memukuli Alexa, lagi dan lagi.

Air mata Alexa mengalir, pinggulnya terasa panas karena rasa sakit yang luar biasa. Pria itu mencambukkan sabuknya tanpa henti ke kulit mulus Alexa.

Saat itu, tiba-tiba semua kenangan akan masa lalu Alexa yang mengerikan kembali berputar dibenaknya dan tubuhnya bergemetaran.

"Tolong hentikan!." Alexa mulai berteriak histeris.

Namun, Erick tetap tidak menghentikan penyiksaan nya.

"Berhenti, aku mohon!." Alexa memohon dengan panik, suaranya bergetar.

Erick justru tertawa jahat, melihat Alexa yang begitu rentan dan menangis. Tetapi pada akhirnya, Erick berhenti mencambuknya.

Alexa menangis karena Erick mengingatkannya tentang masa lalunya yang mengerikan dan yang menjadi kelemahan terbesarnya. Gadis itu gemetaran karena serangan kecemasan yang dipicu oleh kejadian hari ini.

"Alexa, apa kau baik-baik saja?." Terdengar suara Alan dan ketukan pintu dari luar.

Erick terbelalak kaget.

Dan Alexa merasa sedikit tenang setelah mendengar suara pria pujaannya yang merupakan obat penyembuh baginya.

Terdengar suara Alan di penuhi akan kekhawatirannya pada Alexa.

"Alan." Gumam Alexa. Dia sangat membutuhkan Alan saat ini, dia ingin memeluknya.

Alexa bergegas turun dari atas tempat tidur dan hendak membuka pintu kamarnya. Tak menghiraukan semua rasa sakitnya.

Tetapi sebelum Alexa dapat membuka pintu, Erick telah lebih dulu menahannya dengan meraih tangan Alexa dan menutup mulut gadis itu dari belakang.

BAB 44| KETAHUAN?!

Erick telah lebih dulu menahannya dengan meraih tangan Alexa dan menutup mulut gadis itu dari belakang.

"Jangan berani memberitahu Alan tentang apa pun atau kau tau apa yang bisa aku lakukan." Bisik Erick ditelinga Alexa.

"Sunshine, apa yang terjadi padamu? Tolong beritahu aku! Aku sudah tidak tahan dengan semua yang tidak aku ketahui ini. Setidaknya katakan padaku apa kesalahanku hingga kau marah padamu?! Alexa, cepat buka pintunya!." Alan terus menggedor-gedor pintu itu, lama-kelamaan ia menjadi gelisah dan frustasi. Alan merasa sangat hampa tanpa Alexa. Pria itu tidak mengerti apa yang tiba-tiba terjadi.

Alexa mengepalkan tangannya, memejamkan matanya dan menangis, ia sangat tidak berdaya. Alexa ingin menceritakan segalanya, tetapi ia tidak bisa karena hal pertama yang harus dirinya lakukan adalah menyelematkan Bibinya.

"Sunshine, aku mencintaimu. Aku tau kau juga mencintaiku dan aku melakukan ini karena kau sedang dalam masalah yang tidak bisa diceritakan padaku. Apa pun masalahnya, kita harus menyelesaikannya bersama. Tolong, buka pintunya!." Setetes air mata mengalir di wajah Alan.

"Suruh dia pergi dari sini!." Erick memerintahkan Alexa. Melepaskan tangannya yang membekap mulut Alexa. Pria itu benar-benar meminta Alexa untuk melakukan hal yang paling mustahil bagi gadis itu. Alexa tidak bisa meminta Alan pergi ketika dia sangat membutuhkannya.

Alexa terisak sembari menatap kearah pintu. Saat ini Alexa hanya ingin membuka pintu dan memeluk Alan dengan erat.

"Tolong, Sunshine." Alan kembali memohon sembari mengetuk pintu. "Jika kau tidak ingin berbicara denganku, aku tidak masalah. Tapi tolong buka pintunya."

Erick menarik lengan Alexa hingga keduanya kini saling berhadapan. "Cepat suruh dia pergi!." Erick kembali memerintah dan dia terlihat marah, mencengangkan kuat kedua lengan Alexa.

"Pergi dari sini, Alan." Alexa berteriak histeris dan langsung menutup mulutnya.

Dan Erick justru tersenyum melihat keadaan Alexa yang menyedihkan itu.

"Tidak, aku tidak akan pergi dari sini sebelum kau mau membuka pintu untuk ku." Kata Alan dengan keras kepalanya.

"Cepat pergi!." Alexa kembali berteriak.

Alan yang telah merasakan jika Alexa tengah dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, sekarang bertambah yakin jika Alexa sedang dalam suatu masalah, setelah mendengar teriakan yang disertai sebuah tangisan darinya.

"Kau lupa kalau aku memiliki kunci cadangan? Aku akan segera kembali." Alan pergi dari depan kamar Alexa untuk mengambil kunci cadangan dari dalam kamarnya.

Sementara itu, Erick didalam terlihat panik. Pria itu kembali menoleh kearah Alexa. "Jangan berani mengatakan apa pun padanya." Erick memperingati Alexa, sebelum akhirnya keluar dari kamar gadis itu.

Alexa mengunci pintu kamarnya dan menangis, meletakankan dahinya di pintu. "Aku minta maaf, Alan. Aku sudah menyakitimu. Ku harap aku bisa memberitahu mu." Gumam Alexa dan terisak.

Alexa kembali mengenakan dress nya, ia mendesis ketika kain gaun itu bergesekan dengan bekas cambukan dari ikat pinggang di pant** nya. Barulah setelah itu, langkah kaki Alexa yang sempoyongan menuju kamar mandi dan mulai memercikan air ke wajahnya.

Sementara itu pikiran Alexa masih tetap mengingat-ingat kenangan mengerikan dimasa kecilnya dan penyiksaan hari terus ia pikirkan. Alexa menjadi lemah dan hal itu mampu membunuhnya dari dalam.

Saat mendengar suara pintu terbuka, Alexa terkejut. Dia mematikan kran dan menarik napasnya dalam-dalam untuk menenangkan diri. Ketika menatap cermin, Alexa melihat sosok Alan yang berjalan kearahnya.

Sebelum Alexa sempat berbalik badan dan mengatakan sesuatu, Alan telah lebih dulu memeluknya dari belakang, tanpa tau jika pelukannya itu menekan luka sayatan pisau di perut Alexa dan bekas luka dari ikat pinggang di pinggulnya.

Alexa memejamkan matanya untuk menahan rasa sakitnya. Tetapi secara mental, Alexa telah merasa jauh lebih baik, setelah mendapatkan pelukan hangat dari Alan.

Entah mengapa, air mata Alexa kembali menetes, mengalir ke pipinya. Alan semakin erat memeluknya, seolah dia ingin memeluknya selamanya.

Meski secara fisik Alexa menahan rasa sakit, tetapi segara mental, ia merasa begitu damai dan dunianya dipenuhi dengan cinta.

"Ada apa, Sunshine?." Alan bertanya dan masih memeluk Alexa.

Tetapi, tiba-tiba terlintas sebuah ide dari pikiran Alexa. Tanpa ragu, Alexa sengaja menarik kalung pemberian Erick, menghancurkannya dan menjatuhkannya kelantai. Gadis itu pun berbalik dan menginjak kalung itu hingga sebelum akhirnya Alexa membalas pelukan Alan.

"Alan." Alexa menangis tersedu-sedu sembari memeluk Alan dengan sangat erat. Perasaannya lega setelah akhirnya dapat menangis didalam pelukan Alan.

"Shh... tenanglah, Sunshine. Aku bersamamu." Kata Alan menyakinkan Alexa. Dengan lembut mengusap surai panjang gadisnya itu dan Alexa justru menangis lebih keras.

"E-Erick - "

Sebelum Alexa dapat menceritakan sesuatu pada Alan, pria itu tiba-tiba melepaskan pelukan mereka saat terdengar dering dari alarm kebakaran.

Tak lama kemudian, Justine dan Erick datang ke kamar Alexa yang saat itu pintunya tidak di tutup dan memanggil Alan dari luar.

Alexa mengernyitkan dahinya ketika melihat Erick. Alan menggenggam tangan Alexa dan mengajaknya keluar dari kamar bersama.

"Apa yang terjadi, Justine?." Tanya Alan.



"Bos, menurut saya itu hanyalah alarm palsu. Tapi tim keamanan masih memeriksanya." Jawab Justine dan Alan menganggukkan kepalanya.

"Alan, paman ingin membicarakan sesuatu denganmu. Apa kau punya waktu?." Erick sengaja bertanya karena dia ingin menjauhkan Alan dari Alexa.

"Iya, tentu saja, paman." Alan mengangguk setuju.

"Aku akan segera datang." Kata Alan pada Alexa dan pergi bersama Erick setelah mencium punggung tangan Alexa.

Alexa mengernyitkan dahinya. Raut wajahnya memperlihatkan jika ia takut dan juga bingung.

Gadis itu berjalan kesana kemari setelah masuk kedalam kamarnya,. Tengah memikirkan tentang Erick. Dirinya tidak bisa membiarkan Erick menyiksanya terus menerus dan selalu membuat cara agar Alan jauh darinya. Alexa tau Erick ada dibalik alarm palsu itu. Dia sangat ingin membunuh Erick karena telah menyiksanya dan secara tidak langsung juga menyakiti Alan.

Saat Alexa mendengar pintu kamar terbuka, dia mengalihkan pandangannya kearah pintu dan terkejut ketika melihat Ericklah yang masuk kedalam kamar.

"Kau berencana menceritakan semuanya pada Alan, kan?." Tanya Erick sembari berjalan mendekati Alexa.

Pria itu langsung menarik rambut Alexa dengan salah satu tangannya dan tangan yang lain, mencengkram rahang tak seberapa milik Alexa dengan kasar. "Aku pikir kau mempelajari sesuatu. Sekarang kau harus membayarnya." Bentaknya.

"Lakukan sesukamu. Aku tidak peduli, Brengsek!." Alexa membentaknya.

Dan semakin membuat Alan marah, tanpa pikir panjang Erick langsung menamparnya dengan sangat kuat, hingga Alexa jatuh kelantai yang dingin.

Entah apakah Erick benar-benar menelpon, tetapi ketika ia mengangkat ponselnya. Pria itu langsung memerintahkan anak buahnya untuk memotong jari Zia.

Alexa hanya menatapnya dengan tatapan mata penuh dengan kebencian.

Erick membungkuk dan kembali menarik rambut Alexa. "Jika sekarang kau bertingkah sok pintar, lain kali aku akan memerintahkan anak buahku untuk meng0r***k leher bibimu. Apa kau ingin dia mati karena sikapmu?." Ancam Erick.

"Aku yang akan lebih dulu membunuhmu." Kata Alexa tanpa takut dan Erick mendorong tubuh ringkih Alexa hingga kelantai dengan marah.

Alexa meringis kesakitan ketika kepalanya terbentur lantai.

Erick menjepit tangannya diatas kepala Alexa di lantai yang dingin, membungkuk dengan menekan tubuh Alexa, sebelum akhirnya berbisik. "Sekarang aku akan menidur*mu dengan kasar hingga kau memohon untuk berhenti padaku. Tapi aku tidak akan berhenti sampai kau meminta maaf padaku atas sikap buruk mu ini!."

"Aku tidak perduli denganmu." Alexa memukul selangk*ng4n Erick secara terus-menerus selama 3 kali.

Dan membuat Erick mengerang kesakitan sambil memegangi selangk*ngannya. Alexa segera berdiri dan mengambil vas bunga dilantai.

"Dasar kau bajingan!." Bibirnya bergetar karena marah dan dia memuku Vas bunga ke kepala Erick.

Bersamaan dengan itu, tiba-tiba Alan masuk kedalam kamar dan matanya terbelalak kaget melihat apa yang ada didepan matanya.

BAB 45| SUARA TEMBAKAN

"Alan, lihat apa yang telah dia lakukan pada paman?! Dia juga telah mengkhianati mu, dia selalu mencoba merayu paman saat kau tidak ada. Saat paman mencoba menasehatinya dan mengancam kalau paman akan memberitahumu, dia melakukan ini pada paman." Erick menuduh Alexa sambil menunjuk kearah gadis itu.

Alexa berdiri dan diam, membayangkan apa yang telah ia lakukan saat ini pasti akan berdampak pada bibinya. Namun, jauh dilubuk hatinya, hatinya ingin Alan percaya pada cinta mereka.

Hari ini seakan menjadi ujian bagi cinta mereka. Jika dia gagal dalam ujian ini, Alan akan kehilangan Alexa selamanya.

Alan menatap kearah Alexa. Matanya merah padam karena marah. Alan berjalan kearahnya dan membentaknya. "Apa yang dikatakan paman itu benar?."

Alexa gugup dan bingung, tetapi Erick melayangkan tatapan tajam kearahnya, seakan memberikan ancaman dari tatapan itu.

"I-iya." Alexa menggenggam kuat tangannya sendiri dan menunduk menatap lantai.

"Pergi dari sini sekarang!." Alan membentak dan dia terlihat sangat marah.

Alexa tersentak kaget, sementara Erick hanya menyeringai.

Alexa pikir bahwa Alan akan lebih percaya padanya, namun ternyata tidak. Hati gadis itu begitu hancur ketika Alan mengusirnya pergi dan lebih percaya pada Erick. Airmata menggenang dimatanya dan dia bergegas keluar dari kamar dengan menutup mulutnya.

Alexa menangis histeris ketika ia telah keluar dari kamar, dia hancur dan terluka. Luka di tubuhnya adalah bukti bahwa ia tidak bersalah dan dia dapat membuktikan bahwa Erick lah yang bersalah. Tetapi hatinya terlanjur terluka karena Alan lebih percaya dengan Erick. Sekarang Alexa bahkan tidak ingin membuktikan jika dirinya tidak bersalah.

Sementara itu, didalam kamar Alexa. Alan terdiam menatap lurus kedepan. Mungkin, pria itu masih terkejut. Dan Erick menyentuh pundak keponakannya itu. Membuat Alan tersadar dari lamunannya.

"Aku hanya tidak percaya jika dia akan mengkhianati ku, Paman. Aku sangat mencintainya. Aku mengubah diriku demi dia dan dia malah melakukan ini padaku." Kata Alan.

Erick memeluknya. Berlagak seperti seorang ayah yang memperhatikan anaknya. "Seiring berjalannya waktu semua akan baik-baik saja, Alan. Sekarang kau harus tetap melanjutkan hidup mu dan lupakan dia." Kata Erick seolah menasehati Alan.

'Kau memang harus melupakan dia, karena dia sekarang milikku, Alan.' Batin Erick, bibirnya menyeringai penuh kemenangan.

Mereka melepaskan pelukan itu. "Semuanya akan baik-baik saja, Alan. Kau pria yang kuat." Lagi, Erick kembali buka suara.

Wajah Alan tertekuk lesu dan dia hanya menganggukkan kepalanya. "Paman, tinggalkan aku sendirian."

Erick mengangguk dan langsung keluar dari kamar itu.

***

Alexa pulang ke rumahnya sambil mengendari mobil dengan kecepatan penuh, wajahnya merah dan matanya sembab. Gadis itu benar-benar hancur. Sementara itu, ponselnya terus menerus berdering.

Dan ketika ia keluar dari mobil untuk masuk ke dalam rumah, Alexa mengernyitkan dahinya, ketika melihat nomor yang telah menelpon dirinya berkali-kali.

"Aku tidak perduli padamu, Brengsek." Alexa masuk kedalam rumahnya dan melempar ponselnya.

Setelah itu, ia masuk kedalam kamar dan melemparkan semua barang-barang nya untuk melampiaskan kekesalannya.

Alexa masih menangisi kesakitan.



Setelah mengacaukan seluruh ruangan, Alexa duduk di sudut kamar, menangis dan menjambak rambutnya sendiri.

"Kenapa kau tidak mempercayai cintaku, Alan?." Dia berteriak, merasa patah hati. "Kupikir kau akan mempercayai ku, ku kira cinta kita yang paling kuat. Tapi kau menghancurkan segalanya, Alan. Kau menghancurkan cinta kita."

**

Beberapa waktu kemudian. Alexa berbaring tak berdaya, bagai tak bernyawa di pagar dinding, balkon kamarnya. Dia tidak menangis, tetapi hatinya masih terasa sakit. Gadis itu menatap kearah langit dan raut wajah datarnya, rambutnya di biarkan tergerai dan tertiup angin.

"Aku berharap bisa membunuh pria tua sialan itu, dia adalah seekor binatang yang membuatku harus teringat dengan masa laluku. Dulu aku lemah dan karena itu aku selalu menanggung semua penyiksaan ini. Tapi, sekarang aku sudah menjadi gadis yang kuat. Aku tidak akan pernah jatuh kemah lagi dan aku akan menunjukkan segera menunjukkan dimana letak seharusnya si bajingan itu berada. Aku tidak akan membiarkan dia menyiksaku, tapi sebelum itu aku harus mencari dimana keberadaan bibi." Alexa memejamkan matanya dan setetes air mata mengalir di pipinya.

"Kenapa kau tidak mengangkat telpon dari ku?." Suara Erick mengagetkan Alexa dan gadis itu langsung membuka matanya.

Alexa terlihat sangat marah ketika melihat Erick berdiri tak jauh darinya. Gadis itu mengubah posisi duduknya dan berdiri.

"Keluar dari rumah ku atau aku akan mendorong mu dari atas sini?!." Bentak Alexa.

Erick dengan kasar mencengkram rahang Alexa dan mendorongnya hingga menempel di dinding. "Kapan kau mau belajar bersikap baik padaku?."

Mulut Alexa menggeram. "T-tidak akan pernah."

Erick memelototi nya. Sikap nakal Alexa membuatnya frustasi.

"Apa kau ingin melihat aku memerintahkan anak buah ku untuk memotong tangan bibimu setelah jarinya?." Tanya Erick. "Jika tidak seperti ini, kau tidak akan pernah mau mengerti. Kurasa aku harus memerintahkan anak buahku untuk memotong tangan bibimu." Kata Erick, sebelah tangannya hendak meraih ponsel.

Alexa harus kembali merasa tidak berdaya. Ya - dia memang ingin membunuh Erick, tetapi Bibinya masih dalam sekapan pria itu. Alexa selalu menutup mulutnya dan Erick selalu memintanya untuk mematuhinya dengan mengancam.

"Berhenti!!." Alexa berteriak dan Erick memandangnya. "Kau bisa melakukan apa pun padaku, tapi jauhkan Bibiku dari semua ini!."

"Mengapa aku harus mendengarkan mu?." Erick menyeringai, sebelah alisnya terangkat.

"Kau harus melakukannya, atau aku akan menceritakan semuanya pada Alan." Kata Alexa memperingatinya.

Erick terkekeh jahat. "Dia tidak akan mempercayai mu. Apa kau lupa dia telah mengusirmu didepan ku?."

Alexa memejamkan matanya, bersedih saat mengingat kejadian ketika Alan mengusirnya.



"Tapi luka yang kau berikan bisa membuktikan bahwa aku tidak bersalah dihadapannya. Jadi, lebih baik kau mendengarkan aku jika kau tidak ingin Alan mengetahui betapa jahatnya dirimu." Alexa membalikkan keadaan dengan bijak dan mengancam Erick.

"Dasar jalang!." Erick mengangkat tangannya untuk menampar Alexa. Tetapi kali ini, Alexa telah lebih dulu menahan pergelangan tangan pria itu, sebelum Erick dapat memukulnya.

"Sekarang, kau tidak akan bisa menyiksaku lagi." Kata Alexa membuang tangan pria sialan itu.

"Menurutku kau memang tidak mencintai Bibimu. Pergi dan ceritakan semuanya pada Alan, lalu aku akan membunuh Bibimu." Bentak Erick dan ancaman itu membuat Alexa bungkam. "Diamlah! Jika kau tetap ingin melihat Bibimu hidup."

Pria itu bergerak sangat dekat Alexa. Sementara Alexa menatapnya dengan penuh kebencian.

Erick menjambak rambut Alexa dan mulutnya langsung menyerang leher jenjang Alexa seperti binatang.

Alexa memejamkan matanya, bukan sebuah kenikmatan yang ia rasakan, melainkan sebuah perasaan jijik. Gadis itu menggenggam tangannya dan air matanya mengalir.

Ia ingin mendorong pria sialan itu. Tetapi ia merasa sangat tidak berdaya. Karena Alexa tidak ingin Erick mencelakai Bibinya.

Erick dengan cepat membalik tubuh Alexa. Sebelah tangannya menarik rambut Alexa dengan kasar dan menempelkan wajah cantik gadis itu ke dinding, membuat wajahnya terlihat kemarahan dan memar.



Erick mulai menggigit leher Alexa dengan dari belakang seperti hewan buas, meninggalkan bekas luka yang dalam di lehernya. Alexa menangis dalam hati dan berharap semoga semua kesialan nya ini cepat berhenti.

Alexa memiliki kekuatan untuk menghentikannya, tetapi ia tidak bisa karena Bibinya.

"Aaaa..." Alexa berteriak kesakitan ketika Erick memukul pant** nya yang belum sembuh dari cambukan ikat pinggang Erick.

Dan tiba-tiba terdengar suara tembakan yang mengagetkan mereka berdua.

BAB 46| RASA LEGA



Saat Erick keluar dari kamar Alexa, saat itulah Alan segera menelpon Justine.

"Halo, Justine. Cepat perintahkan anak buah kita untuk melindungi Alexa secara diam-diam, dia baru saja meninggalkan mansion dan kau temui aku di ruangan rahasia!."

"Baik bos." Setelah mendapatkan jawaban dari Justine, Alan langsung memutuskan panggilan mereka secara sepihak. Dan berjalan ke ruang rahasia.

Sementara Justine, perlu memerintahkan orang-orang Alan, sesuai apa yang telah bosnya katakan padanya.

Barulah setelah itu, Justine masuk kedalam ruang kerja Alan dan membuka lemari buku-buku yang ada di sana. Itu adalah akses masuk kedalam ruang rahasia yang hanya Alan dan Justine saja yang mengetahuinya. Tidak ada orang yang tau kecuali mereka berdua.

Justine melihat Alan tengah duduk di sebuah kursi sofa, sementara raut wajahnya menunjukkan jika dia tengah melamun.

'Aku percaya padamu, Sunshine. Aku tau kau menanggung begitu banyak rasa sakit, tapi tetap saja, kau selalu tegar menghadapinya. Aku hanya tidak percaya jika paman Erick akan bertindak sejahat itu padamu. Aku sudah menganggapnya seperti ayahku sendiri. Ku pikir, dia perduli padaku, tapi ternyata aku salah. Dia hanya ingin mengambil keuntungan dari ku. Dan karena itu dia ingin aku menjadi seorang mafia, seandainya dia hanya menyakiti ku, mungkin aku bisa memaafkan dia. Tapi, sekarang dia telah menyakitimu. Aku tidak bisa membiarkannya. Aku akan membalas setiap air mata dan lukamu, aku akan membuat dia menderita sampai akhir hidupnya dan sampai dia memohon padaku untuk membunuhnya. Dan akhirnya sudah tiba, sebelum itu aku perlu menyelamatkan Bibi Zia. Aku terpaksa harus mengusir gadisku karena Erick pasti akan menyakiti Bibi Zia. Jadi aku perlu melindungi Bibi Zia, jika aku terlambat melindungi wanita itu, gadis ku pasti akan menyalahkan dirinya sendiri. Aku akan membuat seolah semuanya baik-baik saja.' Gumam Alan, pria itu hanya fokus dengan pikirannya sendiri sampai tidak menyadari kedatangan Justine.

"Apa semuanya baik-baik saja, Bos?." Tanya Justine berjalan mendekati Alan dan duduk di salah satu sofa.

Alan tersadar dari lamunannya dan mengalihkan pandangannya kearah Justine.

"Bos, sebenarnya apa yang terjadi. Tadi, salah seorang penjaga melaporkan jika Alexa meminta kunci mobil secara paksa dari salah satu sopir yang sedang mencuci mobil." Lagi, Justine kembali buka suara dan dia terlihat bingung.

Sementara itu, Alan menarik napasnya dalam-dalam. "Ini semua ada kaitannya dengan Erick. Aku bahkan tidak sudi memanggilnya paman. Dia telah melukai gadisku di belakang ku dan dia telah menanggung siksaan itu karena Erick telah menculik Bibi Zia." Kata Alan memberitahu Justine. Dan mata Justin terbelalak kaget.

Biasanya Alan akan memerintahkan dirinya untuk memeriksanya kebenarannya. Tetapi nampak Bos nya sendiri yang mencari tau itu semua.

"Justine, kita tidak punya waktu. Kita harus menemukan Zia secepat mungkin. Erick bisa melakukan apa saja pada wanita itu, kita tau kekuatan dia. Kita tidak bisa melindungi gadisku sebelum menemukan Zia. Dan seharusnya, Erick tidak menyadari jika aku sudah mengetahui segalanya." Kata Alan beranjak dari duduknya.

Justine ikut berdiri dan ia juga terlihat marah. Bagaimana pun dia telah menganggap Alexa sebagai temannya dan dia juga tidak bisa menerima jika selama ini Alexa mendapatkan siksaan dari Erick.

"Bos, kita harus segera menghukum bajingan itu. Maaf jika kata-kata saya lancang, tapi saya tidak bisa menerima semua ini." Kata Justine.

"Ya, aku ingin membuat dia menderita sampai napas terakhirnya karena dia telah menyakiti gadisku dan mengkhianati ku." Alan menggertakkan giginya dan mengepalkan tangannya.

Setelah itu, Alan mulai memerintah sebagian anak buahnya untuk mencari keberadaan Zia.

"Dimana Alexa? Apa kalian berhasil mengikutinya." Tanya Alan saat menelpon salah seorang anak buahnya yang bertugas mengikuti Alexa. Pria itu khawatir jika musuhnya akan dapat mencelakai Alexa, terlebih saat ini dirinya sedang tidak bersama gadis itu.

"Bos, dia pulang kerumahnya dan kami sekarang sedang mengawasinya dari dalam mobil dan diluar rumahnya. Apa ada perintah, bos?." Kata seorang pria menjawab panggilan Alan.

"Baiklah, kalian tetap di sana dan samarkan keberadaan kalian. Juga jangan lupa selalu mengabari ku jika ada sesuatu yang mencurigakan." Alan langsung memutuskan sambungan telepon mereka dan kembali pada misi nya, yaitu mencari dimana keberadaan Zia.

Selama Erick tinggal dimansion itu. Justine mengetahui ada beberapa anak buah Alan yang setia mengikutinya. Namun, ia tidak mencurigai apa pun karena Erick adalah paman Alan. Dan ketika insiden ini terjadi, Justine segera melaporkannya pada Alan. Dan Alan memerintahkan Justine untuk membawa dua anak buah Alan yang selalu bersama dengan Erick itu ke ruang rahasia.

Mereka telah diikat di kursi dengan wajah mereka yang memar berdarah. Alan dan Justine terus menerus memukuli mereka karena mereka berulang kali menyangkal bahwa mereka tidak tau dimana keberadaan Zia.

Alan merasa mereka mengetahui sesuatu dan mereka tidak ingin memberitahukan pada nya.

"Aku akan bertanya pada kalian berdua untuk terakhir kalinya. Dimana Erick menyembunyikan Zia? Jika kalian tidak memberiku jawaban, aku akan langsung memotong tangan kalian." Bentak Alan. Pria itu menjadi sangat tidak sabaran karena gadisnya telah menderita sendirian.

Kedua anak buah Erick saling berbagi pandang dan menatap Alan dengan raut wajah ketakutan. "Kami tidak mengetahuinya, Bos." Jawab salah satu dari mereka.

"Baiklah, kalian tidak memberiku pilihan lain." Alan mencibir mereka dan menoleh kearah Justine. "Bawakan pisau tajam ku!."

"Bos, Maafkan kami. Sebenarnya kami tidak ingin berkhianat. Tuan Erick mengancam jika kami tidak mau bekerja untuk dia, dia akan membunuh keluarga kami. Kami hanya bisa memberitahu tentang ini dan kami tidak mengetahui tentang keberadaan Nyonya Zia." Salah satu dari keduanya memohon pengampunan dengan panik.

"Aku tau, kalian sebenarnya mengetahui tentang Zia. Jadi, cepat katakan! Dan untuk keluarga kalian, aku akan melindungi mereka." Alan mencoba sekali lagi. Ia tidak ingin menyerah meski nyatanya dia sangat muak dengan kedua anak buahnya itu.

Mata Justine berkaca-kaca melihat bagaimana frustasi Alan saat ini. Justine tau dia sangat mengkhawatirkan Alexa, tetapi ia tidak bisa menyelamatkan gadis itu sebelum Zia ditemukan.

Justine belum pernah melihat Bosnya semenyedihkan seperti saat ini. Pria itu hendak buka suara untuk menenangkan Alan, namun tiba-tiba ponselnya berdering dan Justine pun segera mengangkat panggilan tersebut.

"Bos, ada laporan kalau Erick baru saja masuk kedalam rumah Alexa." Kata Justine setelah menerima telpon tersebut.

Mendengar hal itu, Alan terlihat sangat marah. "Erick!! Aku akan membunuhmu!." Teriak Alan frustasi. "Justine, kita tidak punya waktu, Alexa bisa saja dalam bahaya. Pria itu bisa melakukan apa saja pada Alexa. Justine, kau harus mencari dimana keberadaan Zia secepatnya." Kata Alan mengintruksikan.

"Baik, bos. Saya akan menangani semua di sini dan menemukan Nyonya Zia." Jawab Justine.

Alan pun bergegas keluar. Dan langsung menuju ke kediaman Alexa. Alan mencari-cari dimana keberadaan Alexa dengan cemas dan khawatir. Dan pada akhirnya ia melangkah naik dan mencari Alexa di kamarnya. Begitu masuk Alan terkejut ketika pandangan tertuju kearah balkon.

Dengan mata kepalanya sendiri, Alan melihat jika Erick tengah menikmati tubuh Alexa. Dan karena itu lah, tanpa pikir panjang Alan langsung menembak kaki Erick.

Erick menjerit kesakitan saat peluru itu mengenai kakinya. Sementara Alexa berbalik dengan matanya yang berkaca-kaca, ia tersenyum begitu melihat Alan.



Alan berlutut dan menangis melihat pamannya. Ia tak menyangka orang yang ia pikir begitu mengerti dirinya, ternyata hanya sebuah musuh di dalam selimut.

Lalu Alan mengalihkan pandangannya pada Alexa. Air mata menggenang dimatanya dan dipenuhi rasa sakit ketika melihat wajah memar Alexa.

Alexa berlari mendekati Alan dan memeluknya dengan sangat erat. Pria itu juga membalas pelukan Alexa.

"Aku pikir - " Alexa terisak. "Aku pikir kau tidak percaya dengan cintaku." Alexa mencengkram jas Alan dan membenamkan wajahnya di dada bidang pria itu.

"Aku sangat mencintaimu, Sunshine."

Namun, penderitaan mereka belum berakhir karena mereka masih belum mengetahui dimana keberadaan Zia.

BAB 47| CINTA YANG AJAIB

Alan melepaskan pelukan mereka, dia membelai pipi Alexa yang memar, sebelum akhirnya membungkuk dan memberikan ciuman lembut di setiap inci wajah Alexa. Dengan ciuman itu, Alan berharap bisa sedikit meredakan rasa sakit yang Alexa rasakan.

Dan ya - Alexa merasa lega setelah mendapatkan hal itu. Sentuhan Alan memberikan keajaiban padanya dan menghilangkan semua rasa sakit juga kesedihannya.

Pandangan Alan tertuju kearah Erick yang masih kesakitan. Amarah yang terlihat di wajahnya seakan tidak bisa terkendali.

"Kau bajingan! Aku akan membunuhmu." Kata Alan, mengarahkan pistol kearah Erick. "Aku pikir selama ini kau benar-benar perduli padaku. Aku sudah menganggapmu seperti ayahku dan kau melakukan ini dibelakangku, bersama dengan gadisku? Bagaimana kau bisa berpikir seperti itu?."

"Jika kau membunuhku, kau tidak akan pernah tau dimana keberadaan Zia." Meski merasa kesakitan, Alan masih tetap bisa menunjukan seringaian nya. Meski dia terluka, ia seakan bangga dengan kejahatannya.

Alan berjalan mendekati Erick, membungkuk dan menarik kerah baju pria tua itu. "Aku akan segera menemukan dia. Kau tidak perlu khawatir dengan hal itu, sekarang tidak ada seorang pun yang bisa menyelamatkan mu dariku. Aku akan menunjukan apa yang harus orang terima ketika berkhianat dariku. Kau akan menyesal." Kata Alan.

"Tidak ada yang tau dimana keberadaan Zia kecuali aku dan jika terjadi sesuatu padaku, anak buahku akan membunuh wanita itu." Erick menyeringai. "Pilihannya ada ditangan mu."

Alexa masih menitikkan airmata dalam diam karena dia merasa khawatir dengan bagaimana keadaan Bibinya.

Tiba-tiba, Alan memukul Erick dengan sangat keras. "Aku membencimu dan aku akan membunuhmu sekarang juga." Alan kembali menodongkan pistolnya kearah Erick.

"Alexa, apa kau ingin membiarkan Bibimu mati juga?." Erick bertanya pada Alexa dan dia menatapnya dengan mata penuh kebencian.

Kemudian, Alexa mengalihkan pandangan sedihnya kearah Alan dan berkata dengan nada memohon. "Alan, kita tidak punya pilihan lain. Kita harus mendengarkan dia. Bibiku sudah menderita dan sekarang aku tidak ingin dia mati karena aku."

Alan berjalan kearah Alexa. "Sunshine, kita akan menemukannya. Aku tidak bisa membiarkan dia menyakitimu lagi." Alan mencoba menyakinkan Alexa dengan menangkup wajah cantik gadis itu.

Alexa mengernyitkan dahinya ketika mendengar tawa jahat Erick.

"Kalian tidak akan bisa menemukan nya." Erick kembali tertawa dengan menahan rasa sakitnya. "Sekarang bawa aku ke rumah sakit jika kalian ingin melihat Zia hidup. Cepat! Aku tidak tahan dengan semua drama ini!."

Alan hendak mengatakan sesuatu, namun Alexa menghentikannya dengan memegangi tangan Alan. Dia memandangi Alan dengan raut wajah memohon. "Tolonglah, Alan."

Alan menutup matanya, meski ia merasa sangat berat hati. Ia akan melakukan semua yang Alexa inginkan dan pria itu menganggukkan kepalanya. "Baiklah."

Kemudian, Alan memerintahkan anak buahnya untuk membawa Erick pulang ke mansion dan menempatkan dia di ruang medis pribadi.

Begitu sampai, dokter langsung melakukan tindakan operasi.

Sebelum operasi di mulai, Erick meminta suatu hal yang Alexa harus turuti. "Aku ingin Alexa menemani ku di ruang operasi."

Alan dan Alexa terkejut mendengar permintaan pria sialan itu. Namun karena Alexa begitu memikirkan keadaan Bibinya. Gadis itu pun membujuk Alan agar mau mengizinkan menemani Erick.

Sungguh, Alexa sendiri juga enggan, tetapi ia tidak punya pilihan lain.

Saat dokter telah menutup ruang operasi, Alan memanggil Justine untuk menghadap padanya.

"Apa kau sudah mengetahui dimana keberadaan Zia?."

"Belum, Bos. Saya belum menemukan dimana keberadaannya." Jawaban yang terdengar dari mulut Justine membuat Alan memejamkan matanya.

"Lakukan apa saja agar kita bisa menemukan Zia. Kau tau, kita tidak bisa melakukan apa pun pada Erick sampai kita menemukan Zia. Aku tidak ingin gadis ku menderita karena dia. Aku tidak bisa melihatnya seperti ini. Cepat lakukan sesuatu." Kata Alan pada Justine dengan frustasi.

"Bos, kami akan segera menemukannya. Harap tetap kuat karena jika anda tidak bersemangat, bagaimana anda bisa memberi dukungan pada Alexa." Kata Justine mencoba menghiburnya.

"Kau benar, Justine. Aku harus kuat demi gadisku. Dia sudah mengalami begitu banyak hal." Kata Alan.

"Alan." Saat dia mendengar suara Alexa. Pria itu langsung berbalik badan dan menghadap Alexa.

Erick saat itu tengah tidak sadarkan diri dan Alexa mengambil keuntungan untuk keluar dari ruangan dan menemui Alan.

"Justine, cepat kerjakan semua ini." Perintah Alan, Justine membungkukkan badannya memberi hormat, tersenyum pada Alexa sebelum akhirnya pergi meninggalkan Alan dan Alexa.

Alan meraih tangan Alexa dan menggenggamnya. "Maafkan aku, Sunshine. Kau sangat menderita dan aku tidak bisa melakukan apa pun." Pria itu memperhatikan bekas gigitan dileher Alexa dan wajahnya yang memar..

Alexa tersenyum tipis. "Alan, itu bukan salahmu. Kita berdua sama-sama tidak berdaya. Jika aku menderita, kau lebih menderita daripada aku dengan melihat ku seperti ini. Aku yakin semuanya akan baik-baik saja pada akhirnya. Kita akan segera menemukan Bibi dan semuanya akan baik-baik saja." Setelah menanggung begitu banyak beban, Alexa terlihat kuat dan Alan bangga melihat gadisnya yang tangguh.

"Ini akan segera berakhir dan kau tidak perlu menanggung lebih banyak penderitaan lagi." Alan menyakinkan Alexa dan memeluknya.

Menyimpannya dengan aman didalam hatinya selamanya.

Sementara itu, Alexa merasa puas berada didalam pelukan Alan dan ia tersenyum puas. Pelukan Alan adalah tempat paling teraman yang di milikinya. Alexa mendapatkan kekuatannya kembali karena cinta Alan sekarang ada bersamanya.

"Aku sangat mencintaimu, Sunshine. Dan kau tau? Rasanya sangat menyakitkan jika melihat mu menderita." Alan semakin erat mendekap tubuh ringkih Alexa.

"Ini akan segera berakhir, Alan. Aku yakin. Aku juga percaya penuh padamu bahwa kau akan membuat semuanya baik-baik saja." Alexa melepaskan pelukan mereka, berjinjit dan mengecup rahang tegas Alan.

"Ya, Sunshine. Semuanya akan baik-baik saja." Kata Alan, lalu mengecup kening Alexa.

"Kau tau, saat kau mengusirku. Aku berpikir kau tidak percaya lagi padaku. Hm... tapi, bagaimana kau bisa mengetahui semua ini?." Tanya Alexa merasa sangat penasaran.

"Aku mengkhawatirkan mu saat kau keluar dari kamarnya dengan noda darah di lantai. Lalu, hari ini kau menyebut namanya, tentang alarm palsu dan Erick masuk kedalam kamar mu sebelum kau memberitahu sesuatu tentang dia. Selain itu, aku mengetahui segalanya. Aku mengusirmu karena Bibimu, Erick sangat berkuasa dan dia juga tidak bisa diremehkan. Dia bisa melakukan apa saja pada Bibimu. Tapi, aku berjanji padamu, bahwa aku akan membalas dendam atas setiap air mata dan luka yang akan ku buat dia menderita sampai napas terakhirnya." Janji Alan, lalu mencium kening Alexa.

Sementara Alexa memejamkan matanya dan tersenyum bahagia.

"Aku mencintaimu, Alan. Aku merasa sangat bahagia karena kau ada bersamaku dalam hal ini. Sekarang kita bersama, aku yakin semuanya akan baik-baik saja." Kata Alexa dengan penuh percaya diri, sambil merangkul lengan Alan dan tersenyum puas.

Alan depan lembut membelai rambut Alexa dengan sebelah tangannya. Dan tangannya yang lain memeluk pundak Alexa. Pria itu mencondongkan tubuhnya dan mencium bibir Alexa, menuangkan semua cinta kedalam ciuman itu.

Alan menghilangkan semua rasa sakit Alexa dengan ciuman lembut dan menyenangkan itu.

Sementara itu. Alexa merasa ciuman Alan memberikan keajaiban padanya, ia benar-benar mampu melupakan rasa sakitnya. Alexa tidak pernah berpikir bahwa ada orang yang bisa membuatnya merasa begitu baik dalam situasi terburuk ini ketika mereka berdua sedang tidak baik-baik saja.

Ya - Alexa tau, pasti Alan sangat terluka mengetahui pamannya berkhianat dan hanya memanfaatkannya. Padahal selama ini Alan tulus menyayangi seperti ayah nya sendiri dan hanya Erick satu-satunya keluarga Alan.

Kembali, Alan tidak hanya mencium bibir Alexa, dia mencium semua rasa sakitnya, memberikan kedamaian yang mendalam pada jiwa Alexa.

Hari ini telah dipastikan bahwa cinta itu ajaib dan merupakan obat dari semua rasa sakit.

Alan melepaskan ciuman mereka dan mencium kening Alexa.

BAB 48| JANJI ANEH

Alan dan Alexa saat ini tengah duduk bersama di luar ruang medis. Erick masih tidak sadarkan diri dan Alan berharap dia tidak sadar kembali. Alan dan Alexa saling terdiam dan benar-benar tenggelam dalam kehadiran satu sama lain. Mata mereka terpejam. Ada kesedihan diwajah mereka karena membayangkan Erick yang bisa melakukan apa saja saat ini, katakan Erick tengah memegang kartu As dalam sebuah permainan kartu. Mereka merasa putus asa, tetapi karena kebersamaan ini mereka memiliki kekuatan baru, perasaan mereka sedikit jauh lebih lega.

"Alan, aku ingin kau berjanji sesuatu padaku." Alexa membuka matanya dan sedikit mendongak menatap wajah tampan Alan.

Mendengar suara Alexa. Alan pun juga membuka matanya. "Apa, Sunshine?."

Alexa menghela napas panjangnya. Sambil menyentuh wajah tampan pria itu. "Aku ingin kau tidak melakukan apa pun, sampai kita menemukan Bibiku. Kau harus berjanji padaku, jika kau tidak akan berdebat dengan bajingan itu, bahkan jika dia menyakitiku di depanmu." Entah apa yang Alexa pikirkan. Namun, gadis itu meminta sesuatu yang mustahil bagi Alan.

Jelas-jelas Alexa meminta agar Alan tidak melindunginya?.

Alan menggelengkan kepalanya. "Tidak, ini tidak mungkin. Aku tidak melihat dia menyakitimu, Sunshine. Dia sudah sangat keterlaluan padamu. Kau tau betapa sakitnya aku melihat wajahmu yang memar dan bekas gigitan brutalnya di lehermu. Aku siap melakukan apa pun, tapi aku tidak akan membiarkan dia menyakitimu lagi. Aku akan membuat seluruh dunia terbakar jika sampai dia menyentuh apa lagi berbuat kasar padamu." Alan menggeram marah. Dan dia juga setuju dengan permintaan konyol Alexa.

"Aku tau ini sulit, Alan. Tapi kita tidak punya pilihan lain. Bibiku pasti sangat menderita karena aku, Erick melukai jari-jarinya dan sekarang aku tidak ingin pria itu menyakiti Bibiku lagi. Aku mohon, untukku, berjanjilah padaku bahwa kau tidak akan melakukan apapun sampai Bibiku selamat." Alexa menyatukan kedua tangannya dan air matanya menetes di pipinya.

Alexa tau jika apa yang pinta sangat mustahil bagi Alan. Tetapi dirinya juga tidak punya pilihan lain. Dia tidak ingin Bibinya semakin menderita karenanya.

"Tidak, Sunshine. Aku tidak bisa berjanji jika mengenai hal ini padamu." Alan kembali menolaknya dan menggelengkan kepalanya.

"Tolonglah, Alan." Alexa memohon. "Tolong berjanji padaku." Ia mengulurkan tangannya, menggenggam tangan kekar Alan.

"Jangan memaksaku, aku tidak bisa menjanjikan hal ini padamu." Kata Alan. Itu karena mana mungkin dia bisa menerima permintaan itu?.

"Untukku."

Keduanya belum siap mengalah dari satu sama lain.

"Kau pikir mudah bagiku untuk tidak memperjuangkan diriku sendiri? Bibiku menderita tanpa kesalahan apa pun. Jika dia sampai di bunuh dalam hal ini, aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri. Aku mohon, aku ingin kau berjanji, Alan." Kata Alexa yang tetap berusaha keras untuk menyakinkan Alan.

Alan menghela napasnya. Pria itu terdiam seakan tengah mempertimbangkan semua ini. Tetapi tak lama kemudian, Alan mengangguk kecil. "Baiklah, aku berjanji padamu bahwa aku tidak mencoba melakukan apa pun kecuali jika dia kelewatan." Kata Alan dan tidak ada raut kebahagiaan diwajahnya ketika mengatakannya.

"Ini akan segera berakhir, Tuan Tampan. Semuanya akan baik-baik saja." Alexa menyakinkan Alan , menyeka air matanya dengan ibu jarinya.

"Kuharap begitu, Sunshine. Karena aku tidak tahan lagi melihatmu kesakitan." Tangan Alan menyentuh wajah memar Alexa dan mengusapnya.

Keduanya saling mendekat dan menempelkan dahi mereka, memejamkan mata dan tenggelam dalam pikiran mereka.

"Jadi, ini yang terjadi di belakang ku?." Suara Erick mengagetkan mereka dan membuat mereka menjauh. Memandang mata Erick yang di penuhi amarah. Dan pria itu duduk di kursi roda.

"Dan, apa keputusan kalian? Dan apa kalian berdua siap mengikuti perintahku jika ingin melihat Zia hidup?." Tanya Erick pada mereka berdua.

Alexa menenangkan dirinya. "Ya, kami siap, tetapi jika sesuatu terjadi padanya, aku akan menyiksamu dan aku sendiri juga yang akan membakarmu hidup-hidup." Kata Alexa memperingatinya.

"Menurutmu, aku takut?." Erick terkekeh jahat dan Alexa melayangkan tatapan tajamnya. "Sekarang kemari dan layani aku. Kau adalah kekasihku, jadi aku melarang mu untuk berbicara dengan Alan." Perintah Erick.

Alexa dengan malas beranjak dari duduknya dan berjalan kearah Erick setelah memberikan senyuman pada Alan.

Alexa berdiri disamping Erick dan pria itu memegangi tangan Alexa dengan erat. Membuat Alan yang melihat hal itu merasa ingin marah tetapi ia menahannya, karena janji yang Alexa inginkan.

"Sekarang, antar aku ke kamar!." Perintah Erick pada Alexa. "Dan Alan, kau juga ikut dengan kami karena aku ingin menghukum mu setelah membuat ku seperti ini, aku harus duduk di kursi roda semua ini karenamu." Kata Erick pada Alan.

Alan dan Alexa saling berbagi pandang. Sementara itu dari tatapan Alexa, gadis itu ingin jika Alan mengikuti semua perintah Erick.

Alexa mendorong kursi roda Erick dan Alan mengikuti mereka.

Sesampainya dikamar, Erick lagi dan lagi membuat kedua pasangan itu harus kembali menahan rasa kesal mereka. "Alexa, lepaskan bajumu! Aku ingin kau menunjuk luka yang kuberikan padamu."

Alexa menatap Alan, pria itu menggelengkan kepalanya, meminta Alexa agar tidak melakukan hal tersebut. Alan merasa bersalah jika ia melihat luka ditubuh Alexa.

Sungguh, Alexa juga sebenarnya tidak ingin melakukan hal ini. Namun, gadis itu ingat jika semua ini demi Bibinya. Ketidakberdayaan nya menghancurkan dirinya sepenuhnya didalam dirinya.

"Lakukan dengan cepat! Aku tidak suka menunggu!." Bentak Erick.



Alexa berdiri didepan Alan dan perlahan melepaskan dress-nya dengan mata yang terpejam, karena Alexa tidak ingin melihat raut wajah Alan. Sekarang, Alexa hanya menggunakan pakaian dalam. Hati Alan terasa sedih dan ia menahan air matanya. Ketika pria tampan itu melihat luka dalam diperut Alexa. Alan menatap luka Erick dengan raut wajah bersedih.

"Apa kau melihat luka itu? Ini semua karena perbuatanku dan itu karena dia bersikap buruk padaku." Alan mendesis ketika Erick menekan luka di perut Alexa.

Sedangkan Alexa hanya bisa memejamkan mata dan menahan rasa sakit itu.

Alan mengepalkan tangannya dengan raut wajah marah menatap kearah Erick. Pria itu mengangkat tangannya, hendak memukul Erick. Namun, Alan berhenti karena ia teringat dengan janjinya pada Alexa.

Alan menghela napas untuk menahan semua ini, tetapi mau bagaimana pun ia tidak rela Erick menyakiti gadisnya.

"Sekarang berbalik dan tunjukkan tanda cambukan yang ku berikan." Erick kembali memerintah. Alexa pun hanya bisa diam dan menurutinya.

Gadis itu berbalik badan dan menutup matanya. Membuat Alan dapat melihat luka cambukan itu.

"Kau tau kenapa aku melakukan itu, karena aku kemarin melihatmu berada di kamar mandi bersama dengan Alexa." Sekarang Erick dengan kasar meremas pant*** Alexa. Dan jeritan penuh rasa sakit keluar dari mulut Alexa.

Erick menyeringai, akhirnya ia bisa membuat Alexa berteriak dan hati Alan hancur mendengar teriakannya. Saat itu Alan tidak bisa menahan diri lagi, dia menggenggam tangan Erick dan menjauhkan dari Alexa, membungkuk dan menarik kerah baju Alexa. "Jangan berani menyakiti gadisku lagi!." Bentaknya.

Karena keributan itu, Alexa langsung berbalik kearah mereka berdua. "Alan hentikan! Aku baik-baik saja." Alexa menyentuh bahu Alan.

"Jangan khawatir, aku tidak akan menyakitinya." Balas Alan.

Tetapi, Erick justru tertawa terbahak-bahak. "Tapi, kau akan menyakiti gadis itu."

"Kau gila, apa kau pikir aku bisa? Bahkan aku akan membunuh orang yang telah menyakiti dia." Alan melayangkan tatapan tajamnya dan semakin kuat mencengkram kerah baju Erick.

"Keponakanku, kau harus menyakiti dia karena aku tidak bisa. Kau sendiri melihat jika aku berada di kursi roda ini, bukan? Dan ini juga hukuman untukmu. Jika kau tidak menuruti perintahku, aku akan membunuh Zia."

"Alan, kita tidak punya pilihan lain." Alexan tiba-tiba menyela.

Alan tidak bisa menahan lagi, ketika dia akan memukul Erick. Alexa justru menahan lengannya dan Alan melayangkan tatapan tajamnya kearah Alexa.

BAB 49| HAPPY ENDING

Ponsel Alan berdenting, pria itu merogoh saku celananya dan membuka layar ponsel. Di sana muncul notifikasi pesan dari Justine yang mengatakan jika mereka telah menemukan Zia. Alan menahan senyumannya karena saat ini ia tengah berada didekat Erick.

Setelah membaca pesan itu, Alan melemparkan ponselnya keatas tempat tidur dan menatap Erick sembari mulai melonggarkan ikat pinggangnya.

"Kau siap terluka?." Tanya Alan setelah melepaskan semua ikat pinggangnya dari simpul celananya.

Erick mengernyitkan dahinya. "Kamu - " dan sebelum pria itu menyelesaikan perkataannya, Alan telah lebih dulu mencambuk dengan sabuk berulang kali, melampiaskan semua amarahnya.

Erick meraung kesakitan. Dan Alan masih terus mencambuknya bahkan dengan sangat kuat hingga Alexa menutup mulutku dan tak bisa membayangkan betapa sakitnya itu.

"Kau bajingan! Kau telah melukai gadisku dan mengancamku? Selama ini aku mempercayaimu dan sekarang aku akan menunjukkan padamu apa yang akan terjadi pada orang-orang yang mengkhianati ku juga melukai gadisku. Aku akan membalas setiap air mata Alexa." Kata Alan dengan amarahnya yang meluap-luap.

Alexa menduga jika Alan sebelumnya telah mendapatkan kabar jika mungkin Justine telah menemukan Bibinya dan sekarang gadis itu akhirnya dapat tersenyum puas ketika melihat Erick nampak tak berdaya.

"Sunshine, semua ini sudah berakhir. Kau tidak perlu mengikuti perintah bajingan ini lagi. Bibimu sudah ditemukan." Kata Alan memberitahu Alexa..

Alexa menganggukkan kepalanya dan tersenyum puas. "Aku tau ini akhirnya berakhir."

"Ambil ini dan lampiaskan semua amarahmu!." Kata Alan memberikan sabuknya pada Alexa.

"Tidak! Jangan! Ampuni paman! Alan, paman mohon." Kursi roda Erick tergelatak di lantai dan karena itu, Erick juga dengan tidak berdayanya hanya bisa memohon ampun. Terlebih saat itu juga kakinya sedang sakit pasca operasi.

Alexa mengangguk dan mengambil ikat pinggang Alan. "Sekarang giliranmu, aku akan membuat mu menyesal karena telah berbuat macam-macam pada gadis seperti ku." Alexa mulai memukuli Erick dengan ikat pinggang secara brutal.

Saat memukuli pria sialan itu, Alexa mengingat semua yang pernah dia lakukan padanya dan betapa tanpa perasaan memukul pant** nya juga memperlakukannya dengan kasar. Erick terus menyiksanya secara mental dan fisik, dia telah membuat Alexa tidak berdaya dan lemah karena semua ancamannya itu.

Sementara itu, Alan duduk di kursi sofa dengan nyaman, ia tersenyum penuh kemenangan, mengeluarkan sekotak rokok dan korek dari dalam saku jasnya. Dan dengan santai menyalakan rokok dan menghisapnya sembari menikmati siksaan dari orang yang sekarang ia benci.

"Aku akan membunuhmu, bajingan!." Bentak Alexa, memukuli pria itu dengan keras. Membuat Erick melolong kesakitan dan jeritannya terdengar sangat melegakan bagi Alan dan Alexa.

Telepon Alan berdering dan pria itu berjalan untuk meraihnya. Menggeser ikon pada layar dan menempelkan benda pipih itu di samping telinga nya.

"Ada apa?".

*Bos, apa anda sudah membayar pesan saya?". Tanya Justine.

Alan mengernyitkan dahinya dan mencoba melihat pesan Justine yang lain. Di pesan itu mengatakan jika mereka menemukan Zia telah meninggalkan dan Erick selama ini hanya membodohi Alan dan Alexa.

Dengan amarahnya yang meluap-luap. Alan langsung mengeluarkan pistolnya dan menembak Erick, tepat di kening pria itu dan tanpa merasa ragu lagi.

Mata Alexa terbelalak kaget dan menoleh kearah Alan, meminta penjelasan dari pria itu.

"Kenapa kau langsung membunuh dia, Alan? Aku masih ingin membuat dia lebih menderita lagi! Apa yang terjadi padamu?." Tanya Alexa.



Alan menjatuhkan pistolnya dan memejamkan matanya. Terlihat air mata nya mengalir di pipinya. Keheningan beberapa saat terjadi diantara mereka, membuat Alexa menjadi cemas dan Alan tidak tau bagaiman dia akan menyampaikan berita duka ini pada Alexa.

Alexa berjalan mendekati Alan dan menyentuh lengan pria itu. "Katakan sesuatu! Apa yang terjadi, Alan? Kau membuatku khawatir." Alexa mengguncang lengan Alan dan memintanya untuk berbicara.

Alexa menjadi gelisah ketika merasakan ada sesuatu yang salah.

Alan perlahan membuka matanya. "Bibimu sudah tiada, Sunshine." Kata Alan.

Wajah Alexa menjadi pucat dan dia berjalan mundur, terkejut dan airmata menetes, mengalir di wajahnya.

"Kau bercanda, kan?". Tanya Alexa.

Dan Alan menggelengkan kepalanya. "Aku minta maaf."

"Tidak, itu pasti tidak benar. Kau berbohong. Aku sudah melakukan apa pun yang dia minta, lalu kenapa dia tetap membunuh Bibiku?." Alexa terisak, gadis itu perlahan berjalan mendekati mayat Erick dan berlutut. "Kenapa kau membunuh Bibiku?". Alexa sedikit berteriak dan menangis tersedu-sedu.

Alan berjalan, mendekati Alexa. Pria itu duduk disamping Alexa dan memeluknya. Tak mengerti apa yang sebaiknya ia lakukan untuk Alexa saat, kecuali sebuah pelukan.

"Alan, dia segalanya bagiku. Dia yang telah membuat ku kuat seperti saat ini, dia adalah kekuatan ku. Dan dia dihabisi karena aku, aku tidak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri." Didalam pelukan Alan, Alexa menangis dengan sangat kencang.

Mengingat saat dulu, ketika Alexa menghabiskan waktu bersama Bibinya. Alexa tidak percaya bahwa Bibinya telah pergi dan dirinya tidak akan pernah bisa melihatnya lagi.

BAB 50| HAPPY ENDING

Setelah berduka atas kematian Bibinya, Alexa pingsan didalam pelukan Alan.

"Hei, Sunshine. Ada denganmu?." Alan terlihat cemas dan menepuk-nepuk pipi Alexa.

Pria itu memakaikan jasnya pada Alexa dan sebelum akhirnya dia menggendong Alexa, meletakkannya secara perlahan diatas tempat tidur dikamar tersebut.

Barulah setelah itu, Alan menelpon dokter dan meminta agar secepatnya datang.

Alan duduk disampingnya Alexa, menggenggam tangan gadis itu. "Aku berharap bisa memperbaiki semua ini, Sunshine. Aku juga berduka atas semuanya ini, tapi semoga kau akan segera baik-baik saja." Pria itu terlihat sedih, menatap wajah pucat Alexa dan mencium punggung tangannya.

Tak lama kemudian, seorang dokter dan perawat datang dan langsung memeriksa Alexa. Sementara Alan tetap memegangi tangannya dan cemas.

Beberapa menit setelah melakukan pemeriksaan, Dokter nampak tersenyum dan menoleh kearah Alan. "Tuan. Dia hamil." Kata dokter.

Dia telah memberikan kabar baik baik Alan dan tentunya juga bagi Alexa. Alan tidak menduga dan tidak percaya akan segera mendapatkan keturunan secepat ini.

"Benarkah?". Tanya Alan, seakan ia ingin sekali mendengar berita bahagia itu.

Dokter menganggukkan kepalanya. "Tubuh terlalu lemah, oleh kerena itu dia pingsan dan untuk kedepannya dia akan membutuhkan perhatian yang khusus."

Sekarang Alan mengangguk mengerti, dia mengizinkan dokter dan perawat pergi, sementara pandangannya tetap tertuju pada Alexa.

"Sunshine, aku berharap kabar baik ini bisa sedikit meringankan rasa sakitmu." Gumamnya sembari membelai pipi Alexa dengan ibu jarinya.

Alan membungkuk tubuh dan mengecup kening Alexa. "Terimakasih untuk ini." Kata Alan sembari mengusap perut rata Alexa.

"Baby, tolong bawa kebahagiaan untuk kehidupan Mommy kamu dan jauhkan dia dari kesedihannya." Alan kembali membungkukkan guna memberikan kecupan di perut Alexa. "Kau tau, Daddy sangat bahagia mendengar kehadiranmu yang akan melengkapi cinta Mommy dan Daddy. Terimakasih, Daddy tidak sabar menunggu kelahiran mu."

Alan beranjak dari duduknya dan berbaring di sisi Alexa dengan memeluk gadisnya itu, juga mengusap perutnya. Menatap Alexa dengan penuh kasih sayang.

Selang beberapa menit kemudian, Alexa terbangun dari pingsannya.

"Sunshine, bagaimana keadaanmu?." Tanya Alan sembari membelai pipi mulus Alexa dengan ibu jarinya.

Alexa menunjukan tatapan kosongnya dan menoleh pada Alan. "Aku tidak tau, aku tidak merasakan apa pun saat ini."

"Aku bisa mengerti, semuanya akan baik-baik saja pada waktunya." Kata Alan mencoba menyakinkannya.

Alexa menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri, dia dibunuh karena aku."

"Tidak, itu bukan salahmu. Kita berdua sudah melakukan segalanya untuk melindungi Bibimu, tetapi terkadang kita tidak bisa melakukan apa pun dihadapan takdir. Mungkin itu yang tertulis ditakdir kita, hidup memang akan seperti ini, Sunshine. Aku bisa mengerti bahwa ini sangat sulit bagimu untuk menerima semua ini, tetapi aku ada bersamamu, kita bisa melewati ini semua bersama-sama, hm?." Kata Alan, mengangkat kepala Alexa dan meletakkan tangannya untuk dijadikan bantalan Alexa.

"Aku berharap kalau ini semua mimpi buruk dan kenyataannya bibiku masih hidup." Alexa memejamkan matanya dan airmata menetes.



Alan mencoba memeluk Alexa dan memberikan tepukan kecil di pipinya.

Alexa membuka matanya. "Kau tau? Dulu ketika aku masih kecil, aku bukan gadis yang kuat. Aku adalah anak yang penakut. Bibi Zia telah membuatku kuat dan mengajariku caranya melawan. Setelah orang tuaku meninggal dalam kecelakaan, saudara laki-laki ayahku mengambil hak asuhku. Ya, sifatnya sangat mirip dengan Erick, dia dan istrinya menyiksaku, mengunciku di gudang dan sengaja membuat ku lapar. Mereka juga mengikat ku dan memukuli ku. Lalu Bibi Zia datang, melindungiku dari mereka dan membuat ku seperti sekarang. Gadis yang kuat dan mandiri. Tetapi sekarang dia sudah meninggal dan aku tidak bisa melindunginya, aku merasa sangat bersalah." Alexa kembali terisak didalam pelukan Alan.

Alan tidak terkejut mengetahui masa lalu Alexa. Ia sudah menduga hal itu. Tetapi tetap saja, hati Alan terluka setelah mengetahui bahwa gadisnya telah menanggung begitu banyak rasa sakit. Alan tidak mengerti bagaimana dia harus menghibur Alexa.

Namun, Alan tetap menyakinkan Alexa bahwa semuanya akan baik-baik saja. Alan mengubah posisinya menjadi duduk dan meraih minuman untuk Alexa dari atas nakas.

Dan memutuskan akan memberitahu Alexa mengenai kehamilannya setelah pikiran Alexa dalam kondisi stabil.

***

Mereka baru saja kembali dari pemakaman Zia. Selama pemakaman itu, Alan tidak melihat air mata yang menetes di pipi Alexa. Kondisi Alexa yang seperti itu membuat Alan merasa khawatir.

Setelah beberapa saat kemudian, Alan berbaring sembari memeluk Alexa dari belakang. Pandangan Alexa tertuju pada dinding dengan tatapan kosong seperti orang tak bernyawa.

"Sunshine, bicaralah padaku! Jangan diam seperti ini. Aku ingin mendengar omelan mu." Bisik Alan sembari membelai rambut Alexa. "Aku ingin mengatakan sesuatu padamu, mungkin itu akan menyembuhkan jiwamu yang terluka." Mendengar kata-kata Alexa yang penasaran pun berbalik badan dan menatap Alan.

Alan meletakan tangannya di perut Alexa dan mengusapnya. "Ada kehidupan yang tumbuh didalam dirimu, Sunshine. Kau sedang hamil."

Mata Alexa terbelalak, ia kemudian tersenyum lebar. "Benarkah?." Tanya nya.

Alan tersenyum, menganggukkan kepalanya. "Ya, Sunshine. Bukti dari cinta kita tumbuh didalam dirimu."

"Alan, aku tidak percaya ini. Aku tidak mengerti apakah hari ini aku akan menangis atau justru tersenyum. Alexa menatap kebawah dan ikut mengusap perutnya.

"Itu sebabnya kita tidak boleh kehilangan harapan, hari-hari bahagia selalu datang setelah hari-hari buruk." Alan memeluknya dengan erat. "Kebahagiaan akan kembali dalam cinta kita dan bayi kecil kita."

**

Delapan bulan kemudian...

Alan dan Alexa memulai kehidupan baru mereka di negara lain, dimana tidak ada yang mengenal tentang siapa mereka. Disana mereka juga telah mendirikan sebuah perusahaan fashion yang telah menjadi terkena dalam beberapa bulan. Sementara itu, Alan menyerahkan semua bisnisnya pada Justine dan menjadi dia sebagai penggantinya.

Hari itu, Alexa melahirkan seorang bayi perempuan dan Alan duduk di tepi tempat tidur setelah dokter memandikan bayi mereka dan pamit pergi.

Pria itu nampak begitu bahagia bisa mendekap putrinya setelah beberapa bulan menunggu kelahirannya. Di sisinya, Alexa tengah tak sadarkan diri pasca melahirkan. Alan mengangumi kecantikan Alexa dan air matanya berlinang. Pasalnya wajah bayi mereka sangat mirip dengan Alexa, semua kecantikan bayi itu dia dapatkan dari ibunya.

"Putri Daddy sangat cantik." Alan mengecup kening putrinya yang tengah tertidur.

Dan setelah beberapa saat kemudian. Akhirnya Alan kembali sadar dan melihat Alan berjalan kesana kemari sembari menggendong putri mereka. Sebuah senyuman mengambang diwajahnya melihat pemandangan yang indah itu, hari ini kelahiran putri mereka melengkapi keluarga kecil itu.

Alan berjalan mendekati Alexa ketika tau jika gadis itu telah sadar. Mereka berdua saling memandangi bayi mungil itu dan tersenyum bahagia.



"Bukankah dia sangat mirip denganmu, Sunshine?."

Alexa mengubah posisinya menjadi duduk dengan gerakan perlahan, mengingat jika bagian bawahnya masih sakit. Ia meminta pada Alan untuk memindahkan putri mereka ke gendongan nya. Alexa tersenyum, tetapi air matanya menetes. Momen ini bahkan lebih indah dari yang dia bayangkan. Alexa merasa sangat beruntung bisa menggendongnya dan menjadi seorang ibu baru.

"Halo putri kecil, Mommy." Wanita muda itu membelai hidup bayinya. Alexa menoleh kearah Alan. "Dia cantik."

"Cantik sepertimu, Sunshine." Jawab Alan, mengecup kening Alexa. "Terima kasih karena telah mengandung dan melahirkan dia."

Kemudian mereka berdua menatap bayi kecil mereka dengan penuh kasih sayang, tersenyum dengan rasa puas yang mendalam. Dia adalah kebahagiaan hidup mereka dan melengkapi mereka. Sekarang mereka tidak menginginkan apa pun, mereka hanya ingin menikmati setiap momen kecil bersama putri mereka. Mereka ingin menikmati setiap hari bersamanya. Mereka ingin tertawa bersamanya, dengan penuh kasih sayang, tersenyum dengan rasa puas yang mendalam. Dia adalah kebahagiaan hidup mereka dan melengkapi mereka. mereka ingin melakukan segalanya bersamanya dan menghargainya selama sisa hidup mereka.

Please rate my story

Start Discussion

0/500